30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tinggal di Hutan, Saat Lahir Dipotong Ayah Sendiri

Bayi Infeksi Pusar Masuk Adam Malik

MEDAN-Ketiadaan biaya, ditambah lokasi tempat tinggal yang jauh dari perkotaan, membuat seorang ayah nekat melakukan proses kelahiran serta pengguntingan tali pusar bayinya sendiri. Ironisnya, pemotongan tali pusar yang hanya menggunakan sebuah gunting menyebabkan sang bayi infeksi.
Kejadian miris ini dialami  Ayu br Situmorang (41) dan suaminya Yanto (45).

Dua pasangan yang berdomisili di Kampung Berdikari, Kutalimbaru Tuntungan ini hidup sendiri tanpa ada warga lain yang menemaninya.
“Kami tinggal di hutan di kampung Berdikari sejak delapan bulan lalu. Di situ cuma kami yang tinggal,” tutur Ayu, saat ditemui di ruang Prinatologi Anak RSUP H Adam Malik Medan, Rabu (20/6).

Bersama ketiga anak, dan suaminya, Ayu awalnya berdomisili di Siantar. Mendapatkan iming-iming sebuah pekerjaan yang layak di Medan, Ayu dan suaminya nekat untuk meninggalkan kampung halamannya. Sayangnya, janji tersebut tak kunjung datang. Seiring berjalannya waktu, dan tidak memiliki uang untuk menyewa rumah, selanjutnya mereka memilih untuk hidup di tengah hutan dengan bertahan hidup di sebuah gubuk tanpa penerangan dan tidak adanya pendidikan bagi anak-anaknya. Sementara untuk bertahan hidup, Ayu mengaku, jika dia dan suaminya hanya bercocok tanam, dan mendodos sawit milik orang lain dengan pendapatan yang sangat minim.

Namun, saat kelahiran anak keempat mereka, Ayu mengaku melahirkan secara normal di gubuknya dengan bantuan sang suami tanpa adanya bantuan dokter maupun bidan, Minggu (3/6) lalu.

“Kami nggak ada uang ke klinik makanya proses kelahiran di rumah. Bahkan untuk bisa menjangkau ke klinik saja harus menempuh waktu sekitar 9 jam dengan berjalan kaki,”ujarnya.

Mirisnya, pasca kelahiran anak keempatnya itu secara normal dan ditangani sendiri, menyebabkan tali pusar sang bayi kembali menonjol. Dengan pengetahuan yang minim, Yanto coba menghilangkan pusar anaknya dengan mencoba mengusuk kaki dan perutnya, namun hal itu tetap saja tidak membuahkan hasil.

Melihat kondisi sang bayi, kedua pasutri ini selanjutnya membawa bayi perempuan yang belum diberi nama itu, ke klinik yang jauh dari tempat tinggal mereka. Setelah menjalani pemeriksaan, bilang Ayu, tim medis menganjurkan agar bayi Ayu dibawa ke RSUP H Adam Malik.
“Klinik menyuruh kami mambawanya ke Adam Malik. Bahkan untuk biaya kami ke rumah sakit, kami dikasih uang sama  masyarakat yang kasihan melihat kami,”tuturnya sedih.

Bahkan dari informasi yang didapat, untuk biaya hidup Ayu menjaga sang bayi di Adam Malik, mereka mendapatkan bantuan dari sejumlah perawat.
“Kadang kami makan aja dengan ubi kalau tidak ada nasi. Suami saya hanya bekerja mendodos sawit milik orang,” sebut Ayu pasrah.
Kasubag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih menyatakan, kalau bayi perempuan yang belum memiliki nama itu mengalami tetanus pada pusarnya.

“Ayu dan bayinya masuk ke sini Sabtu (16/6) sore lalu dengan berat badan bayi saat masuk 2,6 kg. Kini bayi berusia 17 hari tersebut tengah dirawat intensif di dalam inkubator, ruang Prinatologi RSUP H Adam Malik Medan,”kata Sairi.

Untuk kondisinya, bilang Sairi, sejauh ini masih stabil dan suhu badan normal, meskipun sempat mengalami kejang namun telah mendapatkan obat anti kejang.

Sementara untuk konsumsi minumnya, bayi tersebut mendapatkan asupan air melalui selang yang dipasang di hidungnya. Kini untuk biaya bilang Sairi, ditanggung sepenuhnya oleh rumah sakit. (uma)

Bayi Infeksi Pusar Masuk Adam Malik

MEDAN-Ketiadaan biaya, ditambah lokasi tempat tinggal yang jauh dari perkotaan, membuat seorang ayah nekat melakukan proses kelahiran serta pengguntingan tali pusar bayinya sendiri. Ironisnya, pemotongan tali pusar yang hanya menggunakan sebuah gunting menyebabkan sang bayi infeksi.
Kejadian miris ini dialami  Ayu br Situmorang (41) dan suaminya Yanto (45).

Dua pasangan yang berdomisili di Kampung Berdikari, Kutalimbaru Tuntungan ini hidup sendiri tanpa ada warga lain yang menemaninya.
“Kami tinggal di hutan di kampung Berdikari sejak delapan bulan lalu. Di situ cuma kami yang tinggal,” tutur Ayu, saat ditemui di ruang Prinatologi Anak RSUP H Adam Malik Medan, Rabu (20/6).

Bersama ketiga anak, dan suaminya, Ayu awalnya berdomisili di Siantar. Mendapatkan iming-iming sebuah pekerjaan yang layak di Medan, Ayu dan suaminya nekat untuk meninggalkan kampung halamannya. Sayangnya, janji tersebut tak kunjung datang. Seiring berjalannya waktu, dan tidak memiliki uang untuk menyewa rumah, selanjutnya mereka memilih untuk hidup di tengah hutan dengan bertahan hidup di sebuah gubuk tanpa penerangan dan tidak adanya pendidikan bagi anak-anaknya. Sementara untuk bertahan hidup, Ayu mengaku, jika dia dan suaminya hanya bercocok tanam, dan mendodos sawit milik orang lain dengan pendapatan yang sangat minim.

Namun, saat kelahiran anak keempat mereka, Ayu mengaku melahirkan secara normal di gubuknya dengan bantuan sang suami tanpa adanya bantuan dokter maupun bidan, Minggu (3/6) lalu.

“Kami nggak ada uang ke klinik makanya proses kelahiran di rumah. Bahkan untuk bisa menjangkau ke klinik saja harus menempuh waktu sekitar 9 jam dengan berjalan kaki,”ujarnya.

Mirisnya, pasca kelahiran anak keempatnya itu secara normal dan ditangani sendiri, menyebabkan tali pusar sang bayi kembali menonjol. Dengan pengetahuan yang minim, Yanto coba menghilangkan pusar anaknya dengan mencoba mengusuk kaki dan perutnya, namun hal itu tetap saja tidak membuahkan hasil.

Melihat kondisi sang bayi, kedua pasutri ini selanjutnya membawa bayi perempuan yang belum diberi nama itu, ke klinik yang jauh dari tempat tinggal mereka. Setelah menjalani pemeriksaan, bilang Ayu, tim medis menganjurkan agar bayi Ayu dibawa ke RSUP H Adam Malik.
“Klinik menyuruh kami mambawanya ke Adam Malik. Bahkan untuk biaya kami ke rumah sakit, kami dikasih uang sama  masyarakat yang kasihan melihat kami,”tuturnya sedih.

Bahkan dari informasi yang didapat, untuk biaya hidup Ayu menjaga sang bayi di Adam Malik, mereka mendapatkan bantuan dari sejumlah perawat.
“Kadang kami makan aja dengan ubi kalau tidak ada nasi. Suami saya hanya bekerja mendodos sawit milik orang,” sebut Ayu pasrah.
Kasubag Hukum dan Humas RSUP H Adam Malik, Sairi M Saragih menyatakan, kalau bayi perempuan yang belum memiliki nama itu mengalami tetanus pada pusarnya.

“Ayu dan bayinya masuk ke sini Sabtu (16/6) sore lalu dengan berat badan bayi saat masuk 2,6 kg. Kini bayi berusia 17 hari tersebut tengah dirawat intensif di dalam inkubator, ruang Prinatologi RSUP H Adam Malik Medan,”kata Sairi.

Untuk kondisinya, bilang Sairi, sejauh ini masih stabil dan suhu badan normal, meskipun sempat mengalami kejang namun telah mendapatkan obat anti kejang.

Sementara untuk konsumsi minumnya, bayi tersebut mendapatkan asupan air melalui selang yang dipasang di hidungnya. Kini untuk biaya bilang Sairi, ditanggung sepenuhnya oleh rumah sakit. (uma)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/