Lupa waktu. Kata ini tampaknya cocok mewakili langkah Tim Sahur Sumut Pos ketika menyambangi kediaman Wakil DPRD Sumut Chaidir Ritonga di Komplek Rajawali Indah, Medan Sunggal, dinihari (20/7) kemarin.
Bagaimana tidak, hingga selesai makan sahur dan jam Salat Subuh, perbincangan belum juga berhenti. Kebetulan tema obrolan memang seksi. Yakni, soal DPRD Sumut dan Pemprovsu. Maklum, tuan rumah adalah wakil ketua DPRD Sumut.
Apalagi, sebelum sahur bersama, ternyata Chaidir baru tiba di rumah pukul setengah dua dini hari. Bersama koleganya di DPRD Sumut periode 2009-2014, dia rapat membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 serta Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPj) Pemprovsu. “Ya, banyak kali yang mau dibahas,” buka tuan rumah mengambarkan kesibukannya.
Dia memaparkan, sekarang ini imej yang terbangun di ekskutif maupun legislatif, kebanyakan berorientasi pada outlaw ketimbang inlaw, sehingga terjadi ketimpangan antara pendapatan dengan penggunaan anggaran.
“Seharusnya, inlawnya dulu yang dibenahi baru kemudian outlawnya. Jadikan membaginya enak, tapi membagi dalam hal positif ya, belanja langsung dan belanja tak langsung,” kekehnya.
Baru sebentar berbincang, undangan makan sahur datang. Pembicaraan pun beralih ke meja makan. “Saya pilih sahur bersama hari ini karena anak saya yang kuliah di Universitas Indonesia (UI) baru pulang dari Korea, jadi sekalian sahur bersama mereka,” ujar suami Dra. Hj. Susi Machdarwati Napitupulu.
Di meja makan telah duduk ketiga anaknya yakni Raisa Chairisina, Rieska Winda, dan Raismuda Habibie. Tidak ketinggan ibu mertua dan seorang keponakan Chaidir.
Usai makan, anggota dewan dari Partai Golkar ini kembali melanjutkan diskusi soal APBD Sumut tadi. Kata dia, coba bandingkan potensi Sumut dengan daerah lain seperti Jogjakarta, hanya mengandalkan beberapa candi, dan objek wisata saja, APBD Jogja pada 2010 mencapai Rp1,5 triliun. Nah Sumut, yang memiliki sumber daya alam luar biasa seperti tambang emas, mineral, hutan, dan sumber daya alam buatan berupa perkebunan disamping sumber daya manusia yang produktif, di tahun yang sama hanya mampu menghasilkan PAD Rp3,8 triliun.
“Inikan tidak wajar. Makanya saya katakan tadi inlawnya itu yang perlu diperbaiki baru cerita outlawnya. Ini ‘bagi-baginya’ saja yang sibuk, entah apa yang mau dibagi,” geramnya.
Ibarat membuat kue atau bolu, katanya, seorang chef sangat bertanggung jawab atas hasil masakannya itu, enak atau tidak. Jadi seorang chef harus memikirkan materi yang harus digunakannya untuk menghasilkan kue atau bolu yang lezat.
“Bisa jadi chef kita ini ke dapur pun tidak, bagaimana mau tahu masakan itu enak? Kalau pun bagus ya bagus, kalau pun gosong hantam lah situ, tanpa peduli apa yang disajikan,” ujarnya tertawa.
Jadi, lanjut dia, tidak ada niatan sedikitpun melukai atau menyudutkan seseorang dalam pembahasan PAPBD atau LKPj Pemprovsu yang sedang hangat dibahas saat ini. Apalagi ada tarik ulur kepentingan dalam pembahasannya. Ini lebih kepada kinerja untuk memajukan Sumut menuju kesejahteraan seperti yang di idam-idamkan masyarakat selama ini.
“Makanya kita ingin di pengujung tugas sebagai anggota parlemen, bisa menghasilkan produk terbaik bersama kawan-kawan di ekskutif demi tercipatanya tujuan tadi, bukan sebagai lawan,” tegasnya.
Selain pembahasan APBD, Chaidir juga menyoal pemekaran wilayah Sumut yang juga menjadi pembahasan hangat di kalangan elit politik dan masyarakat. Semua perbincangan dilakukan dengan cair. Gelak tawa memenuhi ruang besar di rumahnya yang menjadi arena sahur dan mengobrol. Keasyikan ngobrol itulah yang membuat waktu terasa singkat. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 6.00 WIB, Tim Sahur Sumut Pos pun berpamitan dengan ayah tiga anak ini.
Sebelum berpisah, Chaidir sempat memuji program Sahur Bersama Sumut Pos yang sudah berjalan selama kurun waktu 5 tahun terakhir. “Ini program bagus, tidak ada saya lihat di koran lain selain di Sumut Pos,” puji dia. (*)