MEDAN – Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumut mencatat, hingga November 2012, setidaknya ada 17 penderita positif Tubercolosis (TB) Multi Drug Resitant (MDR) atau lebih dikenal dengan sebutan TB yang resisten di Sumatera Utara.
Bahkan enam diantaranya diketahui telah meninggal dunia. Angka ini boleh dikatakan cukup tinggi. “Dari 169 penderita suspect (terduga) yang telah menjalani pemeriksaan 17 diantaranya dinyatakan positif TB-MDR,” ungkap Plt Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Sukarni, saat ditemui di ruang kerjanya Selasa (20/11).
Bahkan menurut Sukarni, pasien yang sudah mengalami TB-MDR, risiko yang dihadapi akan sangat besar. Mengingat, biaya pengobatan sangat mahal dan berlangsung lama, serta alat pendiagnosa yang mahal. “Kemungkinan untuk sembuh juga tinggal 70 persen. Berbeda dengan TB yang belum resistence dengan kemungkinan lebih dari 90 persen,” tuturnya.
Disebutkannya, bagi penderita TB biasa, penderita harus menjalani terapi minum obat selama enam bulan. “Nah, kalau sudah mengalami TB-MDR, penderita harus meminum obat selama 18 hingga 24 bulan dan dia (penderita, red) harus disuntik setiap hari selama 6 hingga 8 bulan,” ungkapnya.
Mengenai penyebab terjadinya TB-MDR ini, Sukarni menerangkan, dalam mengobati penderita, petugas kesehatan tidak melakukan pengobatan sesuai standar, pengobatan yang tidak tuntas, pasien tidak pernah mengonsumsi obat, serta terjadinya penularan antara penderita TB-MDR ke orang lain.
Adanya temuan TB-MDR ini, dirinya berharap agar setiap kabupaten/kota menganggarkan dalam APBD untuk membiayai transportasi penderita, dan membiayai kebutuhan hidup selama menjalani proses berobat jalan ke RSUP H Adam Malik sebagai rumah sakit rujukan di Sumut.
Selain itu, dirinya berharap RSUP H Adam Malik segera mendapatkan sertifikasi pemeriksaan TB-MDR.
“Selama ini, pemeriksaan TB-MDR itu dikirim ke Jakarta dan diuji Universitas Indonesia (UI). Hasilnya bisa dua bulan. (uma)