25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Syamsul Teken Cek Rp500 Juta di Penjara

MEDAN-Mantan Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin ternyata masih menandatangani beberapa cek pencairan dana Biro Umum Setda Pemprov Sumut Tahun 2011, meski dirinya sudah mendekam di LP Salemba Jakarta.  Syamsul sendiri menjadi tahanan KPK sejak tahun 2010 karena terbukti korupsi dana APBDn Langkat tahun 2000-2007 senilai Rp102,7 miliar, pada saat menjabat Bupati Langkat.

Indikasi Syamsul Arifin menerima dana korupsi Biro Umum Setda Pemprovsu Tahun 2011, terkuak saat sidang lanjutan dugaan korupsi Biro Umum Setda Pemprov Sumut dengan terdakwa Aminuddin selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemprov Sumut. Dalam sidang di ruang utama Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (21/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Polim Siregar pun menunjukkan sejumlah bukti cek pencairan kepada majelis hakim.

“Izin majelis, kami ada memegang barang bukti berupa cek bulan Maret 2011, yang ada tanda tangan Syamsul Arifin. Sepengetahuan saya beliau ‘kan sudah masuk hotel prodeo,” ujar JPU Polim Siregar.

Jaksa mengatakan, di tangan mereka terdapat tiga cek dengan total uang Rp500 juta pada Maret 2011 yang ditandatangani oleh Syamsul Arifin, terdakwa Aminuddin dan Kepala Biro Umum Setda Pemprov Sumut H Anshari Siregar (Alm) selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Bahkan jaksa mengaku heran dengan adanya cek pencairan yang diteken langsung oleh Syamsul Arifin. “Terdakwa tidak mengaku dan selalu mengatakan itu tanggung jawab atasannya (Alm Ansyari). Anehnya kita ‘kan tahu Syamsul itu sudah ditahan di Jakarta, tetapi kok bisa ada tanda tangannya,” ujar jaksa.

Majelis hakim yang diketuai Suhartanto juga mempertanyakan kepada terdakwa Aminuddin perihal tandatangan Syamsul Arifin di lembaran cek pencairan itu. “Bagaimana Anda yakin itu tanda tangan Syamsul Arifin?” tanyanya.

Mendengar pertanyaan tersebut, lagi-lagi Aminuddin menjual nama mantan atasannya yang sudah meninggal, dalam hal ini Ansyari Siregar. “Saya diperintahkan Kabiro,” ungkapnya.

Dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa itu, nama Ridwan Panjaitan yang disebut-sebut sebagai Asisten Pribadi (Aspri) Gatot Pudjo Nugroho, kembali dibahas. “Ridwan ada menerima uang dari saya Rp407 juta. Dia itu setahu saya asisten pribadinya Pak Wakil Gubernur. Dana itu saya berikan bertahap sekitar enam kali. Dia (Ridwan) meminta uang secara lisan,” ujar Aminuddin.

Terdakwa menjelaskan, telah memberikan uang tersebut kepada Ridwan atas perintah atasannya Ansyari (alm) yang ketika itu menjabat Kabiro. “Dia (Ridwan) aspri. Kalau tidak, saya tidak mungkin berani mencairkan dana itu. Setiap ada kegiatan pak Wakil Gubernur saat itu,  dia (Ridwan) juga selalu ada,” urainya.

Mendengar jawaban tersebut, anggota majelis hakim Ahmad Drajad tak lantas percaya. Hal itu dikarenakan pencairan dana Rp407 juta yang diberikan terdakwa kepada Ridwan, makanismenya tidak tepat. “Jadi kalau tukang sapu atau sepatu dekat dengan Gatot, aspri juga? Saudara tahu kan Ridwan bukan di bagian rumah tangga tetapi bidang protokol. Jadi mau dia aspri atau apa, tidak bisa dicairkan uangnya. Itu lah kata si Neman (terdakwa berkas berbeda) itu, ini permainan semua,” tegas hakim.

Mendengar pernyataan hakim, terdakwa pun kembali mengungkapkan bahwa pencairan dana atas perintah Ansyari (Kabiro). “Saya nggak tahu. Setahu saya dia selalu berada di sebelah Wagub. Pak Ansari nelpon dan mengatakan cairkan dana untuk Pak Ridwan,” ucap terdakwa.

Mendengar jawaban terdakwa, Hakim Suhartanto pun mempertanyakan kenapa terdakwa bisa semudah itu percaya dan memberikan uang kepada Ridwan yang hanya sebagai calon pegawai. “Tetapi dia (Ridwan) dekat dengan pimpinan yang mulia,” jawab Aminuddin kembali.

Aminuddin selalu mengelak setiap menjawab pertanyaan majelis hakim maupun jaksa. Bahkan Aminuddin mengaku pernah pula meminta mengundurkan diri secara lisan dan tulisan kepada pimpinannya, Ansyari. Namun ketika itu Ansyari menolaknya dengan alasan, Ansyari tetap memintai tolong kepadanya.

“Saudara bilang pernah mengundurkan diri. Kenapa harus ke dia (Ansyari). Anda diangkat melalui SK Gubernur. Langsung saja ke atas. Kalaupun Anda merasa bertentangan dengan atasan, kenapa semua perintahnya terus dilakukan. Kan bisa tidak Anda tanda tangani agar pencairan beberapa dana terhambat. Kalau diperintah masuk jurang gimana. Jangan gitu la,” tanya hakim yang lantas mengundang gelak tawa pengunjung sidang.

Seperti diketahui, Aminuddin, Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemprov Sumut dijerat pasal berlapis dalam dua perkara berbeda. Dua perkara tersebut diantaranya korupsi anggaran rutin di Biro Umum Setda Pemrovsu tahun 2011 yang sebelumnya ditangani Poldasu serta kasus korupsi anggaran dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprovsu tahun 2011 yang sebelumnya ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).

Pada perkara anggaran rutin di Biro Umum Setda Pemprov Sumut, tim JPU (Jaksa Penuntut Umum), Mutiara Herlina, Wiwis dan Polim Siregar, dalam dakwaannya menyatakan Aminuddin bersama-sama dengan Nursyamsiah selaku Kabag Rumah Tangga pada Biro Umum Setda Pemprov Sumut, Neman Sitepu selaku Pelaksana Kasubbag Rumah Tangga Pimpinan Bagian Rumah Tangga pada Biro Umum Setda Pemprov Sumut dan Suweno selaku Staff Subbag Rumah Tangga Pimpinan Biro Umum Setda Pemprov Sumut (penuntutan secara terpisah) sebagai orang yang melakukan menyuruh atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau iranglain yang dapat merugikan negara. (far)

MEDAN-Mantan Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin ternyata masih menandatangani beberapa cek pencairan dana Biro Umum Setda Pemprov Sumut Tahun 2011, meski dirinya sudah mendekam di LP Salemba Jakarta.  Syamsul sendiri menjadi tahanan KPK sejak tahun 2010 karena terbukti korupsi dana APBDn Langkat tahun 2000-2007 senilai Rp102,7 miliar, pada saat menjabat Bupati Langkat.

Indikasi Syamsul Arifin menerima dana korupsi Biro Umum Setda Pemprovsu Tahun 2011, terkuak saat sidang lanjutan dugaan korupsi Biro Umum Setda Pemprov Sumut dengan terdakwa Aminuddin selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemprov Sumut. Dalam sidang di ruang utama Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (21/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Polim Siregar pun menunjukkan sejumlah bukti cek pencairan kepada majelis hakim.

“Izin majelis, kami ada memegang barang bukti berupa cek bulan Maret 2011, yang ada tanda tangan Syamsul Arifin. Sepengetahuan saya beliau ‘kan sudah masuk hotel prodeo,” ujar JPU Polim Siregar.

Jaksa mengatakan, di tangan mereka terdapat tiga cek dengan total uang Rp500 juta pada Maret 2011 yang ditandatangani oleh Syamsul Arifin, terdakwa Aminuddin dan Kepala Biro Umum Setda Pemprov Sumut H Anshari Siregar (Alm) selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Bahkan jaksa mengaku heran dengan adanya cek pencairan yang diteken langsung oleh Syamsul Arifin. “Terdakwa tidak mengaku dan selalu mengatakan itu tanggung jawab atasannya (Alm Ansyari). Anehnya kita ‘kan tahu Syamsul itu sudah ditahan di Jakarta, tetapi kok bisa ada tanda tangannya,” ujar jaksa.

Majelis hakim yang diketuai Suhartanto juga mempertanyakan kepada terdakwa Aminuddin perihal tandatangan Syamsul Arifin di lembaran cek pencairan itu. “Bagaimana Anda yakin itu tanda tangan Syamsul Arifin?” tanyanya.

Mendengar pertanyaan tersebut, lagi-lagi Aminuddin menjual nama mantan atasannya yang sudah meninggal, dalam hal ini Ansyari Siregar. “Saya diperintahkan Kabiro,” ungkapnya.

Dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa itu, nama Ridwan Panjaitan yang disebut-sebut sebagai Asisten Pribadi (Aspri) Gatot Pudjo Nugroho, kembali dibahas. “Ridwan ada menerima uang dari saya Rp407 juta. Dia itu setahu saya asisten pribadinya Pak Wakil Gubernur. Dana itu saya berikan bertahap sekitar enam kali. Dia (Ridwan) meminta uang secara lisan,” ujar Aminuddin.

Terdakwa menjelaskan, telah memberikan uang tersebut kepada Ridwan atas perintah atasannya Ansyari (alm) yang ketika itu menjabat Kabiro. “Dia (Ridwan) aspri. Kalau tidak, saya tidak mungkin berani mencairkan dana itu. Setiap ada kegiatan pak Wakil Gubernur saat itu,  dia (Ridwan) juga selalu ada,” urainya.

Mendengar jawaban tersebut, anggota majelis hakim Ahmad Drajad tak lantas percaya. Hal itu dikarenakan pencairan dana Rp407 juta yang diberikan terdakwa kepada Ridwan, makanismenya tidak tepat. “Jadi kalau tukang sapu atau sepatu dekat dengan Gatot, aspri juga? Saudara tahu kan Ridwan bukan di bagian rumah tangga tetapi bidang protokol. Jadi mau dia aspri atau apa, tidak bisa dicairkan uangnya. Itu lah kata si Neman (terdakwa berkas berbeda) itu, ini permainan semua,” tegas hakim.

Mendengar pernyataan hakim, terdakwa pun kembali mengungkapkan bahwa pencairan dana atas perintah Ansyari (Kabiro). “Saya nggak tahu. Setahu saya dia selalu berada di sebelah Wagub. Pak Ansari nelpon dan mengatakan cairkan dana untuk Pak Ridwan,” ucap terdakwa.

Mendengar jawaban terdakwa, Hakim Suhartanto pun mempertanyakan kenapa terdakwa bisa semudah itu percaya dan memberikan uang kepada Ridwan yang hanya sebagai calon pegawai. “Tetapi dia (Ridwan) dekat dengan pimpinan yang mulia,” jawab Aminuddin kembali.

Aminuddin selalu mengelak setiap menjawab pertanyaan majelis hakim maupun jaksa. Bahkan Aminuddin mengaku pernah pula meminta mengundurkan diri secara lisan dan tulisan kepada pimpinannya, Ansyari. Namun ketika itu Ansyari menolaknya dengan alasan, Ansyari tetap memintai tolong kepadanya.

“Saudara bilang pernah mengundurkan diri. Kenapa harus ke dia (Ansyari). Anda diangkat melalui SK Gubernur. Langsung saja ke atas. Kalaupun Anda merasa bertentangan dengan atasan, kenapa semua perintahnya terus dilakukan. Kan bisa tidak Anda tanda tangani agar pencairan beberapa dana terhambat. Kalau diperintah masuk jurang gimana. Jangan gitu la,” tanya hakim yang lantas mengundang gelak tawa pengunjung sidang.

Seperti diketahui, Aminuddin, Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemprov Sumut dijerat pasal berlapis dalam dua perkara berbeda. Dua perkara tersebut diantaranya korupsi anggaran rutin di Biro Umum Setda Pemrovsu tahun 2011 yang sebelumnya ditangani Poldasu serta kasus korupsi anggaran dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemprovsu tahun 2011 yang sebelumnya ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).

Pada perkara anggaran rutin di Biro Umum Setda Pemprov Sumut, tim JPU (Jaksa Penuntut Umum), Mutiara Herlina, Wiwis dan Polim Siregar, dalam dakwaannya menyatakan Aminuddin bersama-sama dengan Nursyamsiah selaku Kabag Rumah Tangga pada Biro Umum Setda Pemprov Sumut, Neman Sitepu selaku Pelaksana Kasubbag Rumah Tangga Pimpinan Bagian Rumah Tangga pada Biro Umum Setda Pemprov Sumut dan Suweno selaku Staff Subbag Rumah Tangga Pimpinan Biro Umum Setda Pemprov Sumut (penuntutan secara terpisah) sebagai orang yang melakukan menyuruh atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau iranglain yang dapat merugikan negara. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/