25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Lingkar Indonesia Segera Serahkan Bukti Baru ke Ditkrimsus, Apa Itu?

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Lingkar Indonesia akan kembali mendatangi penyidik Ditkrimsus di Mapolda Sumut terkait temuan terbaru soal kenaikan honorarium KPID Sumut 2016-2019 yang diduga kuat melanggar hukum. SK kenaikan honorarium itu hanya disepakati di rapat pleno KPID dan diduga tanpa disahkan gubernur melalui Peraturan Gubernur (Pergub).

Temuan tersebut akan diserahkan pada Senin, 25 April 2022 mendatang, dengan menyerahkan dokumen Berita Acara Rapat Pleno usulan kenaikan honorarium dan tunjangan penghasilan komisioner yang dijadikan dasar hukum kenaikan honor dalam APBD Provinsi Sumatera Utara.

“Sesuai aturan perundang-undangan, kalaupun disepakati di rapat pleno ada perubahan kenaikan honorarium, tetap dasar hukumnya adalah Peraturan Gubernur. Dalam risalah Rapat Pleno jelas disebutkan, usulan kenaikan itu mengingat honorarium dan tunjangan KPID sudah berlaku 8 tahun berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No 15 tahun 2009 tanggal 28 April 2009. Artinya jelas, landasan hukum kenaikan honorarium atau tunjangan itu adalah Pergub. Titik,” ungkap Edy Simatupang, ketua investigasi Lingkar Indonesia kepada wartawan, Jumat (22/4).

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim Lingkar Indonesia, kenaikkan honor dan tunjangan penghasilan komisioner KPID mulai berlaku sejak 1 Januari 2018, dengan besaran penghasilan untuk Ketua menjadi Rp18.500.000, untuk Wakil Ketua Rp18.000.000, dan anggota sebesar Rp17.500.000. “Ini ganjil sekali. Rapat pleno dilakukan tanggal 29 Desember 2017, namun sudah berlaku sejak Januari 2018,” kata Edy.

Dia menyatakan, sangat mustahil bisa terbit Pergub dalam hitungan hari karena usulan tersebut sebagaiman lazimnya runtutan birokrasi harus dieksaminasi berjenjang di jajaran Pemprov Sumut. Edy menduga ini adalah bentuk “akal-akalan” yang tidak sesuai dengan proses penganggaran APBD yang dilakukan oleh komisioner KPID periode 2016-2019.

Pasalnya, dalam Berita Acara rapat pleno tersebut dinyatakan penyesuaian honorarium dan tunjangan penghasilan berlaku sejak 1 Januari 2018, sementara rapat pleno dilakukan pada 29 Desember 2017. “Sesuai peraturan, pembahasan RAPBD tahun selanjutnya sudah selesai dibahas pada akhir tahun. Pertanyaannya, lalu dari mana anggaran penyesuaian tersebut diambil, sedangkan pembahasan RAPBD sudah selesai. Benar-benar ajaib kinerja KPID periode 2016-2019. Markibong. Mari kita bongkar habis sampai ke akar-akarnya. Kami sudah minta ke Tim Penyidik Ditkrimsus, masalah ini harus tuntas setuntasnya,” kata Edy.

Edy mempertanyakan peranan jajaran birokrat di Pemprovsu terutama Dinas Kominfo yang turut bertanggung jawab terhadap KPID. Namun, dia melihat, Dinas Kominfo terkesan sangat lemah melakukan pengawasan. Kata dia, Dinas Kominfo seperti melakukan pembiaran terhadap pelanggaran aturan hukum yang berlaku sehingga banyak kejanggalan yang dilakukan oleh komisioner KPID.

“Perpanjangan masa jabatan tanpa SK Gubernur. Bendahara pengeluaran dijabat oleh komisioner, nah sekarang muncul lagi dugaan kenaikkan honor tanpa Pergub, hanya berdasarkan rapat pleno komisioner. Semua dibiarkan,” kata Edy menambahkan.

Untuk itulah, menurut Edy pihaknya melaporkan semua kejanggalan kejanggalan yang kemungkinan juga melibatkan pihak di luar komisioner KPID ke pihak kepolisian. Ini agar semuanya menjadi clear and clean sekaligus menjadi peringatan bagi berbagai pihak yang menggunakan dana publik untuk tetap mematuhi peraturan perundang-undangan.

“Kami yakin Ditkrimsus Polda Sumut akan menyidik kasus dugaan penyalahgunaan anggaran negara oleh KPID 2016-2019 ini secara cepat, tepat, dan terukur,” pungkas Edy.(adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Lingkar Indonesia akan kembali mendatangi penyidik Ditkrimsus di Mapolda Sumut terkait temuan terbaru soal kenaikan honorarium KPID Sumut 2016-2019 yang diduga kuat melanggar hukum. SK kenaikan honorarium itu hanya disepakati di rapat pleno KPID dan diduga tanpa disahkan gubernur melalui Peraturan Gubernur (Pergub).

Temuan tersebut akan diserahkan pada Senin, 25 April 2022 mendatang, dengan menyerahkan dokumen Berita Acara Rapat Pleno usulan kenaikan honorarium dan tunjangan penghasilan komisioner yang dijadikan dasar hukum kenaikan honor dalam APBD Provinsi Sumatera Utara.

“Sesuai aturan perundang-undangan, kalaupun disepakati di rapat pleno ada perubahan kenaikan honorarium, tetap dasar hukumnya adalah Peraturan Gubernur. Dalam risalah Rapat Pleno jelas disebutkan, usulan kenaikan itu mengingat honorarium dan tunjangan KPID sudah berlaku 8 tahun berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No 15 tahun 2009 tanggal 28 April 2009. Artinya jelas, landasan hukum kenaikan honorarium atau tunjangan itu adalah Pergub. Titik,” ungkap Edy Simatupang, ketua investigasi Lingkar Indonesia kepada wartawan, Jumat (22/4).

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim Lingkar Indonesia, kenaikkan honor dan tunjangan penghasilan komisioner KPID mulai berlaku sejak 1 Januari 2018, dengan besaran penghasilan untuk Ketua menjadi Rp18.500.000, untuk Wakil Ketua Rp18.000.000, dan anggota sebesar Rp17.500.000. “Ini ganjil sekali. Rapat pleno dilakukan tanggal 29 Desember 2017, namun sudah berlaku sejak Januari 2018,” kata Edy.

Dia menyatakan, sangat mustahil bisa terbit Pergub dalam hitungan hari karena usulan tersebut sebagaiman lazimnya runtutan birokrasi harus dieksaminasi berjenjang di jajaran Pemprov Sumut. Edy menduga ini adalah bentuk “akal-akalan” yang tidak sesuai dengan proses penganggaran APBD yang dilakukan oleh komisioner KPID periode 2016-2019.

Pasalnya, dalam Berita Acara rapat pleno tersebut dinyatakan penyesuaian honorarium dan tunjangan penghasilan berlaku sejak 1 Januari 2018, sementara rapat pleno dilakukan pada 29 Desember 2017. “Sesuai peraturan, pembahasan RAPBD tahun selanjutnya sudah selesai dibahas pada akhir tahun. Pertanyaannya, lalu dari mana anggaran penyesuaian tersebut diambil, sedangkan pembahasan RAPBD sudah selesai. Benar-benar ajaib kinerja KPID periode 2016-2019. Markibong. Mari kita bongkar habis sampai ke akar-akarnya. Kami sudah minta ke Tim Penyidik Ditkrimsus, masalah ini harus tuntas setuntasnya,” kata Edy.

Edy mempertanyakan peranan jajaran birokrat di Pemprovsu terutama Dinas Kominfo yang turut bertanggung jawab terhadap KPID. Namun, dia melihat, Dinas Kominfo terkesan sangat lemah melakukan pengawasan. Kata dia, Dinas Kominfo seperti melakukan pembiaran terhadap pelanggaran aturan hukum yang berlaku sehingga banyak kejanggalan yang dilakukan oleh komisioner KPID.

“Perpanjangan masa jabatan tanpa SK Gubernur. Bendahara pengeluaran dijabat oleh komisioner, nah sekarang muncul lagi dugaan kenaikkan honor tanpa Pergub, hanya berdasarkan rapat pleno komisioner. Semua dibiarkan,” kata Edy menambahkan.

Untuk itulah, menurut Edy pihaknya melaporkan semua kejanggalan kejanggalan yang kemungkinan juga melibatkan pihak di luar komisioner KPID ke pihak kepolisian. Ini agar semuanya menjadi clear and clean sekaligus menjadi peringatan bagi berbagai pihak yang menggunakan dana publik untuk tetap mematuhi peraturan perundang-undangan.

“Kami yakin Ditkrimsus Polda Sumut akan menyidik kasus dugaan penyalahgunaan anggaran negara oleh KPID 2016-2019 ini secara cepat, tepat, dan terukur,” pungkas Edy.(adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/