Kajatisu Akui Kinerja Anggotanya Amburadul
MEDAN-Teka-teki penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU) senilai Rp38 miliar yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) terjawab sudah. Ternyata kasus yang ditengarai melibatkan sejumlah pejabat di universitas negeri tertua di Pulau Sumatera Utara itu sudah dihentikan. Uniknya, pengumuman penghentian penyelidikan ini diumumkan Kajatisu AK Basuni Masyarif SH MH Kamis (21/7), hanya sehari jelang ulang tahun ke 51 korps Adhyaksa itu.
Dari amatan wartawan Sumut Pos, Kajatisu tampak gusar saat mengumumkan penghentian penyelidikan kasus ini di Aula Kejatisu. Didampingi Wakajatisu, Bambang Setyo Wahyudi SH MH, Aspidsus Mansyur SH MH, Asintel Andar Perdana SH MH, Kajatisu menegaskan kalau penghentian ini atas atensi dari pejabat di Kejaksaan Agung RI di Jakarta. “Penyelidikan kasus dugaan korupsi USU, sudah dihentikan atas atensi dari Kejagung RI,” kata Kajatisu.
Ketika didesak alasan yang melatarbelakangi pertimbangan pemberhentian kasus korupsi di alkes USU ini
Kajatisu terlihat berbincang dengan Aspidsus Mansyur SH, yang duduk di sebelah kanannya. Tetapi tampaknya Mansyur tidak dapat memberikan keterangan pada AK Basuni Masyarif. Aspidsus itu kemudian terlihat membuka dan membolak-balik berkas, lembar demi lembar yang dikliping di map warna merah. Tetapi Mansyur tidak juga memberikan keterangan yang diinginkan Kajatisu.
Melihat tingkah Aspidsus, Kajatisu langsung memanggil Kasi Penkum Kejatisu Edi Irsan Kurniawan Tarigan SH yang berdiri dibelakangnya. Intonasi suaranya terdengar keras. ”Edi… Edi… sini dulu. Coba jelaskan sejauh mana penanganan kasus alkes USU, yang ditanyakan wartawan,” tegas Basuni.
Dengan sedikit menunduk di hadapan pimpinannya, Kasi Penkum membisikan sesuatu pada dirinya hingga Kajasitu mengangguk-angguk. Akhirnya Kajatisu kembali memberikan keterangan. “Sebenarnya yang lebih tahu kasus ini adalah Kasi Penyidikan, Jufri (Jufri Nasution SH, Red), yang saat ini sedang sekolah di Jakarta. Yang jelas kasus itu sudah diberhentikan, sedangkan berkasnya sudah dikirim ke Kejagung RI. Saya lupa kapan, saya tidak ingat,” tegas Basuni mengaku tidak menguasai materi.
AK Basuni berdalih, di tengah plus minus kinerja anggotanya, Kejatisu saat ini tengah menangani tunggakan kasus korupsi yang mencapai 37 perkara. ”Saya mengaku kinerja anggota saya amburadul dalam melakukan penyelidikan perkara korupsi yang ditangani,” kesal Basuni.
Kinerja tak becus anggotanya ini membuat dirinya terbebani dalam melakukan pembinaan terhadap anggotanya. “Ini yang menjadi beban yang harus diselesaikan, akan dibentuk tim untuk membayar tunggakan (kasus) dari tahun 2005-2010. (Tugas tim) melakukan supervisi on the spot, dalam 2 bulan harus diselesaikan,” tegasnya.Sementara itu Aspidsus Kejatisu Mansyur SH, ketika dimintai tanggapannya perihal penghentian kasus alkes USU, pria paruh baya ini buru-buru menyatakan kalau dirinya belum tahu karena masih baru bertugas sebagai Aspidsus. “Nanti ya… nanti ya… Datang saja nanti ke ruangan saya. Kasus itu saya belum tahu, saya masih baru,” kelit Mansyur sembari berjalan menuju kerumunan ibu-ibu dharma karini.
Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis mengkritik keras penghentian penyelidikan dugaan kasus penyelewengan dana alkes ini. “Penutupan kasus ini menunjukan kinerja Kejatisu sudah tidak becus. Jadi wajar masyarakat tidak lagi mempercayai aparat penegak hukum yang satu itu,” ucap Muslim Muis.
Ketidakmampuan Kajatisu AK Basuni Masyarif memberikan alasan penghentian penyelidikan kasus dugaan korupsi alkes USU ini menimbulkan keheranan.
“Ini preseden buruk penegakan hukum di Sumut. Kalau memang kasus itu ditutup harus melalui mekanisme perundang-undangan yang jelas apa alasannya. Jaksa juga harus mengumumkan soal SP3 alkes itu,” beber Muslim Muis.
Muslim Muis makin yakin, ada oknum-oknum di kejaksaan yang bermain dengan perkara alkes USU. “Dalam hal ini masyarakat menuding bahwa Kejatisu telah menerima upeti dari oknum-oknum yang bermasalah dalam perkara dugaan korupsi USU tersebut,” ucap Muis.
Muslim Muis meminta Jaksa Agung RI segera meninjau kembali kinerja Kajatisu. KPK juga diminta untuk mengambil alih penyelidikan dugaan korupsi alkes USU.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa, mendukung penghentian perkara dugaan korupsi alkes. Alasannya, jika benar Nazaruddin sebagai pihak yang tender yang lapor ke Kejati Sumut, maka berarti ada unsur dendam.
“Saya sepakat jika kasus ini dihentikan, karena sifatnya ada balas dendam, ada tekanan kepada aparat hukum oleh orang yang berasal dari partai penguasa. Saya tak setuju jika para profesor di USU jadi korban politik kekuasaan,” ujar Desmond J Mahesa kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.
Menurut politisi dari Partai Gerindra itu, perkara ini lebih banyak nuansa politiknya dibanding kasus hukumnya. “Jika benar Nazaruddin yang kalah lantas lapor ke Kejati, berarti ini modus partai penguasa menggunakan jurus-jurusnya untuk menekan dan menghabisi. Berarti ini tidak beres,” ujar mantan aktivis itu.
Dia mengatakan, selagi sekarang kasus Nazaruddin dengan sejumlah sepak-terjangnya sedang menjadi sorotan, maka penanganan perkara ini layak ditinjau ulang. “Jika ada dugaan by design, ya sebaiknya dihentikan saja,” cetusnya.
Bagaimana jika memang ada korupsi di proyek alkes RS USU itu? Menurut Desmond, yang namanya proyek, jika dikorek-korek, pasti ada unsur korupsinya. “Komposisi adukan semennya pun bisa dikilik-kilik menjadi unsur korupsi,” katanya.
Seperti diberitakan, beredar informasi Nazaruddin, lewat Mindo Rosalina Manulang, anak buah Nazaruddin di PT Anak Negeri, bermain di proyek pengadaan alkes USU yang dananya bersumber dari PAPBN 2010 sebesar Rp38 miliar.
Sumber tersebut mengatakan, pihak USU minta tolong Nazaruddin ‘menjolok’ dan membantu mengurus anggaran tersebut agar bisa jatuh ke USU.
Imbalannya, Nazaruddin dapat proyek pengadaan alkes di Rumah Sakit Pendidikan USU. Hanya saja, Nazar malah gagal mendapatkan proyek itu. Atas dasar inilah diduga pihak Nazaruddin membongkar dugaan korupsi.
Namun, hal tersebut dibantah Kabag Humas USU Bisru Hafi. “Itu tidak benar, tak ada hubungannya dengan orang-orang tersebut,” katanya. (rud/sam)