Disinggung besaran kenaikan upah yang diinginkan, Willy mengatakan 20 sampai 25 persen. Selain itu, disebut Willy, upah minimum sektoral yang sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 harus tetap diberlakukan. “UMP Sumut kita minta Naik Menjadi sebesar 2,8 Juta, UMK Medan dan Deli Serdang 3,5 juta. Bila pemerintah tidak mendengarkan aspirasi kaum buruh, maka kami kaum buruh di Sumut akan mempersiapkan aksi unjuk rasa besar besaran untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum tanpa menggunakan PP 78 Tahun 2015, “ ucapnya tegas.
Menurutnya, kenaikan 8,03 persen akan membuat daya beli kaum buruh semakin menurun akibat kenaikan upah minimum yang rendah. Terlebih scara bersamaan, di tengah melemahnya rupiah terhadap dollar dan meningkatnya harga minyak dunia, berpotensi mengakibatkan harga-harga barang kebutuhan dan BBM jenis premium akan naik seperti pertamax yang sudah mengalami kenaikan.
“Dengan demikian, kenaikan upah yang hanya 8,03 persen tidak akan memberi manfaat bagi kaum buruh dan rakyat kecil di tengah kenaikan harga-harga barang tadi, yang oleh doctor Rizal Ramli diperkirakan akan terjadi pada bulan Desember 2018. Padahal upah minimum mulai berlaku Januari 2019, “ tandasnya.
Hal senada dikatakan Ketua Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Sumut, Eben. Menurut Eben pihaknya juga akan melakukan aksi protes kenaikan UPM 8,03 persen. Dia menilai, PP 78 bukan regulasi yang bisa menjamin upah buruh bisa lebih baik. Bahkan, dikatakannya dapat disebut PP 78 menjadi regulasi pengupahan di bawah regulasi sebelumnya.
“Kita akan berupaya meyakinkan Gubernur dan Dewan Pengupahan, untuk tidak menerapkan 8,03 persen itu di Sumut. Kalau tetap diterapkan, kita situasional. Kalau memang gerakannya bangkit untuk menolak itu, maka kita akan terlibat, “ ucap Eben.