Site icon SumutPos

Bos Ada Jadi Mobil Teman Sekolah OK Arya

Foto: Parlindungan/Sumut Pos
Ayen alias Sujendi Tarsono, OK Arya Zulkarnain dan Helman Herdadi saat duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ayen alias Sujendi Tarsono, pengusaha Ada Jadi Mobil di Medan, menyebutkan kalau Maringan Situmorang –yang menjadi koordinator fee proyek sebesar 10 persen untuk Bupati Batubara–, mengenal OK Arya Zulkarnain melalui dirinya.

“OK Arya adalah teman lama saya sejak sekolah. Sedangkan Maringan Situmorang saya kenal karena sering datang ke showroom mobil Ada Jadi Mobil di Medan,” kata Ayen saat menyampaikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek yang melibatkan Bupati Batubara, OK Arya, di ruang Cakra I Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (22/3) siang.

Adapun pembicaraan fee proyek, Ayen menaku tidak tahu menahu, karena OK Arya dan Maringan bicara berdua di bagian belakang showroomnya. “Maringan Situmorang sudah lama kerja di Batubara. Dia pancing saya: ‘kau dekat sama Bupati, mintalah kerjaan. Ada nanti untuk kau.’ Tapi tidak saya tanggapi. Katanya jembatan yang dibangun si Johan itu miring. Kemudian dia cerita, dirinya sering bangun jembatan di tempat lain. Kata Pak OK, kalau nanti ada kerjaan jembatan, kau ikut tender,” ujar Ayen.

Tidak lama sejak pembicaraan itu, OK Arya memberi daftar proyek kepada Ayen. OK Arya memintanya mencatat proyek yang sudah diberi tanda kata “Situ”. Selanjutnya catatan diserahkan pada Maringan Situmorang. Sementara list daftar proyek kembali dibawa oleh OK Arya.

“Saat itu OK Arya berpesan agar catatan itu diserahkan pada Situmorang. ‘Ini kasih Situmorang, nanti suruh dia yang mengoordinir, kata Pak OK. Waktu saya kasih pada Situmorang, ternyata Situmorang sudah mengerti,” ujar Ayen.

Ayen juga menyebut dirinya pernah disuruh datang oleh Maringan ke Tree Moon Cafe di Lippo Mall, di Jalan Diponegoro Medan. Saat itu ada Mangapul, Parlin, dan Saiful. Tidak lama kemudian Taufiq datang.

Saat itu, pembicaraan Maringan dengan para kontraktor sudah selesai. Hanya saja para kontraktor sempat bertanya bagaimana dirinya kenal dengan Bupati. Selain itu, para kontraktor mengeluh selama ini mereka ambil pekerjaan dari Johan, yang untungnya tipis. Adapun Maringan saat itu mengatakan padanya, ada fee 10 persen untuk Bupati dari setiap proyek.

“Kalau ngumpulin uang sama saya, tidak. Pak OK suruh Situmorang, lalu Situmorang kumpul uang sama saya. Setiap ada uang masuk, saya lapor ke Pak OK: Bang, ini ada uang yang masuk. Kalau saya tanya, katanya uang proyek karena dapat kerja dari Situmorang. Tapi saya tidak tahu proyek apa, ” ujar Ayen.

Kadis PUPR Tak Paham Proses Lelang

Sementara mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Batubara, Helman Herdadi, dalam sidang yang sama, menyebut Maringan Situmorang sebagai koordinator sebagian proyek pada Dinas PUPR Batubara.

“Maringan Situmorang ditunjuk langsung oleh Bupati Batubara (non-aktif, Red), OK Arya Zulkarnain, sebagai koordinator proyek,” kata Helman, saat menyampaikan keterangan di Pengadilan Tipikor Medan.

Penunjukan Maringan sebagai koordinator proyek, terkait penyetoran fee proyek untuk Bupati. Atas penunjukan itu, Helman pun menghubungi dan menemui Maringan sebanyak 2 kali. Pertama di Big White Coffee di Jalan Sei Batang Hari. Pada pertemuan itu, ada Maringan, Mangapul, dan Parlin, ketiganya kontraktor. Saat itu, Helman mengambil daftar list proyek yang akan dikerjakan Maringan.

Pertemuan kedua, dilakukan di Hotel Grand Kanaya, Jalan Darussalam. Saat itu, hadir Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bernama Yunus. Mereka membahas Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek. Usai membicarakan HPS, anggota Pokja bernama Syafrizal datang.

“Penetapan HPS untuk menentukan pembagian, mengingat ada fee 10 persen dari pagu anggaran untuk setiap proyek di Dinas PUPR Kabupaten Batubara. Fee itu untuk Bupati OK Arya,” terang Helman kepada Majelis Hakim.

Hakim Ketua kemudian menanyakan kepada Helman apakah proses lelang oleh Unit Lelang Pengadaan (ULP) hanya formalitas?

Tanpa ragu, Helman mengakui bahwa proses lelang di LPSE (Lelang Proyek Seluruh Indonesia) hanya untuk memenuhi ketentuan peraturan dan perundang-undangan saja. Helman bahkan mengakui dirinya tidak memahami proses lelang di LPSE, serta tidak memiliki sertifikasi untuk menjadi Kepala Dinas.

Ditanya apakah dirinya pernah menerima fee dari Saiful Azhar, Helman mengaku pernah. Saiful mentransfer uang Rp400 juta ke rekeningnya. Saat itu Saiful berpesan jika uang itu Rp300 juta untuk fee Bupati, dan Rp100 juta untuk dirinya sebagai Kadis PUPR, dari proyek peningkatan jalan Labuhan Ruku menuju Mesjid Lama Kecamatan Talawi.

Uang itu, lanjutnya, seharusnya diserahkan langsung kepada Maringan selaku koordinator proyek. Namun karena alasan yang tidak diketahuinya, Saiful Azhar memilih mentransfer kepadanya. “Tapi saya bilang untuk saya tidak usah. Saya bilang, lunasi saja dulu sama Pak Bupati, karena saya sudah ditekan oleh Maringan,” terang Helman.

Sebelumnya, Penuntut umum KPK, Ariawan Agustitiartono menyebutkan, uang suap mencapai Rp8 miliar diduga diterima oleh Sujendi Tarsono alias Ayen dan mantan Kadis PUPR Batubara, Helman Herdadi. Uang suap itu dikumpulkan Ayen dan Helman dari sejumlah pengusaha atau rekanan.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 ayat a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (ain)

Exit mobile version