Site icon SumutPos

Kubu Mahasiswa dan Kubu Satma PP Saling Lapor

Foto: Sormin/PM Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumut, bentrok dengan Satuan Mahasiswa (Satma) Pemuda Pancasila (PP), Senin (21/11) pagi. Akibatnya, 7 luka dan dilarikan ke Rumah Sakit Haji Medan.
Foto: Sormin/PM
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumut, bentrok dengan Satuan Mahasiswa (Satma) Pemuda Pancasila (PP), Senin (21/11) pagi. Akibatnya, 7 luka dan dilarikan ke Rumah Sakit Haji Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bentrok sesama mahasiswa yang pecah di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut Jalan Pasar 5 Timur, Desa Medan Estate, Percut Seituan, Selasa (21/11) lalu, berbuntut panjang. Setelah Rektorat UIN melakukan mediasi kepada kedua kubu, hasilnya tak mengeluarkan kata sepakat damai. Bahkan, kedua kubu yang bertikai ini saling buat laporan ke Polrestabes Medan, atas dugaan kasus penganiayaan, pengeroyokan, dan pengrusakan.

Mulanya, kubu dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Mahasiswa Pencinta Alam Semesta (Mapasta) UIN Sumut, mendatangi gedung Satuan Reskrim Polrestabes Medan. Tujuannya untuk melaporkan kubu dari yang disebut-sebut Satuan Mahasiswa (Satma) PP. Sebab, terlapor dituding sebagai pelaku penyerangan dan penganiayaan.

“Kami punya bukti rekaman, kalau itu dari pihak Satma luar kampus yang melakukan penyerangan ke dalam. Sudah tahu kami, siapa-siapa saja yang nyerang ataupun aktor intelektualnya,” tutur Arief, seorang alumni, bersama puluhan mahasiswa, Selasa (22/11) siang.

Arief mengatakan, pihaknya belum menempuh jalur damai. Sebab, mahasiswa yang mengalami luka parah, lantaran dihantam benda tumpul, dan senjata tajam, didominasi dari pihak PMII dan Mapasta. “Kuasa hukum kami yang melaporkan kasus ini,” imbuhnya.

Ia juga mengatakan, sejatinya polisi dapat menyelidiki kasus penyerangan ini tanpa harus menerima laporan pengaduan dari korban. “Ini kan delik hukum. Ada korban sampai terluka parah, masa mesti buat laporan dulu. Kami harap polisi dapat menuntaskan kasus ini, dan menangkap pelaku penyerangan,” kata Arief.

Lalu pada sore hari, giliran Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sumut yang menyambangi Polrestabes Medan. Tujuannya sama, yakni untuk melaporkan balik kubu PMII dan Mapasta atas dugaan kasus pengerusakan. “Kami bukan pihak dari Satma, kami dari Fakultas Syariah dan Hukum. Kami melaporkan PMII dan Mapasta, karena melakukan pengrusakan kantor sekterariat di dalam fakultas,” tutur M Alwi Hasbi Silalahi, yang juga alumni, didampingi sejumlah mahasiswa lain.

Alwi menambahkan, pengrusakan terjadi setelah kericuhan, saat massa PMII melakukan aksi unjukrasa. “Ini kan yang ribut antara Habibie (36) (Kepala Pusbanglis Sumut) dengan Alamsyah Toyib Hasibuan (22) (Ketua Senat Mahasiswa-Fakultas UIN Sumut). Lalu kenapa jadi kami yang kena? Sampai-sampai sekret (kantor senat) dirusak, dan dibakar,” ungkapnya.

Menurutnya, kubu PMII dan Mapasta melakukan aksi sweeping ke seluruh kampus, setelah ricuh demo tersebut. “Saat itulah sekret di dalam fakultas dirusak. Ketua Satma, bernama Rahmad Sukur Harahap ditikam,” jelas Alwi.

Meski sudah membuat laporan, pihaknya siap menempuh jalur perdamaian. “Tapi mereka (PMII-Mapasta) enggak mau. Yang ada, malah buat laporan lebih dulu,” imbuh Alwi.

Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Fahrizal menjelaskan, pihaknya telah menerima laporan kasus bentrok yang terjadi di UIN Sumut. Saat ini, masih melakukan pemeriksaan.

Sementara Gubernur Fakultas Syariah, Bay Hakim mengatakan, yang jadi permasalahan sebenarnya adalah tidak adanya keterkaitan Fakultas Syariah dan Hukum, namun fakultas tersebut menjadi tempat penyerangan dari amukan sekelompok mahasiswa, dengan membawa beberapa senjata tajam, seperti cangkul, parang, pisau, juga bambu panjang. “Penyerangan itu membuat mahasiswa yang berada di sekeliling fakultas sontak merasa ketakutan dan menjerit. Penyerangan itu juga sampai ke gedung dekanat,” bebernya.

Menurutnya, karena tidak terima dengan penyerangan itu, maka beberapa mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum menyerang kembali. “Karena pada hakikatnya fakultas adalah tempat pelaksanaan proses perkuliahan. Dan pasca penyerangan kembali, pihak rektorat memanggil seluruh organisasi mahasiswa, baik unit kegiatan kampus, unit kegiatan mahasiswa, organisasi intra, dan organisasi kemahasiswaan, untuk menandatangani surat pernyataan akan bersikap damai, tapi ada organisasi kemahasiswaan yang tidak menandatangani surat tersebut,” katanya.

“Saya pribadi sangat menyayangkan dan cukup kecewa atas kejadian tersebut, hingga mengakibatkan banyaknya korban yang berjatuhan. Padahal banyak jalan yang bisa kita tempuh untuk mencari jalan perdamaian. Saya juga berharap kejadian ini cukup yang terakhir kalinya, karena kejadian ini tidak menunjukkan mahasiswa sebagai agent of change dan agent of social control,” katanya.

Sementara suasana kampus UIN Sumut, pasca bentrok masih dijaga ketat aparat, Selasa (22/11). Puluhan personel kepolisian terlihat berjaga-jaga di sekitar kampus. Sebagian mahasiswa dari beberapa fakultas juga meliburkan diri karena merasa trauma dengan kejadian bentrok, Senin (21/11) lalu.

“Benar, polisi itu untuk menjaga keamanan kampus. Memang ada mahasiswa yang libur, mungkin masih ada yang trauma. Tapi, banyak juga yang masuk kuliah hari ini seperti biasa, dan kami imbau agar tidak takut kuliah karena sudah dijaga polisi,” kata Wakil Rektor I Safaruddin.

Terkait sikap rektorat terhadap pelaku penyerang mahasiswa, Safaruddin terkesan belum berani mengambil sikap. Ia hanya mengaku, pihaknya masih mempelajari kasusnya. Namun, jika pelakunya mahasiswa dan terbukti bersalah, maka akan ditindak, hingga sanksi pemecatan, sesuai aturan kampus tentang tata tertib mahasiswa.

Sementara berdasarkan pantauan, puluhan personel kepolisian lengkap dengan truk polisi, berjaga-jaga di kampus UIN Sumut. Ratusan mahasiswa juga nampak berkumpul di depan pelataran biro rektorat melakukan kegiatan zikir dan berdoa bersama untuk keamanan kampus.

Mahasiswa yang tergabung dalam PMII itu, juga sekaligus menggelar aksi menuntut agar pelaku penyerangan mahasiswa diusut tuntas. Aksi yang dipimpin oleh alumni Fakultas Syariah UIN Sumut dan mantan Ketua Umum PPMI Sumut A Jabidi Ritonga itu, dilakukan dengan membuka baju selama 1 menit, untuk menunjukkan, mahasiswa tidak takut dengan oknum preman. Aksi tersebut berlangsung damai dengan pengawalan ketat kepolisian. (ted/ris/saz)

Exit mobile version