25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

BNI Dibobol Rp129 Miliar, Boy Terindikasi Disembunyikan

MEDAN-Upaya pencairan tersangka pembobol Bank BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan sebesar Rp129 miliar, Boy Hermansyah belum menuai hasil. Saat ini keberadaan pria yang masuk dalam DPO interpol itu belum terlacak.

“Upaya pencarian masih dilakukan. Saat ini belum bisa dipastikan keberadaannya dimana. Ada yang bilang dia di Malaysia. Tapi, terus kami upayakan,” jelas Kasi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejatisu, Marcos Simaremare, Senin (23/1).

Marcos menambahkan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan interpool terkait pencarian Boy Hermansyah. Namun, belum menuai hasil diharapkan.  Tidak hanya pencarian Boy Hermansyah saja belum menuai hasil. Berkas keempat tersangka lainnya sekarang menjadi tahanan kota yakni Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Bahrul Azli, pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi, Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik dan Titin Indriani, Relationship BNI SKM Medan belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan.

Pasalnya, ada beberapa dokumen yang dibutuhkan belum didapat. Untuk mendapatkan dokumen itu harus mendapat persetujuan dari Gubernur Bank Indonesia.
“Dalam waktu dekat ini akan dilimpahkan. Dokumen yang kami minta sedang diproses di Bank Indonesia. Jadi, sudah tidak ada masalah,” ucap Marcos.
Sementara itu, Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Muslim Muis SH mengatakan, diduga kuat keberadaan Boy Hermansyah sengaja dilindungin kekuatan besar atau oknum tertentu sementara waktu. Diduga Boy akan dikeluarkan begitu empat tersangka pembobol Bank BNI Cabang Jalan Pemuda itu divonis.

Alasannya, keterangan Boy dan empat tersangka lainnya tidak bisa dikonfrontir atau apa yang terjadi sebenarnya tidak terkuak.
“Kami menduga dia disembunyikan oleh kekuatan besar sampai waktu yang ditentukan,” jelas Muslim Muis, Senin (23/1).

Dia menambahkan, apabila Boy ditangkap diduga akan berpengaruh pada bank bersangkutan. Dimana, bank dianggap memudahkan pencairan dana pinjaman. Padahal agunan digunakan sudah dipakai untuk pinjaman lain.

Dia juga menduga ada permainan dengan dugaan pihak dalam membantu pencairan dengan kesepakatan yang dibuat dua belah pihak. Untuk itulah ada dugaan penundaan penangkapan Boy agar hasil persidangan tidak ketahuan adanya kelemahan bank dalam mengeluarkan pinjaman.
Selain itu, kesalahan bisa dilimpahkan ke bank.  Mengingat Boy hanyalah pemohon. Tidak ubahnya pemohon lain. Pihak bank yang menentukan apakah mencairkan atau menolak.

“Diduga ada permainan dalam pencairan dana ini sehingga terlalu mudah diproses untuk peminjaman sebesar itu. Pihak bank tidak memeriksa dokumen yang diagunkan dan sebagainya,” katanya.

Dia mencontohkan perkara ini sama seperti kasus travel cek pemilihan Deputi Senior BI. Dimana, beberapa anggota DPR yang menerima disidangkan lebih dulu. Setelah semua disidangkan baru Nunun Nurbaeti ditangkap. Tentunya bila interpol punya kemauan tidak susah menangkap Boy Hermansyah.
Sekadar mengingatkan, Kejatisu sudah menyita beberapa aset milik tersangka Boy Hermansyah yakni 19 hektar lahan HGB 02, 1 unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Aceh Tamiang. Kejatisu juga telah menyita uang Rp60 miliar milik Boy dari rekeningnya di Bank BNI. Selain itu, sebesar Rp1,5 miliar milik PT Atakana di Bank Mandiri.

Penyitaan ini sebagai jaminan atas kerugian negara sebesar Rp53 miliar yang dibobol dari BNI dengan mengajukan kredit fiktif. Dalam perkara ini penyidik menemukan 4 pengucuran dana bermasalah dengan total

sebanyak Rp129 milir. Pertama adanya pengucuran kredit take over dari Bank Mandiri sebesar Rp23 miliar. Dimana Direktur PT BDKL, Boy Hermansyah mengajukan pengalihan kredit atau hutangnya di Bank Mandiri ke Bank BNI.

Dalam perkara ini ternyata sisa hutang Boy Hermnsyah hanya Rp 9 miliar. Temuan lain,adanya pengucuran kredit investasi refinancing Pabrik Kelapa Sawit (PKS) senilai Rp20 miliar. Dalam permohonan justru agunan kredit di Bank Mandiri yang diagunkan. Sehingga jaminan yang sama digunakan untuk dua jenis pinjaman. Bentuk dugaan penyimpangan lainya, adanya pengucuran kredit investasi pembelian kebun Sawit milik PT Atakana senilai Rp74,5 miliar. Tidak ada bukti jual beli kebun sawit dari PT Atakana ke PT BDKL. Sedangkan usulan kredit investasi rehabilitasi kebun sebesar Rp14 miliar. (rud)

MEDAN-Upaya pencairan tersangka pembobol Bank BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan sebesar Rp129 miliar, Boy Hermansyah belum menuai hasil. Saat ini keberadaan pria yang masuk dalam DPO interpol itu belum terlacak.

“Upaya pencarian masih dilakukan. Saat ini belum bisa dipastikan keberadaannya dimana. Ada yang bilang dia di Malaysia. Tapi, terus kami upayakan,” jelas Kasi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejatisu, Marcos Simaremare, Senin (23/1).

Marcos menambahkan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan interpool terkait pencarian Boy Hermansyah. Namun, belum menuai hasil diharapkan.  Tidak hanya pencarian Boy Hermansyah saja belum menuai hasil. Berkas keempat tersangka lainnya sekarang menjadi tahanan kota yakni Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Bahrul Azli, pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi, Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik dan Titin Indriani, Relationship BNI SKM Medan belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan.

Pasalnya, ada beberapa dokumen yang dibutuhkan belum didapat. Untuk mendapatkan dokumen itu harus mendapat persetujuan dari Gubernur Bank Indonesia.
“Dalam waktu dekat ini akan dilimpahkan. Dokumen yang kami minta sedang diproses di Bank Indonesia. Jadi, sudah tidak ada masalah,” ucap Marcos.
Sementara itu, Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Muslim Muis SH mengatakan, diduga kuat keberadaan Boy Hermansyah sengaja dilindungin kekuatan besar atau oknum tertentu sementara waktu. Diduga Boy akan dikeluarkan begitu empat tersangka pembobol Bank BNI Cabang Jalan Pemuda itu divonis.

Alasannya, keterangan Boy dan empat tersangka lainnya tidak bisa dikonfrontir atau apa yang terjadi sebenarnya tidak terkuak.
“Kami menduga dia disembunyikan oleh kekuatan besar sampai waktu yang ditentukan,” jelas Muslim Muis, Senin (23/1).

Dia menambahkan, apabila Boy ditangkap diduga akan berpengaruh pada bank bersangkutan. Dimana, bank dianggap memudahkan pencairan dana pinjaman. Padahal agunan digunakan sudah dipakai untuk pinjaman lain.

Dia juga menduga ada permainan dengan dugaan pihak dalam membantu pencairan dengan kesepakatan yang dibuat dua belah pihak. Untuk itulah ada dugaan penundaan penangkapan Boy agar hasil persidangan tidak ketahuan adanya kelemahan bank dalam mengeluarkan pinjaman.
Selain itu, kesalahan bisa dilimpahkan ke bank.  Mengingat Boy hanyalah pemohon. Tidak ubahnya pemohon lain. Pihak bank yang menentukan apakah mencairkan atau menolak.

“Diduga ada permainan dalam pencairan dana ini sehingga terlalu mudah diproses untuk peminjaman sebesar itu. Pihak bank tidak memeriksa dokumen yang diagunkan dan sebagainya,” katanya.

Dia mencontohkan perkara ini sama seperti kasus travel cek pemilihan Deputi Senior BI. Dimana, beberapa anggota DPR yang menerima disidangkan lebih dulu. Setelah semua disidangkan baru Nunun Nurbaeti ditangkap. Tentunya bila interpol punya kemauan tidak susah menangkap Boy Hermansyah.
Sekadar mengingatkan, Kejatisu sudah menyita beberapa aset milik tersangka Boy Hermansyah yakni 19 hektar lahan HGB 02, 1 unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Aceh Tamiang. Kejatisu juga telah menyita uang Rp60 miliar milik Boy dari rekeningnya di Bank BNI. Selain itu, sebesar Rp1,5 miliar milik PT Atakana di Bank Mandiri.

Penyitaan ini sebagai jaminan atas kerugian negara sebesar Rp53 miliar yang dibobol dari BNI dengan mengajukan kredit fiktif. Dalam perkara ini penyidik menemukan 4 pengucuran dana bermasalah dengan total

sebanyak Rp129 milir. Pertama adanya pengucuran kredit take over dari Bank Mandiri sebesar Rp23 miliar. Dimana Direktur PT BDKL, Boy Hermansyah mengajukan pengalihan kredit atau hutangnya di Bank Mandiri ke Bank BNI.

Dalam perkara ini ternyata sisa hutang Boy Hermnsyah hanya Rp 9 miliar. Temuan lain,adanya pengucuran kredit investasi refinancing Pabrik Kelapa Sawit (PKS) senilai Rp20 miliar. Dalam permohonan justru agunan kredit di Bank Mandiri yang diagunkan. Sehingga jaminan yang sama digunakan untuk dua jenis pinjaman. Bentuk dugaan penyimpangan lainya, adanya pengucuran kredit investasi pembelian kebun Sawit milik PT Atakana senilai Rp74,5 miliar. Tidak ada bukti jual beli kebun sawit dari PT Atakana ke PT BDKL. Sedangkan usulan kredit investasi rehabilitasi kebun sebesar Rp14 miliar. (rud)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/