MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Reginal (Divre) I Sumatera Utara (Sumut) memastikan tidak menjual tiket KA pada hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah/2021. Hal itu, karena manajemen KAI mengikuti perintah Pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan kebijakan larangan mudik.
“Manajemen KAI mematuhi kebijakan pemerintah terkait aturan mudik Lebaran 2021. Jadi hingga saat ini belum ada melayani penjualan tiket untuk Lebaran,” ungkap Manager Humas PT KAI Divre I, Mahendro Trang Bawono kepada wartawan di Medan, Jumat (23/4).
Mahendro mengungkapkan kebijakan larang mudik tahun ini, PT KAI mendukung dan mengikuti perintah dan instruksi dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dalam menekan penyebaran Covid-19.
Ia menjelaskan pihak PT KAI Divre I Sumut menunggu surat instruksi dari Kementerian Perhubungan dengan pelayanan penumpang menggunakan KA secara umumnya. “Menyangkut operasional perjalanan kereta api pada momen Lebaran itu, KAI masih menunggu surat edaran dari Kementerian Perhubungan,” jelas Mahendro.
Mahendro mengakui, larangan mudik pada tahun ini sangat berimbas dengan jumlah penumpang yang anjlok sejak tahun 2020 lalu, imbas dari pandemi COVID-19. “Banyak penumpang yang membatalkan keberangkatan,” katanya.
Mahendro mengungkapkan, jumlah penumpang KAI sebenarnya sudah mulai naik sejak awal 2021. Meski belum kembali ke angka normal, tapi menunjukkan grafik membaik. “Pandemi COVID-19 memang sangat berdampak pada angkutan KAI, “ tandasnya.
Syarat Naik Kereta Belum Diperketat
Sementara itu, hingga Jumat (23/4) kemarin, syarat bagi calon penumpang naik kereta jarak jauh belum diperketat. Calon penumpang masih bisa menggunakan surat hasil swab test/antigen Covid-19 yang diambil maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan.
PT Kereta Api Indonesia menyatakan, belum memberlakukan aturan pengetatan yang terdapat dalam Addendum Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021. Kendati seharusnya aturan pengetatan itu sudah diterapkan sejak Kamis dua hari lalu, tetapi belum bisa diimplementasikan di stasiun. Sebab, PT KAI masih menunggu aturan terbaru dari Kementerian Perhubungan.
“KAI masih menunggu Surat Edaran dari Kementerian Perhubungan terkait detail penerapannya pada moda transportasi Kereta Api,” kata VP Public Relation PT KAI Joni Martinus, Jumat pagi. “SE Kemenhub-nya belum ada (sampai saat ini),” sambung dia.
Oleh karena itu, KAI saat ini masih mengacu kepada aturan lama, yakni SE Kemenhub Nomor 27 Tahun 2021. Aturan tersebut menyatakan bahwa penumpang harus mengantongi bukti swab test PCR atau antigen dengan hasil negatif Covid-19 yang diambil dalam waktu maksimal 3×24 jam sebelum jadwal keberangkatan. Atau penumpang juga bisa melakukan tes Genose Covid-19 di stasiun pada hari keberangkatan.
Dalam Addendum SE Satgas Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021, aturan perjalanan dengan berbagai moda transportasi diperketat. Untuk kereta api, calon penumpang harus mengantongi bukti swab test PCR atau antigen dengan hasil negatif Covid-19 dalam waktu maksimal 1×24 jam sebelum jadwal keberangkatan.
Pengetatan syarat perjalanan ini dilakukan karena banyak masyarakat yang tetap hendak mudik meskipun sudah dilarang pada 6-17 Mei 2021. Pengetatan syarat perjalanan ini berlaku 22 April-5 Mei (sebelum pelarangan mudik) dan 18-24 Mei (pascapelarangan mudik). Addendum itu ditandatangani Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo pada Rabu, 21 April.
Penumpang Bisa Refund 100 Persen
Terpisah, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatur ketentuan pembatalan tiket perjalanan yang bertepatan dengan masa pemberlakukan larangan mudik Lebaran 6-17 Mei 2021. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Dalam beleid itu, diatur bahwa penyelenggara sarana transportasi darat, mencakup bus, mobil penumpang, serta kapal angkutan sungai, danau, dan penyeberangan, harus mengembalikan biaya tiket secara penuh 100 persen.
Pengembalian dana diberikan secara tunai kepada calon penumpang yang telah membeli tiket untuk perjalanan pada tanggal pemberlakukan larangan mudik. “Pengembalian biaya tiket dilakukan paling lama 7 hari sejak calon penumpang mengajukan permohonan pengembalian,” demikian tertulis dalam Permenhub 13/2021 yang dikutip, Jumat (23/4).
Sementara itu, untuk ketentuan pada transportasi udara, laut, dan kereta api, setiap penyelenggara atau badan usaha moda transportasi tersebut wajib untuk mengembalikan biaya pembatalan tiket kepada calon calon penumpang yang telah membeli tiket untuk perjalanan pada tanggal 6-17 Mei 2021.
Pengembalian tiket dapat dilakukan melalui 3 cara. Pertama, pengembalian biaya tiket 100 persen secara tunai dan harus dilakukan paling lama 30 hari sejak calon penumpang mengajukan permohonan pengembalian.
Kedua, dengan melakukan penjadwalan ulang untuk kelas yang sama bagi calon penumpang yang telah memiliki tiket. Perubahan waktu ini tak boleh dikenakan biaya tambahan. Ketiga, dengan melakukan perubahan rute penerbangan bagi calon penumpang yang telah memiliki tiket.
Perubahan rute dilakukan dengan mempertimbangkan penyesuaian selisih tarif pada rute yang dipilih. Adapun periode pengembalian tiket dengan sistem penjadwalan ulang atau perubahan rute penerbangan hanya berlaku selama 1 tahun untuk 1 kali pemesanan ulang.
Ketentuan lainnya mengenai pengendalian transportasi selama masa pelarangan mudik mengatur hal-hal sebagai berikut. Pertama, pengendalian dilakukan dengan melakukan pelarangan penggunaan atau pengoperasioan sarana transportasi untuk keperluan mudik. Kedua, transportasi masih bisa beroperasi untuk kepentingan di luar mudik yaitu untuk melayani distribusi logistik dan angkutan barang.
Kemudian pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan non mudik, antara lain bekerja atau perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh 1 (satu) orang anggota keluarga, kepentingan persalinan yang didampingi maksimal 2 (dua) orang, dan perjalanan non mudik yaitu untuk kepentingan non mudik tertentu lainnya yang dilengkapi surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat.
Terkait dengan pengawasan di lapangan, pada sektor darat akan dilakukan bersama dengan Korlantas Polri dan Dinas Perhubungan setempat pada titik penyekatan di lebih dari 300 titik baik di akses utama keluar masuk maupun di jalan tol dan non tol. Sedangkan pada transportasi lain akan dilakukan bersama unsur gabungan dari otoritas transportasi di setiap moda, operator prasarana, Satgas Covid-19, TNI Polri dan Pemerintah Daerah setempat melalui Dinas Perhubungan.
Pelarangan mudik disebabkan adanya pembelajaran dari serangkaian libur panjang di 2020 dan 2021 yang mengakibatkan lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia. (gus/kps)