26.7 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Tilep Rp3,7 M, ‘Bandit’ Tsunami Diancam 20 Tahun Penjara

Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor Medan

MEDAN-Bupati Nias non aktif, Binahati Benecditus Baeha menjadi terdakwa pertama yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (23/5). Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan itu, Binahati didakwa telah menggunakan dana bantuan kemanusiaan rehabilitasi bencana alam tsunami Nias tidak sesuai peruntukannya. Binahati didakwa membagikan dana tersebut kepada 18 orang lainnya dengan nilai bervariasi.

Atas perbuatannya itu, Binahati didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman 20 tahun penjara.

“Terdakwa menggunakan sebagian dana bantuan tersebut untuk kepentingan terdakwa dan dibagikan kepada orang lain sehingga merugikan keuangan Negara,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Suwarji SH didampingi JPU lain, Anang Sufriatna SH MH, saat membacakan dakwaan.
Di hadapan terdakwa dan majelis hakim yang diketuai oleh Suhartanto, jaksa mengatakan, terdakwa merugikan keuangan Negara senilai Rp3,764 miliar.

Dikatakannya, terdakwa selaku Bupati Nias dan selaku ketua Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (PBP) mengajukan permohonan kebutuhan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Nias senilai Rp 12,280 miliar ke Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan RI.
“Atas pengajuan tersebut, Pelaksana Harian Bakornas PBP menyetujui bantuan pemberdayaan masyarakat Nias sebesar Rp9,480 miliar,” katanya.

Setelah dana Rp9,480 miliar diterima dalam rekening Bencana Alam Tsunami Kabupaten Nias, terdakwa memerintahkan Kepala Bagian Umum Perlengkapan di Sekda Nias, Bazidihu Ziliwu selaku pelaksana kegiatan pengadaan barang untuk memindahkan dana tersebut ke rekening pribadi Bazidihu Ziliwu.
“Atas perintah Binahati, Bazidihu Ziliwu kemudian melakukan transfer seluruh dana bantuan secara bertahap dari rekening Bencana Alam Tsunami Kabupaten Nias ke rekening Bazidihu Ziliwu di BNI Cabang Gunung Sitoli sebanyak tiga kali,” ungkapnya.

Setelah itu, Bazidihu Ziliwu melakukan pembelian barang-barang langsung ke toko penjual tanpa melalui proses pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Keppres Nomor 80 tahun 2003.

Barang-barang yang dibeli antara lain mesin kemasan dodol sebanyak enam unit senilai Rp300 juta dan dibuat dalam kwitansi sebanyak sepuluh unit senilai Rp500 juta. “Sehingga terjadi kerugian sebesar Rp200 juta,” tegas jaksa.
Pembelian lainnya adalah mesin jahit border dan kelengkapannya sebanyak enam ratus paket senilai Rp432,5 juta dan dibuat dalam kwitansi sebesar Rp1,1 miliar sehingga terjadi kerugian sebesar Rp667,5 juta. Berdasarkan surat dakwaan, hal tersebut juga terjadi pada 12 item pembelian barang lainnya.

“Dari perbuatan terdakwa, terdapat selisih Rp3,764 miiar dan terdakwa kembali memerintahkan Bazidihu Ziliwu untuk membagikan selisih uang tersebut kepada orang lain,” ungkapnya.

Uang tersebut dibagikan kepada terdakwa Binahati B Baeha senilai Rp500 juta, kasbon pada pos belanja kepala daerah oleh terdakwa (Rp1,157 miliar), Temazaro Harefa (Rp200 juta), Mulyara Santosa (Rp987 juta), Drs H T Simatupang (Rp20 juta).

Kemudian kepada Herman Harefa sebesar Rp37 juta, Ramli Victor Silitonga (Rp20 juta), Soza Hulu (Rp20 juta), Roni Simon (Rp50 juta), Sehat Malawa (Rp100 juta), Budhyandono (Rp25 juta), Razali Hamzah (Rp25 juta), Budi Atmadi Adiputro (Rp50 juta), Tatang Chaidir (Rp10 juta), para ketua Komisi/Fraksi DPRD Nias (Rp205 juta), Marslinus Ingati Nazara (Rp160 juta), FG Martin Zebua (Rp50 juta) da Yuli’aro (Rp25 juta).

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa H Badrani Rasyid SH menyatakan tidak akan megajukan eksepsi terhadap dakwaan yang dibacakan oleh jaksa.

Hal ini, katanya, terkait azas formal dalam dakwaan tersebut sudah terangkum dengan baik dan utuh dalam dakwaan yang dibuat oleh jaksa. “Seperti identitas klien kami tidak ada kesalahan, sementara mengenai azas materil dalam dakwaan kita uji dalam persidangan dengan mendengarkan keterangan saksi,” katanya.
Usai mendengarkan dakwaan dan tanggapan dari kuasa hukum terdakwa, majelis hukim menutup persidangan dan menunda hingga tanggal 1 Juni 2011.

“Sidang dilanjutkan 1 Juni mendatang dengan agenda mendegarkan keterangan saksi-saksi,” kata Suhartanto.
Sidang dilanjutkan hingga minggu depan, dengan menghadirkan lebih kurang 25 orang saksi, dalam sidang lanjutan tipikor PN Medan.(rud)

Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor Medan

MEDAN-Bupati Nias non aktif, Binahati Benecditus Baeha menjadi terdakwa pertama yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (23/5). Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan itu, Binahati didakwa telah menggunakan dana bantuan kemanusiaan rehabilitasi bencana alam tsunami Nias tidak sesuai peruntukannya. Binahati didakwa membagikan dana tersebut kepada 18 orang lainnya dengan nilai bervariasi.

Atas perbuatannya itu, Binahati didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman 20 tahun penjara.

“Terdakwa menggunakan sebagian dana bantuan tersebut untuk kepentingan terdakwa dan dibagikan kepada orang lain sehingga merugikan keuangan Negara,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Suwarji SH didampingi JPU lain, Anang Sufriatna SH MH, saat membacakan dakwaan.
Di hadapan terdakwa dan majelis hakim yang diketuai oleh Suhartanto, jaksa mengatakan, terdakwa merugikan keuangan Negara senilai Rp3,764 miliar.

Dikatakannya, terdakwa selaku Bupati Nias dan selaku ketua Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (PBP) mengajukan permohonan kebutuhan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Nias senilai Rp 12,280 miliar ke Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan RI.
“Atas pengajuan tersebut, Pelaksana Harian Bakornas PBP menyetujui bantuan pemberdayaan masyarakat Nias sebesar Rp9,480 miliar,” katanya.

Setelah dana Rp9,480 miliar diterima dalam rekening Bencana Alam Tsunami Kabupaten Nias, terdakwa memerintahkan Kepala Bagian Umum Perlengkapan di Sekda Nias, Bazidihu Ziliwu selaku pelaksana kegiatan pengadaan barang untuk memindahkan dana tersebut ke rekening pribadi Bazidihu Ziliwu.
“Atas perintah Binahati, Bazidihu Ziliwu kemudian melakukan transfer seluruh dana bantuan secara bertahap dari rekening Bencana Alam Tsunami Kabupaten Nias ke rekening Bazidihu Ziliwu di BNI Cabang Gunung Sitoli sebanyak tiga kali,” ungkapnya.

Setelah itu, Bazidihu Ziliwu melakukan pembelian barang-barang langsung ke toko penjual tanpa melalui proses pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Keppres Nomor 80 tahun 2003.

Barang-barang yang dibeli antara lain mesin kemasan dodol sebanyak enam unit senilai Rp300 juta dan dibuat dalam kwitansi sebanyak sepuluh unit senilai Rp500 juta. “Sehingga terjadi kerugian sebesar Rp200 juta,” tegas jaksa.
Pembelian lainnya adalah mesin jahit border dan kelengkapannya sebanyak enam ratus paket senilai Rp432,5 juta dan dibuat dalam kwitansi sebesar Rp1,1 miliar sehingga terjadi kerugian sebesar Rp667,5 juta. Berdasarkan surat dakwaan, hal tersebut juga terjadi pada 12 item pembelian barang lainnya.

“Dari perbuatan terdakwa, terdapat selisih Rp3,764 miiar dan terdakwa kembali memerintahkan Bazidihu Ziliwu untuk membagikan selisih uang tersebut kepada orang lain,” ungkapnya.

Uang tersebut dibagikan kepada terdakwa Binahati B Baeha senilai Rp500 juta, kasbon pada pos belanja kepala daerah oleh terdakwa (Rp1,157 miliar), Temazaro Harefa (Rp200 juta), Mulyara Santosa (Rp987 juta), Drs H T Simatupang (Rp20 juta).

Kemudian kepada Herman Harefa sebesar Rp37 juta, Ramli Victor Silitonga (Rp20 juta), Soza Hulu (Rp20 juta), Roni Simon (Rp50 juta), Sehat Malawa (Rp100 juta), Budhyandono (Rp25 juta), Razali Hamzah (Rp25 juta), Budi Atmadi Adiputro (Rp50 juta), Tatang Chaidir (Rp10 juta), para ketua Komisi/Fraksi DPRD Nias (Rp205 juta), Marslinus Ingati Nazara (Rp160 juta), FG Martin Zebua (Rp50 juta) da Yuli’aro (Rp25 juta).

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa H Badrani Rasyid SH menyatakan tidak akan megajukan eksepsi terhadap dakwaan yang dibacakan oleh jaksa.

Hal ini, katanya, terkait azas formal dalam dakwaan tersebut sudah terangkum dengan baik dan utuh dalam dakwaan yang dibuat oleh jaksa. “Seperti identitas klien kami tidak ada kesalahan, sementara mengenai azas materil dalam dakwaan kita uji dalam persidangan dengan mendengarkan keterangan saksi,” katanya.
Usai mendengarkan dakwaan dan tanggapan dari kuasa hukum terdakwa, majelis hukim menutup persidangan dan menunda hingga tanggal 1 Juni 2011.

“Sidang dilanjutkan 1 Juni mendatang dengan agenda mendegarkan keterangan saksi-saksi,” kata Suhartanto.
Sidang dilanjutkan hingga minggu depan, dengan menghadirkan lebih kurang 25 orang saksi, dalam sidang lanjutan tipikor PN Medan.(rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/