Dari Kuliah Umum Meneg BUMN Dahlan Iskan di USU
Layaknya dosen, Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan, memberikan kuliah umum di depan ratusan mahasiswa di Auditorium Universitas Sumatera Utara (USU), Sabtu (23/6).
Laporan: Juli Rambe
DENGAN gayanya yang khas, menteri yang akrab disapa dengan sebutan pak Dis ini memberikan ragam ‘pelajaran’ baru bagi mahasiswa. Mengangkat tema kewirausahaan atau entrepreneurship, kuliah umum ini dibanjiri pertanyaan, juga pujian bagi pak Dis.
Antusiasme mahasiwa di acara yang digagas Forum Pimpinan Pengusaha Perguruan Tinggi Sumatera Utara dari berbagai perguruan tinggi di Sumut itu, terpaksa ditambah waktunya hingga lebih dari setengah jam. Lebih dari 10 mahasiswa yang langsung bertanya soal kewirausahaan begitu pak Dis selesai memberikan pencerahan. Selain menceritakan pengalamannya sebagai menteri yang mengurusi perusahaan negara, pak Dis juga mengisahkan pahit-getir dirinya membangun perusahaan media yakni Jawa Pos yang sudah melahirkan ratusan media lokal di seluruh Indonesia.
Yang uniknya lagi, mahasiswa yang mengajukan pertanyaan di kuliah umum itu dipersilakan berdiri di samping pak Dis. Mahasiswa yang bertanya pun semakin terlihat percaya diri.
Dalam kuliah umum itu salah satu topik yang diangkat Pak Dis yakni rasa pesimistis di kalangan masyarakat saat berbicara nasib Indonesia ke depan. Ini cukup dimaklumi mengingat berbagai masalah korupsi dan instabilitas politik yang mendera bangsa belakangan ini. “Saya ingatkan tak ada negara miskin atau negara kaya. Kaya atau miskin negara itu tergantung manajemen yang dijalankan pemerintahnya. Karena itu, mari kita ciptakan dan jalankan manajemen yang baik agar negara ini tidak salah kelola dan bisa menjadi lebih kaya lagi,” ujarnya.
Mengenakan kemeja putih, celana kain , dan sepatu kets, yang menjadi ciri khasny, kuliah umum yang disampaikan mantan Dirut PLN ini menyedot perhatian mahasiswa karena disampaikan dengan gaya bertutur sederhana dan diselingi canda. Pak Dis berulangkali mengingatkan mahasiswa bahwa pesimisme akan merusak kepercayaan diri. ‘’Jangan biarkan perasaan itu melekat pada diri Anda. Itu seperti racun yang menghancurkan masa depan,’’ ujarnya.
Selain pesimisme, dia mengatakan, prasyarat dasar yang mesti dimiliki setiap calon pengusaha adalah tidak pantang menyerah dan jangan cengeng. “Kalau minta bantuan atau dukungan boleh-boleh saja, tapi jangan pula ketergantungan,” tukasnya. Apalagi, saat ini cukup banyak Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang fokus mengurusi Usaha Kecil Mikro (UKM) yang bisa saja kelak justru membuat pelaku usaha mengalami ketergantungan. “Kalau minta bantuan dengan saya, Anda salah alamat. Saya tak akan mau. Saya doakan Anda cepat bangkrut dan tertipu, tapi cepat pula bangkit lagi,” ungkap pak Dis yang disambut derai tawa para mahasiswa. “Saya yakin ke depannya Anda pasti sukses bila berjalan dengan optimisme. Anda sendiri yang membuat Anda berhasil lewat jenis usaha yang Anda pilih dan jalani,” dia menambahkan. Pak Dis menambahkan, selain optimisme, syarat dasar yang harus dimiliki calon pengusaha adalah kemandirian dan senantiasa percaya diri.
Pak Dis mengatakan, bagi pengusaha kata-kata ‘bangkrut’ dan ‘tertipu’ adalah momok paling ditakuti dan harus dijauhi. Sebaliknya, menurut dia, bangkrut dan tertipu justru akan membuat si pengusaha bertambah kuat menghadapi rintangan selanjutnya. “Jangan takut dengan cobaan seperti itu. Jalani saja, tak usah takut berteman masalah. Kalau tak ingin tertipu dalam usaha ya, jangan mau tergoda dengan rayuan untung berlimpah dalam waktu sekejap. Itu sama saja menanamkan modal di dunia khayalan,” lanjutnya.
Justru paling sulit sebetulnya adalah berwirausaha sembari kuliah. Kuliah itu bukan jaminan mendapatkan pekerjaan yang bagus dan bergaji besar. Hanya saja kuliah punya peran penting untuk mendorong pekerjaan di bidang manapun karena di ruang kuliah pula seseorang terlatih berpikir terstruktur, sistematika, dan logis. ‘’Hal-hal seperti itu bekal yang tak ternilai dalam menghadapi masyarakat,” lanjutnya.
Saran lain yang diberikannya adalah tidak mencampur-adukkan antara politik dan usaha. Karena itu tak sehat. Saat ini para pengusaha berusaha menjauhi dunia politik agar mereka tetap berada di jalur aman.
Dalam kesempatan itu pula, pak Dis sempat ‘curhat’ betapa sedihnya dirinya saat diangkat menjadi Menteri BUMN. Itu karena tugasnya sebagai Dirut PLN belum tuntas. “Saya menangis karena saat mengabdi di PLN, saya targetkan tiga tahun masalah kelistrikan di Indonesia selesai seluruhnya. Di Jawa sudah berhasil, tetapi Sumatera belum semuanya,” ungkapnya.
Obsesi pak Dis Dahlan di bidang kelistrikan sebetulnya sederhana saja. Satu saat Indonesia mampu mengalahkan kelistrikan di Malaysia. Oleh sebab itu, pada masa kepemimpinannya pak Dis menunda pembangunan pipa bawah laut untuk penyaluran listrik dari Palembang ke Jawa, dan dari Sumut ke Malaysia. “Masak saya ekspor listrik, padahal kita saja masih kurang?” ujarnya. Saat ini dia sudah meneken izin pembangunan jaringan pipa tersebut, dan direncanakan enam tahun ke depan bisa berfungsi. “Untuk Sumut tolong bersabar. Satu tahun ke depan, masalahnya mudah-mudahan selesai. Pembangkit di Meulaboh dalam tahap penyelesaian, begitu juga di Lhokseumawe, Padang, Riau, dan daerah lainnya,” timpalnya.
Dalam kuliah umum itu, para mahasiswa tak hanya berdiskusi dengan pak Dis, melainkan juag melontarkan berbagai pujian kepada dirinya. Seorang mahasiswa bernama Rudi misalnya. Dia tak bertanya tapi hanya ingin berdiri di sebelah pak Dis. “Saya naik ke mimbar ini tak ada pertanyaan. Saya hanya ingin bertemu langsung dan berdiri di sebelah orang yang saya kagumi,” ujarnya yang disambut dengan tawa dan tepukan tangan para hadirin.
Ada pula mahasiswa yang bertanya apakah nantinya ada pemimpin yang akan seperti dirinya memimpin negeri ini. Dengan tenang pak Dis berkata, ‘’Saya tak memilih untuk menjadi seperti ini, tapi memang seperti inilah saya.”
Setelah diberikan cenderamata dan kain ulos, pak Dis tak bisa langsung pamit. Puluhan mahasiswa mengerubungi mobilnya dan minta berfoto bersama. Pak Dis telanjur memikat hati para mahasiswa itu. (*