25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Harga-harga Naik, Pembeli Tak Berkurang

Pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium menjadi Rp6.500 dan Rp5.500 untuk jenis diesel.  Sejumlah harga kebutuhan pokok terdongkrak naik. Bahkan, rata-rata kenaikan mencapai Rp1.000.

Sumut Pos menelusuri sejumlah pasar tradisional di Kota Medan, diantaranya Pusat Pasar, Pasar Sukaramai, dan Pasar Pendidikan Krakatau serta Pasar Sei Kera, harga sembako rata-rata naik Rp1.000.

Pedagang sembako di Pasar Sukaramai, Tarigan mengatakan kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan beberapa kebutuhan, diantaranya, telur, gula, tepung, minyak makan, mentega dan beberapa sembako lainnya.

“Untuk harga telur, standarnya Rp830 per butir menjadi Rp930 per butirnya. Gula, yang satu goni ukuran 50 kilogram, biasanya dijual Rp 560 ribu naik menjadi Rp600 ribu, kalau per kilonya Rp 11.500 jadi Rp12.500 dan untuk minyak makan dari awalnya Rp8.000 menjadi Rp9.000 per kilogramnya. Ya rata-rata naik seribu lah,” katanya.

Dia menyebutkan, kenaikan harga-harga tersebut ini dikarenakan naiknya harga BBM yang mengakibatkan kenaikan pada harga transportasin
“Kita gak tahu pasti, kalau naik dari toke, yah kita naikkan juga harganya. Tapi katanya ada hubungannya sama kenaikan BBM,” ujarnya.
Naiknya sejumlah harga BBM dan sembako, ternyata tidak mempengaruhi jumlah pembeli. Hingga kini tidak ada pengaruhnya. “Biasanya kalau sudah naik, jumlah yang dibeli oleh konsumen berkurang,” ujarnya.

Sementara itu, seorang pedagang cabai merah di Pasar Sei Kera menyebutkan, cabai merah naik sejak Sabtu (22/6) masih Rp 25 ribu tapi hari ini menjadi Rp45 ribu per kilogram. Kalau harga cabai rawit masih normal Rp 24 ribu per kilogram.

“Kenaikan BBM tidak menjadi alasan utama kenaikan harga cabai. Faktor utamanya bukan karena BBM, tapi karena terbatasnya stok yang ada. Kalau pun ada pengaruhnya dengan kenaikan BBM, itu hanya sedikit saja. Kalau beras, gula dan tepung itu baru terasa kali kenaikannya karena BBM naik,” katanya.
Sedangkan pedagang daging ayam ras, Deni mengatakan harga daging ayam mengalami kenaikan dari Rp 24 ribu perkilonya menjadi Rp30 ribu perkilo.  “Harganya naik sejak sepekan lalu. Naiknya perlahan dari normalnya Rp24 ribu sepekan lalu, dua hari kemudian menjadi Rp26 ribu dan hari ini sudah mencapai harga Rp30 ribu,”sebutnya.

Menanggapai sejumlah perubahan harga-harga yang naik signifikan, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi menyatakan, kenaikan harga komoditi yang bergerak perlahan tidak bisa dielakkan. Pasalnya, ada banyak momentum yang menyebabkan hal itu. Pertama adalah momentum menjelang bulan Ramadan 1434 H dan kedua adalah kenaikan BBM yang telah berjalan.

“Kenaikan ini sudah tidak bisa dielakkan. Sementara konsumen juga tidak bisa untuk tidak belanja kebutuhan sehari-hari,”ucapnya.
Dia membeberkan, seharusnya pihak pemerintah tanggap akan masalah ini, sebab kenaikan tidak akan menjadi signifikan jika para spekulan tidak memanfaatkan keadaan. Yang dikhawatirkan bukan masalah kenaikan harga BBM dan momentum bulan sucinya, tapi yang perlu segera diantisipasi adanya pihak yang mencari keuntungan secara pribadi.

“Jadi, pemerintah harus memonitor kebutuhan yang disalurkan agar berjalan semestinya. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa spekulen pasti memanfaatkan hal ini. Kalau pemerintah tanggap dan pihak yang berwajib tegas, maka kenaikan akan dapat diminimalisir sesegera mungkin tanpa menyebabkan kepanikan di masyarakat  yang beranggapan bahwa stok komoditi itu kekurangan pasokan,”tutupnya. (com/mag-9)

Pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium menjadi Rp6.500 dan Rp5.500 untuk jenis diesel.  Sejumlah harga kebutuhan pokok terdongkrak naik. Bahkan, rata-rata kenaikan mencapai Rp1.000.

Sumut Pos menelusuri sejumlah pasar tradisional di Kota Medan, diantaranya Pusat Pasar, Pasar Sukaramai, dan Pasar Pendidikan Krakatau serta Pasar Sei Kera, harga sembako rata-rata naik Rp1.000.

Pedagang sembako di Pasar Sukaramai, Tarigan mengatakan kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan beberapa kebutuhan, diantaranya, telur, gula, tepung, minyak makan, mentega dan beberapa sembako lainnya.

“Untuk harga telur, standarnya Rp830 per butir menjadi Rp930 per butirnya. Gula, yang satu goni ukuran 50 kilogram, biasanya dijual Rp 560 ribu naik menjadi Rp600 ribu, kalau per kilonya Rp 11.500 jadi Rp12.500 dan untuk minyak makan dari awalnya Rp8.000 menjadi Rp9.000 per kilogramnya. Ya rata-rata naik seribu lah,” katanya.

Dia menyebutkan, kenaikan harga-harga tersebut ini dikarenakan naiknya harga BBM yang mengakibatkan kenaikan pada harga transportasin
“Kita gak tahu pasti, kalau naik dari toke, yah kita naikkan juga harganya. Tapi katanya ada hubungannya sama kenaikan BBM,” ujarnya.
Naiknya sejumlah harga BBM dan sembako, ternyata tidak mempengaruhi jumlah pembeli. Hingga kini tidak ada pengaruhnya. “Biasanya kalau sudah naik, jumlah yang dibeli oleh konsumen berkurang,” ujarnya.

Sementara itu, seorang pedagang cabai merah di Pasar Sei Kera menyebutkan, cabai merah naik sejak Sabtu (22/6) masih Rp 25 ribu tapi hari ini menjadi Rp45 ribu per kilogram. Kalau harga cabai rawit masih normal Rp 24 ribu per kilogram.

“Kenaikan BBM tidak menjadi alasan utama kenaikan harga cabai. Faktor utamanya bukan karena BBM, tapi karena terbatasnya stok yang ada. Kalau pun ada pengaruhnya dengan kenaikan BBM, itu hanya sedikit saja. Kalau beras, gula dan tepung itu baru terasa kali kenaikannya karena BBM naik,” katanya.
Sedangkan pedagang daging ayam ras, Deni mengatakan harga daging ayam mengalami kenaikan dari Rp 24 ribu perkilonya menjadi Rp30 ribu perkilo.  “Harganya naik sejak sepekan lalu. Naiknya perlahan dari normalnya Rp24 ribu sepekan lalu, dua hari kemudian menjadi Rp26 ribu dan hari ini sudah mencapai harga Rp30 ribu,”sebutnya.

Menanggapai sejumlah perubahan harga-harga yang naik signifikan, Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi menyatakan, kenaikan harga komoditi yang bergerak perlahan tidak bisa dielakkan. Pasalnya, ada banyak momentum yang menyebabkan hal itu. Pertama adalah momentum menjelang bulan Ramadan 1434 H dan kedua adalah kenaikan BBM yang telah berjalan.

“Kenaikan ini sudah tidak bisa dielakkan. Sementara konsumen juga tidak bisa untuk tidak belanja kebutuhan sehari-hari,”ucapnya.
Dia membeberkan, seharusnya pihak pemerintah tanggap akan masalah ini, sebab kenaikan tidak akan menjadi signifikan jika para spekulan tidak memanfaatkan keadaan. Yang dikhawatirkan bukan masalah kenaikan harga BBM dan momentum bulan sucinya, tapi yang perlu segera diantisipasi adanya pihak yang mencari keuntungan secara pribadi.

“Jadi, pemerintah harus memonitor kebutuhan yang disalurkan agar berjalan semestinya. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa spekulen pasti memanfaatkan hal ini. Kalau pemerintah tanggap dan pihak yang berwajib tegas, maka kenaikan akan dapat diminimalisir sesegera mungkin tanpa menyebabkan kepanikan di masyarakat  yang beranggapan bahwa stok komoditi itu kekurangan pasokan,”tutupnya. (com/mag-9)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/