32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Dari Asal Usul Manusia hingga Keberagaman Etnis

Mengunjungi Museum Negeri Sumatera Utara

Museum Negeri Sumatera Utara Jalan HM Joni menjadi salah satu objek wisata di Kota Medan. Selain nuansa hiburan, pengunjung yang datang ke tempat itu juga akan mendapatkan ilmu, khususnya mengenal sejarah Sumut. Seperti apa kondisinya saat ini?

M Sahbaini– Medan

BATU: Warga mengamati batu tulis  Museum Negeri Sumatera Utara.//sahbani/sumut pos
BATU: Warga mengamati batu tulis di Museum Negeri Sumatera Utara.//sahbani/sumut pos

Dari jalan tampak museum yang berbentuk bangunan rumah adat ini berdiri tegar.  Museum Negeri Provsu ini diresmikan 19 April 1982 oleh Menteri Pendidakan dan Kebudayaan DR Daoed Yoesef.

Luas bangunannya 10.468 meter persegi yang terdiri dari banguanan induk dua lantai yang difungsikan untuk ruang pameran tetap, temporer, ruang audiovisul/ceramah, ruang kepala museum, tata usaha, ruang seksi bimbingan, perpustakaan dan lain sebagainya.

Pada bagian atap depan dipenuhi dengan ornamen melayu, batak toba, simalungun, karo, mandailing, pakpak dan nias. Nah, jika ingin masuk ke museum ini cukup membayar Rp250 (anak-anak) dan  Rp 750 untuk dewasa.

Andika, Staf Bimbingan dan Edukasi Museum Negeri Provsu menceritakan, dulunya kebanyakan masyarakat terutama anak-anak banyak yang tidak mau datang ke museum ini, dikarenakan takut.

“Pengunjung yang datang ketempat ini dulunya masih sedikit karena tempat ini dianggap angker.  Tetapi sekarang tidak, mungkin pada saat itu masyarakat berpikir barang-barang yang ada di sana sudah lama atau kuno,” katanya sambil tersenyum.

Dia menjelaskan museum ini terdiri dari tiga dimensi yaitu, tempat sejarah (history), kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Sambungnya, ada delapan etnis yang ada dipajangkan di tempat tersebut yakni Melayu, Nias, Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak, dan Sibolga.

Di tempat ini,  juga  terdapat peradaban umat manusia di Sumut dari dinanisme atau aninisme, agama Hindu dan sampai ajaran Islam yang pertama masuk di Sumut yaitu di Barus dengan ditadai batu nisan papan tinggi. Saat berjalan di lantai dasar wisatawan dapat menemukan manusia zaman dulu yaitu homo erektus dan sapiens yang bersal dari teori Carles Darwin.

Terlihat juga  tulang belulang gajah Sumatera, Harimau dan binatang lainnya. Di ruangan berbeda dapat dijumpai peradaban Hindu, Budha dan masuknya agama Islam.

Di lantai dua terlihat daur kehidupan yaitu perkawinan, mata pencarian seperti nelayan, alat-alat perang dari Nias, dapur masakan zaman dahulu hingga sampai kematian yang diabadikan dari peti.

“Kita punya kerjasama dengan Thailand untuk mempromosikan budaya mereka ke sini (Medan) dan begitu juga sebaliknya,” kata Andika.
Di ruangan yang lain ada juga tata cara pembuatan tembikar, alat musik asli dari Sumut seperti gordang sembilan dan lainnya, magic atau kepercayaan orang dulu, terlihat juga sejarah perjuangan bangsa.

Sisil dan Irfan  pengunjung dari Amaliun mengaku, tidak takut  berkunjung ke museum tersebut, karena bisa menambah ilmu. “Dari pada main ke mall lebih baik main ke museum ini. Banyak ilmu sejarah yang kami dapat, misalnya pada benda-benda sejarah,” ucap mereka berdua sambil mengabadikan koleksi benda-benda sejarah yang ada di tempat itu. Andika menambahkan pengunjung museum ini tidak hanya berasal dari wisatawan lokal saja, tetapi wisatawan mancanegara juga datang semisal dari Australia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand dan China. (*)

Mengunjungi Museum Negeri Sumatera Utara

Museum Negeri Sumatera Utara Jalan HM Joni menjadi salah satu objek wisata di Kota Medan. Selain nuansa hiburan, pengunjung yang datang ke tempat itu juga akan mendapatkan ilmu, khususnya mengenal sejarah Sumut. Seperti apa kondisinya saat ini?

M Sahbaini– Medan

BATU: Warga mengamati batu tulis  Museum Negeri Sumatera Utara.//sahbani/sumut pos
BATU: Warga mengamati batu tulis di Museum Negeri Sumatera Utara.//sahbani/sumut pos

Dari jalan tampak museum yang berbentuk bangunan rumah adat ini berdiri tegar.  Museum Negeri Provsu ini diresmikan 19 April 1982 oleh Menteri Pendidakan dan Kebudayaan DR Daoed Yoesef.

Luas bangunannya 10.468 meter persegi yang terdiri dari banguanan induk dua lantai yang difungsikan untuk ruang pameran tetap, temporer, ruang audiovisul/ceramah, ruang kepala museum, tata usaha, ruang seksi bimbingan, perpustakaan dan lain sebagainya.

Pada bagian atap depan dipenuhi dengan ornamen melayu, batak toba, simalungun, karo, mandailing, pakpak dan nias. Nah, jika ingin masuk ke museum ini cukup membayar Rp250 (anak-anak) dan  Rp 750 untuk dewasa.

Andika, Staf Bimbingan dan Edukasi Museum Negeri Provsu menceritakan, dulunya kebanyakan masyarakat terutama anak-anak banyak yang tidak mau datang ke museum ini, dikarenakan takut.

“Pengunjung yang datang ketempat ini dulunya masih sedikit karena tempat ini dianggap angker.  Tetapi sekarang tidak, mungkin pada saat itu masyarakat berpikir barang-barang yang ada di sana sudah lama atau kuno,” katanya sambil tersenyum.

Dia menjelaskan museum ini terdiri dari tiga dimensi yaitu, tempat sejarah (history), kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Sambungnya, ada delapan etnis yang ada dipajangkan di tempat tersebut yakni Melayu, Nias, Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak, dan Sibolga.

Di tempat ini,  juga  terdapat peradaban umat manusia di Sumut dari dinanisme atau aninisme, agama Hindu dan sampai ajaran Islam yang pertama masuk di Sumut yaitu di Barus dengan ditadai batu nisan papan tinggi. Saat berjalan di lantai dasar wisatawan dapat menemukan manusia zaman dulu yaitu homo erektus dan sapiens yang bersal dari teori Carles Darwin.

Terlihat juga  tulang belulang gajah Sumatera, Harimau dan binatang lainnya. Di ruangan berbeda dapat dijumpai peradaban Hindu, Budha dan masuknya agama Islam.

Di lantai dua terlihat daur kehidupan yaitu perkawinan, mata pencarian seperti nelayan, alat-alat perang dari Nias, dapur masakan zaman dahulu hingga sampai kematian yang diabadikan dari peti.

“Kita punya kerjasama dengan Thailand untuk mempromosikan budaya mereka ke sini (Medan) dan begitu juga sebaliknya,” kata Andika.
Di ruangan yang lain ada juga tata cara pembuatan tembikar, alat musik asli dari Sumut seperti gordang sembilan dan lainnya, magic atau kepercayaan orang dulu, terlihat juga sejarah perjuangan bangsa.

Sisil dan Irfan  pengunjung dari Amaliun mengaku, tidak takut  berkunjung ke museum tersebut, karena bisa menambah ilmu. “Dari pada main ke mall lebih baik main ke museum ini. Banyak ilmu sejarah yang kami dapat, misalnya pada benda-benda sejarah,” ucap mereka berdua sambil mengabadikan koleksi benda-benda sejarah yang ada di tempat itu. Andika menambahkan pengunjung museum ini tidak hanya berasal dari wisatawan lokal saja, tetapi wisatawan mancanegara juga datang semisal dari Australia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand dan China. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/