26 C
Medan
Saturday, December 6, 2025

Dewan Pengupahan SUMUT Usulkan ke Gubsu, UMP 2019 Rp2.303.403

“Ini yang harus dilakukan survei, jangan bilang ingin sejahterakan buruh, kalau belum turun ke lapangan. Makanya, jangan asal bilang kalau kenaikan ini sudah sesuai, mana buktinya? Harusnya, pemerintah tidak serta merta menaikan upah tanpa mendasari hasil keputusan bersama dalam Tripartit. Yang jelas, kalau tetap dengan keputusan itu, paling kita lakukan gugatan lagi, seperti tahun semalam,” cetus Arsula.

Pengurus buruh yang juga penggagas long march buruh Pelindo ke Jakarta ini membeberkan, dari hasil analisanya, kenaikan upah buruh mencapai 15 hingga 20 persen, dianggapnya tidak memberatkan pengusah. Karena, dari cost 100 persen modal usaha, diperuntukkan 35 persen untuk biaya beban opersional, produksi, beban pajak dan biaya upah. Artinya, pengusah masih bisa menikmati 65 persen keuntungan dalam usaha.

Hanya saja, cost 35 persen yang menjadi hak buruh, dicederai dengan adanya cost siluman yang menjadi beban pengusaha. Misalnya, adanya kegiatan biaya di luar dugaan dalam bentuk pungli, biaya di luar peraturan dan praktik preman berdasi. Dengan adanya cost siluman, maka dari 35 persen bagian buruh, telah dialihkan untuk cost siluman.

“Saya sudah cek, banyak keluhan para pengusaha, karena adanya biaya di luar ketetapan beban mereka. Untuk mengatasi itu, penguasah harus menekan dari cost biaya upah buruh. Makanya, buruh yang jadi korban mendapatkan upah tidak layak. Secara umum, pengusaha mendukung PP 78 Tahun 2018, agar bisa mengatasi beban biaya siluman. Padahal, kalau tidak ada bentuk praktik biaya siluman, pengusaha pasti mampu membayar upah buruh berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” pungkas Arsula.

Sementara itu, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Sumatera Utara mengaku kecewa terhadap Dewan Pengupahan yang sepakat Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara Rp2.303.403. Hal itu disampaikan Ketua GSBI Sumut, Eben.

Menurutnya, Serikat Buruh yang ada di Dewan Pengupahan yang harusnya menjadi corong penyampai aspirasi buruh, tidak berjalan baik.”Kita ptotes. Kita akan melakukan aksi, minta UMP itu direvisi,” ungkap Eben.

Eben menegaskan menolak UMP itu karena tolak ukur penetapan UMK, adalah UMP. Untuk itu pihaknya meminta kenaikan UMP Sumut adalah 25%. Atas keinginan itu, pihaknya bersama serikat buruh lainnya yang tergabung dalam Aliansi Serikat buruh telah melakukan konsolidasi.”Rapat terakhir kita kemarin, kita akan menggelar aksi ke kantor Gubernur menolak surat edaran Menteri soal UMP. Namun, dengan adanya ini, kita akan minta juga kenaikan UMP itu direvisi,” tegas Eben.

“Ini yang harus dilakukan survei, jangan bilang ingin sejahterakan buruh, kalau belum turun ke lapangan. Makanya, jangan asal bilang kalau kenaikan ini sudah sesuai, mana buktinya? Harusnya, pemerintah tidak serta merta menaikan upah tanpa mendasari hasil keputusan bersama dalam Tripartit. Yang jelas, kalau tetap dengan keputusan itu, paling kita lakukan gugatan lagi, seperti tahun semalam,” cetus Arsula.

Pengurus buruh yang juga penggagas long march buruh Pelindo ke Jakarta ini membeberkan, dari hasil analisanya, kenaikan upah buruh mencapai 15 hingga 20 persen, dianggapnya tidak memberatkan pengusah. Karena, dari cost 100 persen modal usaha, diperuntukkan 35 persen untuk biaya beban opersional, produksi, beban pajak dan biaya upah. Artinya, pengusah masih bisa menikmati 65 persen keuntungan dalam usaha.

Hanya saja, cost 35 persen yang menjadi hak buruh, dicederai dengan adanya cost siluman yang menjadi beban pengusaha. Misalnya, adanya kegiatan biaya di luar dugaan dalam bentuk pungli, biaya di luar peraturan dan praktik preman berdasi. Dengan adanya cost siluman, maka dari 35 persen bagian buruh, telah dialihkan untuk cost siluman.

“Saya sudah cek, banyak keluhan para pengusaha, karena adanya biaya di luar ketetapan beban mereka. Untuk mengatasi itu, penguasah harus menekan dari cost biaya upah buruh. Makanya, buruh yang jadi korban mendapatkan upah tidak layak. Secara umum, pengusaha mendukung PP 78 Tahun 2018, agar bisa mengatasi beban biaya siluman. Padahal, kalau tidak ada bentuk praktik biaya siluman, pengusaha pasti mampu membayar upah buruh berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” pungkas Arsula.

Sementara itu, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Sumatera Utara mengaku kecewa terhadap Dewan Pengupahan yang sepakat Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara Rp2.303.403. Hal itu disampaikan Ketua GSBI Sumut, Eben.

Menurutnya, Serikat Buruh yang ada di Dewan Pengupahan yang harusnya menjadi corong penyampai aspirasi buruh, tidak berjalan baik.”Kita ptotes. Kita akan melakukan aksi, minta UMP itu direvisi,” ungkap Eben.

Eben menegaskan menolak UMP itu karena tolak ukur penetapan UMK, adalah UMP. Untuk itu pihaknya meminta kenaikan UMP Sumut adalah 25%. Atas keinginan itu, pihaknya bersama serikat buruh lainnya yang tergabung dalam Aliansi Serikat buruh telah melakukan konsolidasi.”Rapat terakhir kita kemarin, kita akan menggelar aksi ke kantor Gubernur menolak surat edaran Menteri soal UMP. Namun, dengan adanya ini, kita akan minta juga kenaikan UMP itu direvisi,” tegas Eben.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru