26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Gatot pun Bakal Diperiksa

Dugaan Korupsi Bansos Rp1,2 T

MEDAN-Pengusutan dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprovsu 2009-2011 sebesar Rp1,2 triliun terus bergulir di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Korps Adhiyaksa itu juga memberikan sinyal bakal memeriksa Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, untuk menuntaskan kasus tersebut.
Usai gelar perkara pekan lalu, Kejatisu saat ini sedang melakukan pendataan terhadap dua ribun

penerima aliran dana bansos yang terdiri dari ormas, OKP, yayasan, anggota dewan, kelompok masyarakat lainnya hingga perorangan.Kepada wartawan koran ini, Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare mengatakan, pihaknya telah meminta Kejari se-Sumut untuk ikut mendata dan memproses penerima aliran dana bansos di wilayahnya masing-masing.

“Sejauh ini belum ada laporan dari jaksa di Kejari mengenai masyarakat yang menerima bantuan itu. Kita masih mendata, saat ini sedikitnya ada berkisar dua ribu kelompok atau perorangan yang terdata menerima aliran dana itu,” ujarnya, Jumat (24/2).

Dia menyebutkan, tim Kejatisu saat ini sedang melakukan kroscek data dan melakukan penghitungan ulang jumlah penerima aliran dana dengan jumlah dana bansos yang diduga diselewengkan sebesar Rp1,2 triliun. “Sejauh ini jumlah satuan bantuan yang paling tinggi mencapai Rp5 miliar (bantuan Gatot untuk mahasiswa Sumut di Mesir, Red), ada yang Rp500 juta, Rp300 juta, Rp100 juta dan masih banyak lagi, saat ini masih disingkronkan dengan data penerima aliran dana itu,” tegasnya.

Apakah Kejatisu bakal memeriksa Plt Gubsu? Apakah sudah ada rencana meminta izin presiden untuk pemeriksaan petinggi di Pemprovsu itu? Marcos mengatakan, pihaknya tidak akan padang bulu. Siapapun yang terlibat, lanjutnya, akan diperiksa dan dimintai keterangan. “Kasus ini kasus besar. Soal adanya dugaan keterlibatan itu, masih dilakukan penyelidikan. Tapi intinya, siapapun bakal diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban, tanpa pandang bulu. Belum kita panggil ataupun dimintai keterangannya,” jelasnya.

Kapan pengumuman tersangka dilakukan? Dia menyatakan, pihaknya segera mengumumkan tersangka usai kroscek data penerima aliran dana bansos dengan jumlah kerugian negara. “Usai ini, kita akan menentukan siapa tersangkanya,” tegasnya.

Meski disebut dalam gelar perkara, namun Gatot belum pernah diperiksa Kejatisu. Penyidik sejauh ini hanya memeriksa mantan Kepala Biro Binsos, Hasbullah Lubis, mantan Kepala Biro Keuangan, M Syafii, Kepala Biro Binsos, Sakhira Zandi, Kepala Biro Keuangan, M Sagala, dan sejumlah staf di Kantor Gubsu.

Dalam melakukan kroscek, lanjutnya, pihaknya sangat ekstra hati-hati. Pasalnya, banyak alamat penerima dana aliran bansos yang fiktif.  “Banyak alamat yang menerima bantuan itu tidak jelas. Misalnya ada yayasan yang menerima bantuan, ketika penyidik mencari alamat si penerima bantuan, ternyata alamat yang menerima bantuan itu adalah warung. Bahkan pemilik warung sendiri tidak mengetahui alamat yayasan tersebut,” tegasnya.

Dana yang Cair Dibagi Dua
Seorang pejabat di Kantor Gubsu, mengatakan, penyimpangan dana bansos di Pemprovsu memang telah berlangsung sejak lama dan biasanya tak ada masalah. “Kalau Jumat gini, sepi. Jarang ada yang masukan proposal. Biasanya Senin, Selasa sampai Kamis baru ramai. Biasanya di bawah dulu (di bagian Tata Usaha dan Arsip), baru naik ke Binsos. Dari Binsos didisposisi baru naik lagi ke lantai 9, untuk ditandatangani Plt Gubsu. Ada juga yang diteruskan ke Sekda baru turun ke Binsos lagi. Dari Binsos sudah diketahui nominalnya berapa, baru nanti ada semacam laporan ke Biro Keuangan.

Kemudian keluarlah berbentuk cek, diserahkan ke Binsos. Baru diambil di Binsos. Setahu saya seperti itu,” ungkapnya.

Pencairan proposal memiliki waktu relatif. Jika yang memasukkan proposal memiliki kedekatan dengan pejabat atau orang-orang dekat kepala daerah dan sebagainya, biasanya bisa lebih cepat. “Biasanya ada itu yang mengajukan diri, atau memang punya jalur cepat karena ada kenalan di Kantor Gubsu. Sekarang ini yang bisa cepat dari orang dekat Plt Gubsu, kemudian akan sesegera mungkin disampaikan ke Kabiro Binsos Provsu. Kau tahulah orang dekat Plt Gubsu ini juga dekat sama Kabiro Binsos, jadi urusannya cepat,” urainya.

Bagaimana dengan istilah ‘belah jengkol’ alias bagi dua dana bansos yang cair antara si pemilik proposal dengan petugas di Kantor Gubsu? Mengenai hal itu, PNS tersebut mengakui adanya praktik-praktik tersebut. Dan itu kerap terjadi. Sayangnya, tidak ada yang membukanya secara transparan.

“Misalkan saja, proposal-proposal seminar atau kegiatan lainnya yang nominalnya hanya Rp10 juta sampai Rp20 juta. Ini tidak pernah ada pantauan langsung di lapangan, apakah benar ada kegiatan itu atau tidak. Katakanlah, satu hari saja ada yang cair proposal misalnya besarannya Rp10 juta. Kalau dibelah dua, berarti petugas di Kantor Gubsu dapat Rp5 juta. Bayangkan kalau sebulan itu ada 30 proposal, berarti petugas di Kantor Gubsu mendapatkan Rp150 juta. Sudah bisa beli mobil dia,” tukas pejabat tersebut.

Ditambahknya, jika proposal yang diajukan telah dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut, seperti kegiatan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) atau organisasi besar lainnya, maka tidak ada yang berani memotongnya. “Kalau yang dianggarkan di APBD, seperti KNPI, PWI atau lainnya, tidak berani dipotong,” bebernya.

Dijelaskannya, alur proposal lainnya adalah biasanya melalui kegiatan-kegiatan audiensi. Proposal ini nantinya langsung mendapat pertimbangan dan perhatian dari kepala daerah. “Biasanya yang ratusan juta itu ada agenda audiensi. Ini nanti langsung dapat perhatian dari Plt Gubsu atau gubernur. Udah disetujui gubernur, kemudian turun lagi ke Binsos. Tapi tetap saja, itu awal masuknya ke Bagian Tusip (tata usaha dan arsip, Red) dulu, baru audiensi,” jelasnya.

Ada juga, lanjutnya, proposal yang dibawa konstituen partai yang dititipkan kepada anggota dewan untuk dimasukkan dalam proses penganggaran. Proposal yang seperti ini biasanya fiktif. Kalaupun ada dan berhasil dicairkan, biasanya pemilik proposal hanya dapat bagian 40-60 persen saja.

Kepala Biro Binsos, Shakira Zandi, kepada wartawan koran ini membantah adanya praktik ‘belah jengkol’. Apalagi sampai namanya dikait-kaitkan agar proses pencairan dana lancar. “Wallahi (kalimat sumpah, Red). Tidak ada yang namanya dipotong-potong. Katanya karena saya, itu namanya menjual-jual nama saya. Beritahukan ke saya siapa orangnya. Tidak ada itu. Sejak saya menjabat, sudah saya tegaskan jangan ada pegawai yang bermain-main dengan dana bansos atau memotong-motongnya. Saya tidak pandang bulu, akan saya proses kalau ada yang kedapatan seperti itu,” ujar Sakhira Zandi yang dua kali diperiksa Kejatisu.

Mengenai hibah ke Mesir sebesar Rp5 miliar, Shakira kembali menegaskan, semuanya sudah sesuai dengan aturan yang ada, mulai dari adanya permintaan dari KBRI di Mesir, kemudian adanya Memorandum Of Understanding (MoU) antara Pemprovsu dengan KBRI dan izin dari Kementerian Agama (Kemenag RI) dan sebagainya. “Semuanya sudah sesuai aturan,” tegasnya.(rud/ari)

Dugaan Korupsi Bansos Rp1,2 T

MEDAN-Pengusutan dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprovsu 2009-2011 sebesar Rp1,2 triliun terus bergulir di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Korps Adhiyaksa itu juga memberikan sinyal bakal memeriksa Plt Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, untuk menuntaskan kasus tersebut.
Usai gelar perkara pekan lalu, Kejatisu saat ini sedang melakukan pendataan terhadap dua ribun

penerima aliran dana bansos yang terdiri dari ormas, OKP, yayasan, anggota dewan, kelompok masyarakat lainnya hingga perorangan.Kepada wartawan koran ini, Kasi Penkum Kejatisu, Marcos Simaremare mengatakan, pihaknya telah meminta Kejari se-Sumut untuk ikut mendata dan memproses penerima aliran dana bansos di wilayahnya masing-masing.

“Sejauh ini belum ada laporan dari jaksa di Kejari mengenai masyarakat yang menerima bantuan itu. Kita masih mendata, saat ini sedikitnya ada berkisar dua ribu kelompok atau perorangan yang terdata menerima aliran dana itu,” ujarnya, Jumat (24/2).

Dia menyebutkan, tim Kejatisu saat ini sedang melakukan kroscek data dan melakukan penghitungan ulang jumlah penerima aliran dana dengan jumlah dana bansos yang diduga diselewengkan sebesar Rp1,2 triliun. “Sejauh ini jumlah satuan bantuan yang paling tinggi mencapai Rp5 miliar (bantuan Gatot untuk mahasiswa Sumut di Mesir, Red), ada yang Rp500 juta, Rp300 juta, Rp100 juta dan masih banyak lagi, saat ini masih disingkronkan dengan data penerima aliran dana itu,” tegasnya.

Apakah Kejatisu bakal memeriksa Plt Gubsu? Apakah sudah ada rencana meminta izin presiden untuk pemeriksaan petinggi di Pemprovsu itu? Marcos mengatakan, pihaknya tidak akan padang bulu. Siapapun yang terlibat, lanjutnya, akan diperiksa dan dimintai keterangan. “Kasus ini kasus besar. Soal adanya dugaan keterlibatan itu, masih dilakukan penyelidikan. Tapi intinya, siapapun bakal diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban, tanpa pandang bulu. Belum kita panggil ataupun dimintai keterangannya,” jelasnya.

Kapan pengumuman tersangka dilakukan? Dia menyatakan, pihaknya segera mengumumkan tersangka usai kroscek data penerima aliran dana bansos dengan jumlah kerugian negara. “Usai ini, kita akan menentukan siapa tersangkanya,” tegasnya.

Meski disebut dalam gelar perkara, namun Gatot belum pernah diperiksa Kejatisu. Penyidik sejauh ini hanya memeriksa mantan Kepala Biro Binsos, Hasbullah Lubis, mantan Kepala Biro Keuangan, M Syafii, Kepala Biro Binsos, Sakhira Zandi, Kepala Biro Keuangan, M Sagala, dan sejumlah staf di Kantor Gubsu.

Dalam melakukan kroscek, lanjutnya, pihaknya sangat ekstra hati-hati. Pasalnya, banyak alamat penerima dana aliran bansos yang fiktif.  “Banyak alamat yang menerima bantuan itu tidak jelas. Misalnya ada yayasan yang menerima bantuan, ketika penyidik mencari alamat si penerima bantuan, ternyata alamat yang menerima bantuan itu adalah warung. Bahkan pemilik warung sendiri tidak mengetahui alamat yayasan tersebut,” tegasnya.

Dana yang Cair Dibagi Dua
Seorang pejabat di Kantor Gubsu, mengatakan, penyimpangan dana bansos di Pemprovsu memang telah berlangsung sejak lama dan biasanya tak ada masalah. “Kalau Jumat gini, sepi. Jarang ada yang masukan proposal. Biasanya Senin, Selasa sampai Kamis baru ramai. Biasanya di bawah dulu (di bagian Tata Usaha dan Arsip), baru naik ke Binsos. Dari Binsos didisposisi baru naik lagi ke lantai 9, untuk ditandatangani Plt Gubsu. Ada juga yang diteruskan ke Sekda baru turun ke Binsos lagi. Dari Binsos sudah diketahui nominalnya berapa, baru nanti ada semacam laporan ke Biro Keuangan.

Kemudian keluarlah berbentuk cek, diserahkan ke Binsos. Baru diambil di Binsos. Setahu saya seperti itu,” ungkapnya.

Pencairan proposal memiliki waktu relatif. Jika yang memasukkan proposal memiliki kedekatan dengan pejabat atau orang-orang dekat kepala daerah dan sebagainya, biasanya bisa lebih cepat. “Biasanya ada itu yang mengajukan diri, atau memang punya jalur cepat karena ada kenalan di Kantor Gubsu. Sekarang ini yang bisa cepat dari orang dekat Plt Gubsu, kemudian akan sesegera mungkin disampaikan ke Kabiro Binsos Provsu. Kau tahulah orang dekat Plt Gubsu ini juga dekat sama Kabiro Binsos, jadi urusannya cepat,” urainya.

Bagaimana dengan istilah ‘belah jengkol’ alias bagi dua dana bansos yang cair antara si pemilik proposal dengan petugas di Kantor Gubsu? Mengenai hal itu, PNS tersebut mengakui adanya praktik-praktik tersebut. Dan itu kerap terjadi. Sayangnya, tidak ada yang membukanya secara transparan.

“Misalkan saja, proposal-proposal seminar atau kegiatan lainnya yang nominalnya hanya Rp10 juta sampai Rp20 juta. Ini tidak pernah ada pantauan langsung di lapangan, apakah benar ada kegiatan itu atau tidak. Katakanlah, satu hari saja ada yang cair proposal misalnya besarannya Rp10 juta. Kalau dibelah dua, berarti petugas di Kantor Gubsu dapat Rp5 juta. Bayangkan kalau sebulan itu ada 30 proposal, berarti petugas di Kantor Gubsu mendapatkan Rp150 juta. Sudah bisa beli mobil dia,” tukas pejabat tersebut.

Ditambahknya, jika proposal yang diajukan telah dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut, seperti kegiatan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) atau organisasi besar lainnya, maka tidak ada yang berani memotongnya. “Kalau yang dianggarkan di APBD, seperti KNPI, PWI atau lainnya, tidak berani dipotong,” bebernya.

Dijelaskannya, alur proposal lainnya adalah biasanya melalui kegiatan-kegiatan audiensi. Proposal ini nantinya langsung mendapat pertimbangan dan perhatian dari kepala daerah. “Biasanya yang ratusan juta itu ada agenda audiensi. Ini nanti langsung dapat perhatian dari Plt Gubsu atau gubernur. Udah disetujui gubernur, kemudian turun lagi ke Binsos. Tapi tetap saja, itu awal masuknya ke Bagian Tusip (tata usaha dan arsip, Red) dulu, baru audiensi,” jelasnya.

Ada juga, lanjutnya, proposal yang dibawa konstituen partai yang dititipkan kepada anggota dewan untuk dimasukkan dalam proses penganggaran. Proposal yang seperti ini biasanya fiktif. Kalaupun ada dan berhasil dicairkan, biasanya pemilik proposal hanya dapat bagian 40-60 persen saja.

Kepala Biro Binsos, Shakira Zandi, kepada wartawan koran ini membantah adanya praktik ‘belah jengkol’. Apalagi sampai namanya dikait-kaitkan agar proses pencairan dana lancar. “Wallahi (kalimat sumpah, Red). Tidak ada yang namanya dipotong-potong. Katanya karena saya, itu namanya menjual-jual nama saya. Beritahukan ke saya siapa orangnya. Tidak ada itu. Sejak saya menjabat, sudah saya tegaskan jangan ada pegawai yang bermain-main dengan dana bansos atau memotong-motongnya. Saya tidak pandang bulu, akan saya proses kalau ada yang kedapatan seperti itu,” ujar Sakhira Zandi yang dua kali diperiksa Kejatisu.

Mengenai hibah ke Mesir sebesar Rp5 miliar, Shakira kembali menegaskan, semuanya sudah sesuai dengan aturan yang ada, mulai dari adanya permintaan dari KBRI di Mesir, kemudian adanya Memorandum Of Understanding (MoU) antara Pemprovsu dengan KBRI dan izin dari Kementerian Agama (Kemenag RI) dan sebagainya. “Semuanya sudah sesuai aturan,” tegasnya.(rud/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/