Site icon SumutPos

PERHATIAN! Pria Kemayu Dilarang Tampil di TV

Aming yang berpenampilan perempuan. KPI melarag TV menyiarkan pria berpenampilan kemayu di TV Indonesia.
Aming yang berpenampilan perempuan. KPI melarag TV menyiarkan pria berpenampilan kemayu di TV Indonesia.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tak main-main dalam membatasi generasi anak bangsa untuk mendapatkan tontonan yang mendidik. Mulai kemarin, (Rabu, 24/2) KPI Pusat mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada seluruh direktur utama lembaga penyiaran stasiun televisi Indonesia.

Dalam surat edaran tersebut, KPI menilai masih ada beberapa stasiun televisi yang kerap menyiarkan pria yang berperilaku seperti wanita.

“Berdasarkan hasil pemantauan dan aduan yang kami terima, terdapat program siaran yang masih menampilkan pria yang berperilaku dan berpakaian wanita,” ujar Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam surat edarannya, Rabu (23/2).

Dengan keluarnya surat peringatan tersebut, tidak ada lagi pembawa acara, talent maupun pengisi acara, baik pemeran utama maupun pendukung dengan tampilan pria bergaya wanita di stasiun tv.

Dia melanjutkan, siaran dengan tampilan seperti itu bisa mendorong anak untuk belajar atau membenarkan perilaku tidak pantas tersebut. Di mana anak-anak mudah terpengaruh dengan tontonan yang dia lihat.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 pasal 9, pasal 15 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (4) huruf a. Selain itu sesuai dengan Pedoman Perilaku Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 pasal 4.

“Itu perilaku yang tidak pantas dan tidak lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tandas Judhariksawan.

Dengan adanya larangan KPI ini, pemirsa yang menonton D’Academy atau kontes bakat lainnya di Indosiar tidak akan mendengar lagi sapaan akrab Mak Igun untuk desainer kondang Ivan Gunawan.

Seperti yang disampaikan Komisioner KPI Agatha Lily lewat acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di tvOne, Selasa (23/2) malam lalu, KPI melarang televisi menampilkan pria berpakaian dan berperilaku kewanitaan.

“Media secara tidak sadar mempopulerkan sapaan yang seharusnya untuk wanita. Saya sebut saja, ada seorang pria yang disebut Madam, Mak, dan sebagainya. Saya tidak perlu sebut satu per satu,” kata Agatha Lily.

Larangan KPI tentang tayangan-tayangan yang berbau propaganda LGBT (Lesbian, Gay, Bisex dan Transgender) di berbagai media elektronik ini ternyata mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, diantaranya Gerakan Wanita Nusantara (Granita). Bahkan Granita juga berharap, pembatasan atau larangan itu akan diikuti dengan keputusan untuk bidang propaganda outdoor.

“Kita tidak perlu bicara soal rating dalam kasus ini. Kita juga tidak bicara soal hak asasi dalam hal ini. Yang perlu dipikirkan adalah masa depan generasi muda Indonesia masa kini dan masa mendatang,” kata Humas Granita, Rani Kurniati dalam penjelasannya kepada wartawan.

Menurut Rani, Granita secara konsisten akan melawan penyimpangan gaya hidup seksual yang selalu ditawarkan komunitas LGBT. Menurutnya, Granita sangat menghormati individu-individu dalam komunitas LGBT.

Yang ditentang Granita adalah, mengkampanyekan LGBT sebagai gaya hidup dan mempengaruhi mereka yang normal untuk masuk dalam komunitasnya.

“Sekali lagi Granita ingin mengatakan kepada para ibu-ibu Indonesia, LGBT itu tidak ubahnya dengan narkoba. Sekali terjerat akan sangat sulit untuk lepas. Sudah banyak kisah yang dengan mudah para ibu Indonesia pelajari. Kami melihat larangan KPI sangat tepat meskipun datang belakangan setelah ribut-ribut di media. Namun demikian, tidak ada kata terlambat,” ujar Rani.

Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya juga setuju dengan imbauan KPI tersebut. “Salah satu medium yang paling banyak berperan dalam potensi penyebarluasan LGBT di kalangan muda adalah lembaga penyiaran,” kata Tantowi kepada wartawan, Rabu (24/2).

Tantowi mengatakan lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang dikuasai negara sebagai jembatan untuk masuk ke ruang publik. Karenanya, perlu ada kesadaran dari stasiun TV untuk membatasi perilaku LGBT di ruang publik.

“Perlu kesadaran dari penyelenggara siaran di Indonesia untuk tidak mengumbar perilaku LGBT di ruang publik oleh para pengisi acaranya. Harus ada pengawasan yang ketat dari penyelenggara penyiaran,” ujar Tantowi.

“Anak-anak dan para remaja yang masih labil cenderung mencontoh apa saja yang tersaji di hadapan mereka. Prosesnya akan cepat sekali jika peran orang tua minim dalam menjaga masuknya perilaku salah tersebut di anak-anak mereka,” imbuhnya. (chi/jpnn/bbs/adz)

Exit mobile version