MEDAN-Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan bersama Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara, mengambil sample bangkai ikan sapu kaca dan air Sungai Babura, di Jalan Zainul Arifin untuk diperiksa di laboratorium.
“Kemarin kita sama-sama dengan BLH Provsu untuk turun ke sungai Babura dan telah mengambil sample sebanyak enam ekor ikan sapu kaca, yang mati dan air sungai tersebut untuk dibawa dan kita periksa ke laboratorium. Hasilnya seminggu lagi baru keluar,” kata Plt Kepala BLH Kota Medan, Eddy Utama kepada wartawan, kemarin.
Dikatakannya, pihaknya belum mengetahui secara rinci apa penyebab kematian ikan-ikan sapu kaca di Sungai Babura.
Tapi, dirinya tidak menampik adanya dugaan karena pencemaran air limbah pelaku kegiatan industri di hulu sungai. Untuk itu, dirinya masih menunggu hasil laboratorium.
“Kita belum tahu penyebabnya ikan-ikan itu mati. Tapi, kita telah menurunkan tim investigasi dari mulai jembatan di Jalan KH. Zainul Arifin sampai ke perbatasan Kota Medan dengan Deliserdang. Bila ditemukan ada industry yang membuang limbah secara sembarangan ke sungai Babura, maka ditindak tegas,” kata Eddy.
Ketika ditanya apakah penyebab matinya ikan-ikan sungai Babura akibat pencemaran limbah pabrik, Eddy tetap belum bisa menjawabnya. Dia tetap mengatakan menunggu hasil laboratorium dan investigasi pihaknya. Untuk itu, jajarannya bekerjasama dengan BLH Propsu akan mencari penyebab kematian ikan-ikan sungai Babura.
Dengan belum ditemukannya penyebab kematian ikan-ikan di sungai Babura, Eddy mengimbau kepada warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai supaya jangan dulu menggunakan air tersebut. Karena ditakutkan hal-hal yang tidak diinginkan akibat air kurang bersih.
“Kita telah meminta kepada warga supaya jangan dulu menggunakan air sungai itu sebelum hasil investigasi dan laboratorium keluar,” katanya.
Ketika ditanya, kalau pihaknya melarang warga menggunakan air sungai Babura, apa yang dibuatnya solusi untuk warga, Eddy tidak bisa menjawabnya. “Itulah dia persoalannya, makanya kita enggak tahu lagi bagaimana caranya supaya warga tidak menggunakan air sungai tersebut,” katanya.
Sementara itu, pengamat lingkungan hidup di Medan, Jaya Arjuna mengatakan jika ikan sapu kaca yang mati itu berarti ikan tersebut sudah tercemar oleh air limbah. “Kita ketahui ikan sapu kaca merupakan ikan yang paling kuat terhadap pencemaran, jika ikan lain sudah mati maka ikan sapu kaca masih bisa bertahan. Tapi kalau sudah ikan sapu kaca yang mati itu tandanya air sudah tercemar oleh limbah kimia,” kata Jaya, kemarin.
Dikatakan Jaya, untuk mencari apa penyebab matinya ikan-ikan itu, maka BLH harus mencari dan memeriksa sumber limbah kimia dari hulu sumber kematian ikan. “Pemerintah harus melihat ada industry apa di sekitar itu yang berpotensi menghasilkan limbah kimia. Saya yakin matinya ikan-ikan itu bukan karena kekurangan oksigen tapi karena bahan kimia yang sangat tinggi, sehingga ikan sapu kaca tidak bisa bertahan lagi untuk hidup, kalau hanya limbah organik itu tidak akan sampai membuat ikan sapu kaca mati,” kata Jaya.
Jaya menjelaskan, untuk mengetahui kepastian apa penyebab matinya ikan tersebut, maka pemerintah tidak cukup hanya mengambil air dan memeriksa ikan. Kalau hanya itu yang dilakukan itu berarti hanya bertujuan untuk sekadar memeriksa terjadinya pencemaran. “Pencemaran itu sudah terjadi karena ikan-ikan sudah mati, itu sudah bukti yang kuat. Masalahnya, yang harus segera dicari adalah dari mana limbah kimia itu berasal makanya pemerintah harus mencari industry mana yang berada di sekitar hulu dari sumber kematian ikan-ikan itu, juga industry mana yang paling berpotensi menghasilkan limbah kimia,” terang Jaya.(adl)