Site icon SumutPos

Setnov: Saya Sangat Shock!

Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto saat menjalani sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12). Sidang tersebut mengagendakan pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Foto: Ismail Pohan/INDOPOS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Terdakwa perkara dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Setya Novanto mengaku sangat terkejut dengan vonis 15 tahun penjara yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (24/4). Mantan Ketua DPR RI itu menilai, apa yang disampaikan majelis hakim tidak sesuai dengan fakta persidangan yang telah berlangsung sebelumnya.

“Pertama-tama, saya sangat shock sekali karena apa yang didakwakan dan apa yang disampaikan perlu dipertimbangkan karena tidak sesuai dengan persidangan yang ada,” kata Novanto dengan muka yang agak pucat di Basement Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Kendati demikian, Novanto tetap menghargai putusan majelis hakim tersebut. Karena itu, dia belum bisa memutuskan untuk menerima atau menolaknya dengan mengajukan upaya hukum banding. “Namun, saya tetap menghormati, menghargai, dan saya minta waktu untuk pelajari dan konsultasi dengan keluarga dan juga pengacara,” kata Novanto sebelum masuk ke dalam mobil tahanan.

Menyikapi vonis ini, Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan apresiasi terhadap putusan hakim PN Tipikor Jakarta. Ini karena vonis tersebut terbilang tinggi yang hanya terpaut satu tahun dari tuntutan KPK, yakni meminta agar mantan Ketua DPR tersebut divonis 16 tahun pidana penjara.

“KPK Apresiasi karena tuntutan KPK tentang uang pengganti dan pencabutan hak politik dikabulkan, meskipun ancaman hukuman masih selisih 1 tahun,” ungkapnya saat dikonfirmasi JawaPos.com (grup Sumut Pos), Selasa (24/3).

Sementara itu, perihal vonis tersebut, tim JPU KPK katanya akan segera mempelajari dan melakukan analisis guna dijadikan bahan laporan kepada pimpinan dan langkah upaya hukum selanjutnya.

Keberhasilan pengusutan kasus ini, kata Agus, tak luput dari kerja keras timnya, sehingga bisa menyelesaikan satu per satu tersangka kasus e-KTP, walau sempat menghadapi sejumlah tantangan dan hambatan. “Namun bisa selesai akibat kerja keras tim di penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan unit lain terkait,” jelasnya.

Sementara itu, meskipun Novanto telah divonis bersalah, Agus menegaskan, timnya tidak akan berhenti mengusut pelaku lain yang diduga terlibat dalam perkara dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun. Sebab, KPK sudah banyak mengantongi bukti-bukti kuat perihal keterlibatan para pihak lain yang dinilai berperan dalam kasus korupsi dengan nilai proyek Rp5,9 triliun tersebut. “Segera kami cermati fakta-fakta sidang. Tentu seperti yang pernah disampaikan, kasus ini tidak akan berhenti kepada SN saja,” tukasnya.

“Sejak tuntutan diajukan kami sudah sampaikan, jika ada bukti yang kuat adanya upaya penyamaran uang hasil korupsi tentu akan diproses,” tutupnya.

Sebelumnya, terdakwa perkara dugaan korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto divonis oleh Majelis Hakim selama 15 tahun kurungan penjara. Selain itu, Novanto diwajibkan membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.

Novanto terbukti secara sah bersama-sama melakukan korupsi pengadaan e-KTP sehingga merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dari proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

“Mengadili, menyatakan Novanto terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan kepada terdakwa Setya Novanto 15 tahun pidana dan denda 500 juta,” kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (24/4).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan mantan Ketua DPR RI itu tidak mendukung program pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi.

Dalam perkara ini, Novanto dinyatakan terlibat dalam korupsi senilai Rp 2,3 triliun ketika yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Novanto juga dinilai terbukti mendapat jatah USD 7,3 juta. Dia juga terbukti menerima jam tangan mewah bermerek Richard Mille seri RM 011 senilai USD135 ribu dari proyek bernilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Sedianya, uang yang diterima Setya Novanto untuk mengaburkan aliran dana proyek e-KTP, uang tersebut diberikan dari orang yang berbeda. Setya Novanto mendapat USD 3,5 juta dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Direktur PT Murakabi Sejahtera selaku peserta lelang proyek e-KTP.

Dia juga mendapat USD 3,8 juta secara bertahap dari Made Oka Masagung pemilik OEM Investment.

Dalam persidangan juga terungkap bahwa Setya Novanto telah mengembalikan uang Rp 5 miliar kepada KPK. Namun, dia bersikukuh tidak terkait dengan kongkalikong proyek e-KTP.

Selain itu, majelis hakim pun mengesampingkan nota pembelaan yang dibacakan Novanto pada Jumat (13/4). Bahkan hak politik Novanto dicabut selama lima tahun pasca menjalani proses hukuman.

Atas perbuatannya, Novanto terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(ce1/rdw/ipp/jpc)

 

Exit mobile version