500 Pasangan Nikah Massal
MEDAN-500 pasang pengantin meramaikan acara pernikahan massal yang digelar Forum Silaturrahmi Majelis Ta’lim Sumut, di Auditorium PTKI Menteng Medan Denai, Kamis (24/5).
Ketua Forum Silaturrahmi Majelis Ta’lim Sumut, Hikmatul Fadhilah mengatakan, tujuan kegiatan nikah massal yakni bagaimana forum silaturahmi mampu membangun silaturahmi dan kemaslahatan umat.
“Dengan kegiatan ini kita harapkan mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Setidaknya dengan kegiatan ini kita juga bisa memberikan kesempatan bagin pasangan yang selama ini telah menikah secara siri namun belum memiliki buku nikah. Selain itu juga kita ingin membantu para pasangan yang selama ini masih kumpul kebo karena keterbatasan ekonomi bisa menikah sah secara agama dan diakui oleh negara,”ujar Fadhilah, didampingi Sekretaris Forum Silaturahmi Majelis Ta’lim Sumatera Utara Hj Zuliysari Agustina Harahap, di sela-sela acara.
Fadhilah juga mengatakan, kegiatan mengambil tema “Dengan Nikah Massal Kita Bina Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah” itu dilaksanakan dalam
memeriahkan Milad ke VI Forum Silaturrahmi Majelis Ta’lim Sumatera Utara.
Menurut pengakuan Fadhilah, dari seluruh pasangan yang mengikuti acara nikah massal tersebut terbagi dalam tiga katagori yakni gadis dan lajang, janda dan duda serta pasangan yang tua.
“Untuk pasangan tertua yakni berusia 75 tahun dan termuda adalah 16 tahun,”terangnya.
Acara ini juga melibatkan Kantor Urusan Agama (KUA) dari 3 kabupaten/kota dan 8 kecamatan Kota Medan.
Salah satu peserta, Abdul Karim (59) dan Nurhayati (45), warga Jalan Salak, Medan Kota, tepatnya daerah pinggiran rel mengaku, senang dengan kegiatan nikah massal. Pasalnya, pasangan yang telah 8 tahun menikah secara siri itu belum memiliki buku nikah.
“Nikah massal ini memberikan kesempatan kepada kami untuk bisa memiliki buku nikah dan pastinya diakui oleh negara,”ujarnya.
Dengan balutan pakaian adat Melayu berwarna kuning dan bernomor peserta 007 yang disediakan oleh panitia, Abdul Karim mengakui jika pernikahan tersebut adalah pernikahannya yang keempat kalinya setelah ketiga isteri sebelumnya harus berakhir dengan perceraian.
“Kalau isteri pertama saya disuruh orangtuanya meninggalkan saya, isteri kedua berpaling ke orang lain dan isteri ketiga cerai begitu saja,”terang Abdul.
Di kehidupan sebelumnya Abdul mengaku pernah bekerja sebagai reperasi jam. Namun karena ada keterbatasannya dalam penglihatan, kini Abdul tak malu menyebutkan identitasnya sebagai seorang peminta-minta di persimpangan lampu merah.
“Jangan heran ya, kalau kalian tengok saya di persimpangan lampu merah,”ucapnya.
Setidaknya dengan kondisi perekonomian yang lemah, Abdul merasakan sebuah makna kehidupan lewat nikah massal yang diikutinya.
Nikah massal itu juga menurut pengakuan pria yang telah memiliki 12 anak dan 12 cucu ini, diikuti oleh anak keempatnya bernama Irianto dan isterinya Juliana.
“Anak keempat saya juga nikahnya gitu aja jadi nggak ada buku nikah. Makanya dengan adanya kesempatan ini saya ajak dia untuk ikut,”sebut Abdul. (uma)