MEDAN-Sekretaris Eksekutif Fitra Sumut, Rurita Ningrum menyatakan bahwa yang dibutuhkan untuk menghindarkan praktik korupsi dan kolusi di jembatan timbang Dinas Perhubungan Sumut adalah tindakan keras. Baik untuk pegawai Dishub maupun perusahaan truk tersebut.
“Dalam praktik kolusi itukan ada 2 pihak. Jadi, keduanya harus diberi sanksi,” ujarnya.
Dijelaskannya, praktik di Jembatan Timbang sudah menjadi rahasia umum. Dengan kata lain, pihak sopir sudah mengetahui permainan tersebut. Bahkan, setiap berangkat mereka sudah menyiapkan dana untuk saat melewati jembatan timbang.
“Bahasa mereka, dana tambahan. Jadi, sopir dan perusahaan sudah mengetahui. Tapi, mereka diam, dan seolah-olah mengamini,” jelasnya.
Karena itu, seharusnya dalam hal ini tindakan tegas yang diberikan bukan hanya berbentuk uang. Tetapi pengambilan sikap. “Misalnya, bila sopir yang selalu melakukan kesalahan yang pada orang-orang itu saja. Cabut saja izin perusahaannya. jangan sampai, hanya dengan bayar uang yang tidak seberapa akibatnya masyarakat umum harus menderita berjalan yang rusak, karena sering dilewati oleh truk yang kelebihan muatan tonase,” tambahnya.
Terkait dengan uang denda yang diberikan masuk ke kas daerah Rurita menyatakan bahwa hal tersebut sebagai sebuah kegiatan yang wajar. Hanya saja, dirinya kurang setuju, bila menggunakan metode target. “Kalau ada target, berarti ada kemungkinan akan mendapatkan lebih lagi. Kalau begitu, ya ada kemungkinan akan memberi kesempatan untuk kolusi lagi,” ungkapnya.
Rurita menyatakan bahwa permainan yang dilakukan di jembatan timbang ini akan merugikan masyarakat banyak. Karena, selain akan mengurangi kualitas jalan, permainan ini juga akan menimbulkan kerugian negara. “Jalanankan akan rusak karena harus melewati jalan yang kelebihan muatan. Ini bukan rugi kita warga negara, tetapi juga negara,” lanjutnya.
Rurita memberikan menyatakan, bila memang diperlukan, lakukan razia di dinas perhubungan untuk mengetahui, permainan siapa yang paling besar. Apakah sopir truk atau pegawai. “Razia ini dilakukan apakah pegawai dishub melakukan perhitungan sesuai dengan peraturan. Atau, menghitung berat orang saja. Atau gimana. Ini penting, untuk membasmi praktik ini,” tutupnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut Anthony mengatakan kutipan denda yang ada di jembatan timbang bukan pungli. Uang kelebihan muatan yang diterima oleh pegawainya itu adalah denda akibat kelebihan muatan. Kemudian, pembayaran denda tersebut dibenarkan sesuai dengan Perda no 14/2007. Dalam perda tersebut dijelaskan, ada 3 tingkatan dalam pemberian denda.
Dia menerangkan, tingkat I, kelebihan muatan sekitar 5-15 persen dari normal, maka akan dikenakan denda sebesar Rp80 ribu. Tingkat ke II, yaitu kelebihan muatan sebesar 15-25 persen akan dikenakan biaya sebesar Rp100 ribu. Dan tingkat ke III, kelebihan muatan di atas 25 persen akan dikenakan sangsi berupa tidak boleh jalan atau kembali ke daerah asal.
Sayangnya, temuan Sumut Pos, truk yang kelebihan muatan tingkat tiga malah dibiarkan lolos. Truk yang kelebihan muatan hingga delapan puluh persen itu dapat melenggang karena memiliki ‘surat sakti’ dari yayasan. (ram)