BINJAI, SUMUTPOS.CO – Bos besar PT Kiat Unggul, Indramawan, merasa bersalah dan menyesal atas ledakan maut yang menewaskan 30 orang karyawannya, di pabrik rumahan perakitan korek gas (mancis) di Langkat, Sumatera Utara, Jumat (21/6) lalu. Ia berjanji akan memberi santunan kepada keluarga korban. Meski merasa bersalah, ia menyebut operasi perakitan mancis berbahan kimia di usaha rumahan itu hanyalah industri kerajinan tangan.
“PENGERJAAN di rumah-rumah ‘kan kerajinan tangan saja. Jadi tak perlu menyiapkan standar khusus. Saya jarang di lokasi. Manajer yang tahu,” kata dia saat dihadirkan polisi dalam gelar paparan di Mapolres Binjai, Senin (24/6).
Ia menjelaskan, tidak pernah mengurus izin ke Pemkab Langkat selama produksi mancis berbahan kimia miliknya berjalan. Bahkan izin ke camat maupun lurah pun tidak dilaporkannya. PT Kiat Unggul, kata dia, berpusat di Jakarta dan mengantongi izin resmi industri dan ketenagakerjaan perdagangan.
Produksi mancis merek Toke miliknya per hari dapat menghasilkan 80 ribu buah dari tiga pabrik rumahannya yang berdomisili di Kabupaten Langkat. Harga jual di pasaran, mancis merek Toke diedar seharga Rp1.000. Jadi total omzet sehari bisa dapat Rp80 juta. Hanya saja, mancis baru dibuat jika ada pesanann
Indramawan mengatakan, sudah sejak lima tahun belakangan menjalani usahanya tersebut. “Orderan per hari cuma 80 ribu. Saya jalani ini baru lima tahun,” kata dia.
Atas kejadian ledakan yang menyebabkan 30 orang tewas terpanggang, Indramawan mengaku kaget dan merasa bersalah, meski selama ini dia jarang ke lokasi pabrik. Ia menyebut selama ini Indramawan menititipkan tanggung jawab kepada tersangka Burhan. “Saya di Jakarta. Kebijakan direktur lalu, saya melanjutkan di 2014. Izin belum pernah melapor,” kata dia.
Karena sudah menitipkan tanggung jawab kepada Burhan, Indramawan pun tak mengetahui sistem pabrik modus rumahan tersebut. Diduga sistem disusun untuk menekan biaya produksi dan menghindari pajak. Atas kejadian ini, Indramawan berencana memberi santunan kepada 30 korban tewas. “Karyawan yang meninggal kita cari dan kasih solusi santunan yang baik,” ujar dia.
Terkendala Finansial
Tersangka Lismawarni, manajer personalia pabrik yang dihadirkan polisi dalam paparan mengatakan, perusahaan terkendala finansial dalam hal pengurusan izin. “Perusahaan induk di Deliserdang. Pernah mau urus. Tapi karena kami di Langkat, disuruh pindah domisili. Kami masih terkendala finansial,” kata Lismawarni yang terus menangis sejak awal paparan digelar hingga usai.
Burhan selaku Manajer Operasional pabrik, juga turut dihadirkan dalam paparan. Tetapi dia tidak banyak bicara.
Kapolres Binjai, AKBP Nugroho Tri Nuryanto menyatakan, tiga orang ditetapkan tersangka dengan pasal kelalaian hingga berbuntut kematian. Pengoperasian pabrik pun tidak standar. Ditambah tidak mengantongi izin. Bahkan menghindari pajak dan jaminan sosial ketenagakerjaan. “Hasil pemeriksaan saksi yang bekerja di situ, sistemnya tertutup dan tidak terekspos tempatnya. Kami cek, tidak ada izinnya,” ujar Nugroho.
Ketiga tersangka dijerat polisi dengan pasal berlapis. Tersangka Burhan disangkakan Pasal 359 KHUP (kelalaian mengakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), UU No 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, UU Perlindungan Anak Pasal 76 H, dan 76 I Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2002.
Tersangka Lismawarni disangkakan melanggar 359 KHUP (kelalaian mengakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), Pasal 74 Huruf D dan Pasal 183 UU tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tersangka Indramawan disangkakan melanggar 359 KHUP (kelalaian mengaakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), Pasal 61, Pasal 62 Nomor 26 Tahun 2017 tentang penataan ruang, Pasal 109 UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Anak Pasal 76 H, dan 76 I Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2002, Pasal 90 (1), 185 Ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Modus Hindari Pajak
Tiga rumah yang dijadikan pabrik rumahan berlokasi di Desa Sambirejo dan Perdamaian, Kecamatan Binjai serta Desa Banyumas, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. “Modus mereka pakai pabrik rumahan, tujuan pertama untuk menghindari pajak. Kedua, menghindari jaminan sosial ketenagakerjaan. Ketiga, perizinan usaha. Keempat, agar bisa beri upah murah di bawah UMR,” sambungnya. “Pabrik induknya ada izin. Untuk izin dan merek Toke masih diselidiki. Unitnya lebih tipis,” beber Nugie.
Produk 80 ribu unit mancis Toke yang diproduksi PT Kiat Unggul dipasarkan tidak sampai ke Pulau Jawa. Menurut Kapolres, PT Kiat Unggul hanya memasarkan di Sumut, Aceh dan Jambi. Dijual seharga Rp1.000 ke sejumlah kedai-kedai. “Bh (Burhan) bagian yang memasarkan. Sementara Lw yang cari orang untuk kerja,” tambah mantan Danyon A Pelopor Satbrimobdasu ini.
Buruh lepas pabrik mancis rumahan ini diupah Rp1.200 per kotak. Satu kotaknya berisi 50 buah mancis. Para buruh lepas ini bekerja secara borongan jika mendapat pesanan.
Terancaman Lima Tahun Penjara
Karopenmas Divumas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo memastikan, instansinya terus mendalami insiden kebakaran tersebut. Disebutnya, selain tiga tersangka, tujuh orang saksi juga sudah diperiksa oleh Polres Binjai. Dari total 30 korban meninggal dunia, Dedi menjelaskan bahwa lima di antaranya merupakan anak-anak. Petuga sudah berhasil mengidentifikasi seluruh jenazah korban. “Untuk jenazah sudah diserahkan kepada pihak keluarga dan sebagian besar sudah dimakamkan oleh pihak keluarga,” terangnya.
Terkait dengan lima korban anak-anak, aparat kepolisian memastikan mereka bakal mencari tahu lebih jauh. Penyidik yang menangani kasus tersebut akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengetahui status lima anak tersebut. “Kemudian juga akan berkomunikasi dengan KPAI setempat,” jelas Dedi. Apabila terbukti, bukan tidak mungkin para tersangka juga dijerat pasal mempekerjakan anak-anak di bawah umur.
Sejauh ini, mantan wakil kepala Polda Kalimantan Tengah itu menuturkan, tiga tersangka terancam hukuman paling ringan lima tahun penjara. “Untuk pasalnya, pasal 359 KUHP jo pasal 188 KUHP,” jelasnya. Polisi menjerat para tersangka dengan pasal tersebut lantaran mereka diduga telah lalai sehingga menyebabkan kebakaran dan menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Berdasar temuan sementara ini, lanjut Dedi, ada beberapa barang bukti yang sudah diamankan petugas. Di antaranya empat potong kayu, sisa-sisa mecis, serta gembok dan grendel pintu. “Kerugian materiil antara lain ada roda dua sebelas unit. Rinciannya masih dirinci secara keseluruhan,” terang dia. Terkait dengan keberadaan pabrik serupa yang juga berada di bawah kendali Indra, Polri terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
Selain satu pabrik yang terbakar, Indra masih memiliki dua pabrik macis lainnya. Yakni di Desa Perdamaian, Kecamatan Binjai dan Desa Banyumas, Kecamatan Stabat. “Nanti diasesmen, apakah dicabut, dibekukan, atau dihentikan. Itu semua (kewenangan) pemerintah daerah,” terang dia. Penyidik, lanjutnya, hanya mendalami dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pimpinan PT Kiat Unggul.
Camat Kecolongan
Terpisah, Camat Binjai, Rizal Gunawan Gultom mengaku kecolongan atas beroperasinya pabrik rumahan yang berujung dilahap si jago merah. Dikonfirmasi, Rizal menjawab tidak tahu soal aktivitas pabrik rumahan yang berada di bawah naungan PT Kiat Unggul tersebut. Menurut Camat, tidak ada izin usaha diterbitkannya terkait usaha rumahan tersebut. “Setelah kejadian baru tahu. Informasinya ada dua tempat di Binjai. Yang di Stabat pun mungkin enggak tahu,” kata dia.
“Saya enggak tahu. Kami enggak pernah keluarkan rekom atau izin,” sambungnya.
Meski tidak tahu aktifitasnya, Camat sebut bahwa pabrik rumahan itu beraktifitas di sebuah rumah yang disewa. “Kalau kecolongan, kami memang enggak tahu. Saya dengar sudah sejak 2011,” kata Camat yang mengaku turut dipanggil polisi. Polisi meminta keterangan Camat terkait keberadaan pabrik ilegal tersebut. “Kapolsek pun enggak tahu di situ ada usaha rumahan,” tandasnya.
Sebelumnya, polisi disarankan untuk mendalami asal muasal bahan baku gas yang digunakan PT Kiat Unggul tersebut. Disebut-sebut, Indramawan acap kali menggunakan nama samaran untuk mengelabui pemerintah dalam hal pemungutan pajak dan retribusi usahanya.
Sebut saja pabrik induknya yang berlokasi di Jalan Medan-Binjai Km 15,7, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang. Indramawan menamai usahanya PT Aligas Jaya. Plang berlatar biru bertuliskan Dealer Elpiji Pertamina. Boleh jadi, gas yang digunakan PT KU berasal dari gas subsidi. Kini pabrik induk yang di Sunggal pun sudah dipasang garis polisi. (ted/syn/jpg)