28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Kepala BPN Sumut Gagas Keputusan Bersama

istimewa
KOMPAK: Kepala Kanwil BPN Sumut Bambang Priono bersalaman dengan Gubsu Edy Rahmayadi usai memberikan nasi tumpeng pada acara HUT ke-58 Agraria dan Tata Ruang Nasional di Gedung Serba Guna, Jalan Pancing Medan, Senin (24/9).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Proses ganti rugi lahan jalan Tol Medan-Binjai di Seksi I, kawasan Tanjungmulia, hingga kini tak kunjung tuntas. Pasalnya, masih ada sejumlah warga belum sepakat dengan ganti rugi yang diberikan pemerintah. Bahkan, warga juga melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan.

Tak ingin persoalan ini berlarut-larut, Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut. Bambang Priono mengaku akan mengambil langkah cepat dan tegas. Diantaranya dengan membuat sebuah keputusan bersama berkenaan ganti rugi (konsinyasi) kepada masyarakat di sekitar proyek jalan tol tersebut.

“Langkah ini sedang kita siapkan dan nantinya kita buat keputusan bersama. Sehingga kalau dipidanakan, semua pejabat di negeri ini biar masuk sama-sama,” katanya kepada wartawan usai peringatan HUT ke-58 Kementerian ATR/BPN di Medan, Senin (24/9).

Pihaknya juga siap memfasilitasi rapat koordinasi dengan lintas instansi, baik pusat ataupun daerah, seputar urusan konsinyasi bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan. “Kalau keputusannya secara bersama, ada gubernur, kapolda, kejati, kanwil BPN, menteri PUPR, menteri ATR/BPN, kejagung, Menteri BUMN, saya kira urusan ini cepat selesai. Dimana kepada masyarakat atau pemilik bangunan dibayarkan 70 persen, kepada masyarakat pemilik sertifikat diberikan 30 persen. Dasarnya apa? Suka sama suka,” ungkapnya.

Menurutnya, beberapa penggarap sudah setuju semua, begitupun pemilik sertifikat juga sepakat. Jadi mudah-mudahan kata Bambang, dengan langkah-langkah seperti ini persoalan bisa cepat tuntas.

“Kalaupun ada gugatan lagi, silahkan saja gugat nggak ada urusan sama kami (BPN). Toh, nanti ujung-ujungnya dilakukan eksekusi. Kalau ini nggak tuntas, kita tidak bisa konsinyasi jumlah KK yang ada itu. Ini faktor sosial yang muncul. Kita tidak maulah gara-gara pembebasan tanah, terjadi penggusuran di Sumut,” imbuh dia.

Diungkapkannya, untuk jalan tol Medan-Binjai dengan luas 17 kilometer, memang masih ada tersangkut masalah lahan sekitar 800 meter lagi. Dimana dihuni sebanyak 452 kepala keluarga (KK). “Mereka menduduki tanah dan mendirikan bangunan di sekitar lokasi tersebut, tidak memiliki alas hak. Mereka juga sudah menguasai tanah itu selama puluhan tahun sampai sekarang istilahnya bernama ‘Kampung Tua’,” katanya.

Setelah pihaknya teliti, bahwa di tanah tersebut telah terbit sertifikat hak milik (SHM) pada 1972. Dimana ada delapan SHM dengan yang punya delapan orang juga. “Sebenarnya sudah mau kita ganti rugi, namun ketua pengadaan tanah digugat di Pengadilan Negeri oleh masyarakat pemilik alas hak Grand Sultan, yakni sebanyak 12 permohonan gugatan. Dalam 12 gugatan tersebut, BPN memenangkan dua dan satu kalah sedangkan sisanya masih jalan atau berproses,” katanya.

Sementara Kementerian PUPR, sambungnya, selaku PPK juga digugat sebanyak 20 permohonan gugatan. “Jadi di sana ada tiga pihak. Penggarap, pemilik sertifikat dan Grand Sultan. Nah, ini mau dibagi ke siapa? Padahal ini merupakan proyek startegis nasional (PSN). Jadi saya bilang jangan coba-coba bermain di PSN. Ini 800 meter lagi sudah mau tuntas, dan orang dari Binjai menuju bandara waktu tempuhnya paling tinggal 30-40 menit saja. Tidak perlu dia lewat jalan dalam kota. Harus bersama-sama kita carikan jalan keluarnya,” pungkasnya.

Pemimpin proyek jalan tol Medan-Binjai dari PT Hutama Karya, Hestu Budi Husodo mengatakan, di sepanjang Tol Medan-Binjai, sejauh ini ruas yang sudah beroperasi yaitu ruas Binjai-Helvetia. Namun, masih ada sebagian yang belum rampung, yakni ruas Helvetia-Tanjungmulia sepanjang 7 kilometer.

Sebelum dinyatakan layak untuk dilintasi, ruas tol ini harus ditinjau oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) untuk memastikan kondisinya layak fungsi dan layak operasional. “Kami kebut pembangunan ruas-ruas itu,” tuturnya.

Sebelumnya, Gubsu Edy Rahmayadi mengungkapkan segera menindaklanjuti persoalan ganti rugi (konsinyasi) lahan untuk pembangunan jalan tol Medan-Binjai Seksi I di Tanjungmulia. “Ada kesulitan-kesulitan yang saya belum tahu pasti, tapi yang saya dengar adalah (masalah) ganti rugi yang tidak sesuai. Jadi ini yang akan kita pelajari. Kenapa sebagian warga mendapat ganti rugi yang sesuai, sebagian lagi tidak. Ini ada apa? Untuk itu nanti saya akan cari tahu,” ujarnya belum lama ini.

Diakuinya infrastruktur seperti jalan tol adalah pekerjaan pemerintah pusat yang saat ini sedang berjalan dan belum tuntas. Pemprovsu sebagai perpanjangan tangan pusat, katanya, wajib mendorong semua kegiatan yang berasal dari APBN di Provinsi Sumut, dimana untuk menyejahterakan masyarakat Sumut. “Pemprovsu harus mendorong terciptanya infrastruktur untuk kita bersama,” katanya.

istimewa
KOMPAK: Kepala Kanwil BPN Sumut Bambang Priono bersalaman dengan Gubsu Edy Rahmayadi usai memberikan nasi tumpeng pada acara HUT ke-58 Agraria dan Tata Ruang Nasional di Gedung Serba Guna, Jalan Pancing Medan, Senin (24/9).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Proses ganti rugi lahan jalan Tol Medan-Binjai di Seksi I, kawasan Tanjungmulia, hingga kini tak kunjung tuntas. Pasalnya, masih ada sejumlah warga belum sepakat dengan ganti rugi yang diberikan pemerintah. Bahkan, warga juga melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan.

Tak ingin persoalan ini berlarut-larut, Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut. Bambang Priono mengaku akan mengambil langkah cepat dan tegas. Diantaranya dengan membuat sebuah keputusan bersama berkenaan ganti rugi (konsinyasi) kepada masyarakat di sekitar proyek jalan tol tersebut.

“Langkah ini sedang kita siapkan dan nantinya kita buat keputusan bersama. Sehingga kalau dipidanakan, semua pejabat di negeri ini biar masuk sama-sama,” katanya kepada wartawan usai peringatan HUT ke-58 Kementerian ATR/BPN di Medan, Senin (24/9).

Pihaknya juga siap memfasilitasi rapat koordinasi dengan lintas instansi, baik pusat ataupun daerah, seputar urusan konsinyasi bagi masyarakat yang terkena dampak pembangunan. “Kalau keputusannya secara bersama, ada gubernur, kapolda, kejati, kanwil BPN, menteri PUPR, menteri ATR/BPN, kejagung, Menteri BUMN, saya kira urusan ini cepat selesai. Dimana kepada masyarakat atau pemilik bangunan dibayarkan 70 persen, kepada masyarakat pemilik sertifikat diberikan 30 persen. Dasarnya apa? Suka sama suka,” ungkapnya.

Menurutnya, beberapa penggarap sudah setuju semua, begitupun pemilik sertifikat juga sepakat. Jadi mudah-mudahan kata Bambang, dengan langkah-langkah seperti ini persoalan bisa cepat tuntas.

“Kalaupun ada gugatan lagi, silahkan saja gugat nggak ada urusan sama kami (BPN). Toh, nanti ujung-ujungnya dilakukan eksekusi. Kalau ini nggak tuntas, kita tidak bisa konsinyasi jumlah KK yang ada itu. Ini faktor sosial yang muncul. Kita tidak maulah gara-gara pembebasan tanah, terjadi penggusuran di Sumut,” imbuh dia.

Diungkapkannya, untuk jalan tol Medan-Binjai dengan luas 17 kilometer, memang masih ada tersangkut masalah lahan sekitar 800 meter lagi. Dimana dihuni sebanyak 452 kepala keluarga (KK). “Mereka menduduki tanah dan mendirikan bangunan di sekitar lokasi tersebut, tidak memiliki alas hak. Mereka juga sudah menguasai tanah itu selama puluhan tahun sampai sekarang istilahnya bernama ‘Kampung Tua’,” katanya.

Setelah pihaknya teliti, bahwa di tanah tersebut telah terbit sertifikat hak milik (SHM) pada 1972. Dimana ada delapan SHM dengan yang punya delapan orang juga. “Sebenarnya sudah mau kita ganti rugi, namun ketua pengadaan tanah digugat di Pengadilan Negeri oleh masyarakat pemilik alas hak Grand Sultan, yakni sebanyak 12 permohonan gugatan. Dalam 12 gugatan tersebut, BPN memenangkan dua dan satu kalah sedangkan sisanya masih jalan atau berproses,” katanya.

Sementara Kementerian PUPR, sambungnya, selaku PPK juga digugat sebanyak 20 permohonan gugatan. “Jadi di sana ada tiga pihak. Penggarap, pemilik sertifikat dan Grand Sultan. Nah, ini mau dibagi ke siapa? Padahal ini merupakan proyek startegis nasional (PSN). Jadi saya bilang jangan coba-coba bermain di PSN. Ini 800 meter lagi sudah mau tuntas, dan orang dari Binjai menuju bandara waktu tempuhnya paling tinggal 30-40 menit saja. Tidak perlu dia lewat jalan dalam kota. Harus bersama-sama kita carikan jalan keluarnya,” pungkasnya.

Pemimpin proyek jalan tol Medan-Binjai dari PT Hutama Karya, Hestu Budi Husodo mengatakan, di sepanjang Tol Medan-Binjai, sejauh ini ruas yang sudah beroperasi yaitu ruas Binjai-Helvetia. Namun, masih ada sebagian yang belum rampung, yakni ruas Helvetia-Tanjungmulia sepanjang 7 kilometer.

Sebelum dinyatakan layak untuk dilintasi, ruas tol ini harus ditinjau oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) untuk memastikan kondisinya layak fungsi dan layak operasional. “Kami kebut pembangunan ruas-ruas itu,” tuturnya.

Sebelumnya, Gubsu Edy Rahmayadi mengungkapkan segera menindaklanjuti persoalan ganti rugi (konsinyasi) lahan untuk pembangunan jalan tol Medan-Binjai Seksi I di Tanjungmulia. “Ada kesulitan-kesulitan yang saya belum tahu pasti, tapi yang saya dengar adalah (masalah) ganti rugi yang tidak sesuai. Jadi ini yang akan kita pelajari. Kenapa sebagian warga mendapat ganti rugi yang sesuai, sebagian lagi tidak. Ini ada apa? Untuk itu nanti saya akan cari tahu,” ujarnya belum lama ini.

Diakuinya infrastruktur seperti jalan tol adalah pekerjaan pemerintah pusat yang saat ini sedang berjalan dan belum tuntas. Pemprovsu sebagai perpanjangan tangan pusat, katanya, wajib mendorong semua kegiatan yang berasal dari APBN di Provinsi Sumut, dimana untuk menyejahterakan masyarakat Sumut. “Pemprovsu harus mendorong terciptanya infrastruktur untuk kita bersama,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/