29.3 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Soal JR Saragih, tak Harus Tunggu Izin Presiden

MEDAN- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak harus mengantongi izin dari presiden dulu, bila akan melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Simalungun, JR Saragih. Artinya, surat izin pemeriksaan tersebut bisa diajukan ke presiden sembari proses pemeriksaan di KPK terhadap yang bersangkutan berjalan.

“Mengenai surat izin dari presiden itu, sembari proses pemeriksaan berjalan bisa diajukan. Jadi, tidak menunggu izin dari Presiden dulu. Memang secara prosedur administratif itu diperlukan, tapi kalau semuanya menunggu izin terus-terusan, kapan proses hukum akan berjalan. KPK harusnya segera melakukan pemeriksaan, melalui bukti awal yang telah diterima,” tegas Pengamat Hukum Tata Negara asal Universitas Sumatera Utara (USU), Mirza Nasution kepada Sumut Pos, Senin (24/10).

Bahkan, Mirza Nasution juga mengungkapkan, untuk pemeriksaan atau proses hukum terhadap JR Saragih, surat izin pemeriksaan hanya cukup dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saja. “Saya pikir, ini hanya keperluan administratif. Jadi, izin dari Mendagri juga sudah cukup. Kalau menunggu izin pemeriksaan, bisa jadi akan semakin lama. Nanti kalau ditanya mana surat izin pemeriksaannya, pasti dijawab belum dibahaslah, belum selesailah. Itu tidak menutup kemungkinan karena faktor kepentingan. Intinya adalah penegakan hukum, KPK jangan sampai memperlambat proses hukum terhadap kasus-kasus yang diterima, terlebih kasus-kasus korupsi yang dilakukan kepala daerah,” tambahnya.
Jika proses ini berjalan lambat, sambungnya, tidak menutup kemungkinan akan berdampak negatif pada pemerintahan dan perkembangan pembangunan di Simalungun.

Asumsi yang berkembang, andai kepala daerahnya saja korupsi, bisa jadi bawahan-bawahan kepala daerah juga akan melakukan hal yang sama. Kemudian, dari hal itu akan terbangun citra negatif terhadap Kabupaten Simalungun, khususnya para investor yang ingin menanamkan modalnya ke Simalungun. Bisa jadi, para investor akan menarik diri dari Simalungun dan mengalokasikannya ke daerah lainnya. “Secara langsung dan tidak langsung, akan berdampak negatif pada pemerintahan dan perkembangan pembangunan di sana,” ulasnya.

Sedangkan itu, Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi yang dikonfirmasi via seluler oleh Sumut Pos mengenai beberapa kasus yang menyeret-nyeret nama orang nomor satu di Pemkab Simalungun yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Simalungun tersebut mengatakan, beberapa kasus tersebut masih di Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Bahkan anehnya, Johan Budi menyatakan, kasus terkait dugaan suap ke Hakim MK, tidak menyeret nama JR Saragih.  “Yang di penyelidikan itu, kasus berdasarkan laporan Reflli Harusn CS dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), bukan soal  Bupati Simalungunnya. Tadi saya cek, masih di penyelidikan. Belum ada peningkatan. Sementara yang di Dumas, ada laporan soal Bupati Simalungun JR Saragih, masih ditelaah katanya. Humas tidak diberitahukan detail materinya,” terangnya.

Diketahui, JR Saragih dilaporkan ke KPK terkait beberapa kasus antara lain, dugaan pengalihan dana insentif guru non PNS menjadi pembelian mobil dinas anggota dewan yang dilaporkan pada 28 September 2011 lalu, oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas Anak Bangsa (SAB) melaporkan JR  Saragih ke KPK, dengan No Surat 001/SAB/IX/2011, dengan perihal adanya dugaan berkolusi dengan Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon, untuk mengalihkan dana intensif para guru non PNS sebesar Rp1.276.920.000. Dimana laporan tertanggal 28 September 2011 tersebut diterima oleh pihak KPK melalui Ibu Ita, dengan No Register 56, pukul 13.19 WIB.

Kemudian dugaan penyelewengan APBD Simalungun 2010/2011 senilai Rp48 miliar, dimana si pelapor adalah salah seorang anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik, dengan Nomor laporan ke KPK 08/ist/B.D/IX/2011, Lampiran satu bundel. KPK menerima laporan tersebut, dengan memberi nomor pada laporan tersebut yaitu Nomor : 201109-000423 Tanggal 30 September 2011, dengan perihal dugaan TPK pengelolaan APBD di Pemkab Simalungun Tahun 2010 senilai Rp48 miliar.  Belum lagi laporan dugaan suap JR Saragih kepada Ketua Pokja Pencalonan KPU Simalungun Robert Ambarita, sebesar Rp50 juta, yang akhirnya Robert Ambarita sendiri langsung melaporkannya ke KPK.

Diketahui, berdasarkan informasi yang diperoleh Sumut Pos, laporan dugaan suap tersebut dilaporkan langsung oleh Robert Ambarita tanggal 29 Desember 2010 lalu. Tanda bukti laporan yang dikeluarkan KPK terkait kasus tersebut No.2010-12-000545 Tanggal 29 Desember ditandatangani oleh pihak KPK yakni, Any Susanty di bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

Pada hari dan tanggal yang sama, diketahui Robert Ambarita juga mengadu ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dalam kasus ini, JR Saragih diduga melakukan suap terhadap Robert Ambarita sebesar Rp50 juta, dengan cek dari salah satu Bank BUMN (Bank BNI, red) atas nama PT Efarina No.505776, tertanggal 14 Juni 2010. Kasus ini kaitannya dalam prosesi Pilkada Simalungun 26 Agustus 2010 lalu.

Pada tanggal 18 Januari 2010 lalu, Robert Ambarita menerima surat panggilan dari KPK. Kemudian, Robert diperiksa KPK dalam rangka penelaahan kasus dua hari kemudian tepatnya, 20 Januari 2010 lalu. Di tanggal 25 Januari 2010 nya, Robert menyerahkan cek yang diterima dari JR Saragih pada KPK.

Sebelumnya lagi, sekira Bulan September 2010 lalu, JR Saragih juga dilaporkan ke KPK, menyangkut dugaan penyuapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) oleh mantan pengacaranya sendiri Reffli Harun cs. Dan terbongkarnya kasus dugaan suap tersebut, dibongkar langsung oleh Ketua MK Mahfud MD dalam sebuah keterangan pers, 9 Desember 2010 lalu.(ari)

MEDAN- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak harus mengantongi izin dari presiden dulu, bila akan melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Simalungun, JR Saragih. Artinya, surat izin pemeriksaan tersebut bisa diajukan ke presiden sembari proses pemeriksaan di KPK terhadap yang bersangkutan berjalan.

“Mengenai surat izin dari presiden itu, sembari proses pemeriksaan berjalan bisa diajukan. Jadi, tidak menunggu izin dari Presiden dulu. Memang secara prosedur administratif itu diperlukan, tapi kalau semuanya menunggu izin terus-terusan, kapan proses hukum akan berjalan. KPK harusnya segera melakukan pemeriksaan, melalui bukti awal yang telah diterima,” tegas Pengamat Hukum Tata Negara asal Universitas Sumatera Utara (USU), Mirza Nasution kepada Sumut Pos, Senin (24/10).

Bahkan, Mirza Nasution juga mengungkapkan, untuk pemeriksaan atau proses hukum terhadap JR Saragih, surat izin pemeriksaan hanya cukup dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saja. “Saya pikir, ini hanya keperluan administratif. Jadi, izin dari Mendagri juga sudah cukup. Kalau menunggu izin pemeriksaan, bisa jadi akan semakin lama. Nanti kalau ditanya mana surat izin pemeriksaannya, pasti dijawab belum dibahaslah, belum selesailah. Itu tidak menutup kemungkinan karena faktor kepentingan. Intinya adalah penegakan hukum, KPK jangan sampai memperlambat proses hukum terhadap kasus-kasus yang diterima, terlebih kasus-kasus korupsi yang dilakukan kepala daerah,” tambahnya.
Jika proses ini berjalan lambat, sambungnya, tidak menutup kemungkinan akan berdampak negatif pada pemerintahan dan perkembangan pembangunan di Simalungun.

Asumsi yang berkembang, andai kepala daerahnya saja korupsi, bisa jadi bawahan-bawahan kepala daerah juga akan melakukan hal yang sama. Kemudian, dari hal itu akan terbangun citra negatif terhadap Kabupaten Simalungun, khususnya para investor yang ingin menanamkan modalnya ke Simalungun. Bisa jadi, para investor akan menarik diri dari Simalungun dan mengalokasikannya ke daerah lainnya. “Secara langsung dan tidak langsung, akan berdampak negatif pada pemerintahan dan perkembangan pembangunan di sana,” ulasnya.

Sedangkan itu, Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi yang dikonfirmasi via seluler oleh Sumut Pos mengenai beberapa kasus yang menyeret-nyeret nama orang nomor satu di Pemkab Simalungun yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Simalungun tersebut mengatakan, beberapa kasus tersebut masih di Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Bahkan anehnya, Johan Budi menyatakan, kasus terkait dugaan suap ke Hakim MK, tidak menyeret nama JR Saragih.  “Yang di penyelidikan itu, kasus berdasarkan laporan Reflli Harusn CS dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), bukan soal  Bupati Simalungunnya. Tadi saya cek, masih di penyelidikan. Belum ada peningkatan. Sementara yang di Dumas, ada laporan soal Bupati Simalungun JR Saragih, masih ditelaah katanya. Humas tidak diberitahukan detail materinya,” terangnya.

Diketahui, JR Saragih dilaporkan ke KPK terkait beberapa kasus antara lain, dugaan pengalihan dana insentif guru non PNS menjadi pembelian mobil dinas anggota dewan yang dilaporkan pada 28 September 2011 lalu, oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas Anak Bangsa (SAB) melaporkan JR  Saragih ke KPK, dengan No Surat 001/SAB/IX/2011, dengan perihal adanya dugaan berkolusi dengan Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon, untuk mengalihkan dana intensif para guru non PNS sebesar Rp1.276.920.000. Dimana laporan tertanggal 28 September 2011 tersebut diterima oleh pihak KPK melalui Ibu Ita, dengan No Register 56, pukul 13.19 WIB.

Kemudian dugaan penyelewengan APBD Simalungun 2010/2011 senilai Rp48 miliar, dimana si pelapor adalah salah seorang anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik, dengan Nomor laporan ke KPK 08/ist/B.D/IX/2011, Lampiran satu bundel. KPK menerima laporan tersebut, dengan memberi nomor pada laporan tersebut yaitu Nomor : 201109-000423 Tanggal 30 September 2011, dengan perihal dugaan TPK pengelolaan APBD di Pemkab Simalungun Tahun 2010 senilai Rp48 miliar.  Belum lagi laporan dugaan suap JR Saragih kepada Ketua Pokja Pencalonan KPU Simalungun Robert Ambarita, sebesar Rp50 juta, yang akhirnya Robert Ambarita sendiri langsung melaporkannya ke KPK.

Diketahui, berdasarkan informasi yang diperoleh Sumut Pos, laporan dugaan suap tersebut dilaporkan langsung oleh Robert Ambarita tanggal 29 Desember 2010 lalu. Tanda bukti laporan yang dikeluarkan KPK terkait kasus tersebut No.2010-12-000545 Tanggal 29 Desember ditandatangani oleh pihak KPK yakni, Any Susanty di bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

Pada hari dan tanggal yang sama, diketahui Robert Ambarita juga mengadu ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dalam kasus ini, JR Saragih diduga melakukan suap terhadap Robert Ambarita sebesar Rp50 juta, dengan cek dari salah satu Bank BUMN (Bank BNI, red) atas nama PT Efarina No.505776, tertanggal 14 Juni 2010. Kasus ini kaitannya dalam prosesi Pilkada Simalungun 26 Agustus 2010 lalu.

Pada tanggal 18 Januari 2010 lalu, Robert Ambarita menerima surat panggilan dari KPK. Kemudian, Robert diperiksa KPK dalam rangka penelaahan kasus dua hari kemudian tepatnya, 20 Januari 2010 lalu. Di tanggal 25 Januari 2010 nya, Robert menyerahkan cek yang diterima dari JR Saragih pada KPK.

Sebelumnya lagi, sekira Bulan September 2010 lalu, JR Saragih juga dilaporkan ke KPK, menyangkut dugaan penyuapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) oleh mantan pengacaranya sendiri Reffli Harun cs. Dan terbongkarnya kasus dugaan suap tersebut, dibongkar langsung oleh Ketua MK Mahfud MD dalam sebuah keterangan pers, 9 Desember 2010 lalu.(ari)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/