MEDAN- Informasi yang “dinyanyikan” Menteri Negara (Meneg) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, soal permainan tender di BUMN, diamini DPRD Sumut. Bahkan, angka 50 persen yang diungkapkan Dahlan, menurut Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga masih terlalu kecil.
“Hampir semua proyek di BUMN, misalnya di PTPN. Contohnya saja antara Sucofindo dengan PTPN, dimana lebih besar PTPN tapi ternyata keuntungan lebih besar diperoleh Sucofindo. Makanya, keuntungan BUMN dan BUMD seperti itu. Ini terletak pada masalah belanja modal, yang sebaiknya perlu diefektif dan diefisienkan,” tegasnya saat ditemui Sumut Pos, Kamis (24/11).
Hal senada juga dikemukakan Ketua Komisi C DPRD Sumut Marasal Hutasoit. Dikatakannya, ada sinyalemen pengaturan-pengaturan terhadap proyek-proyek tender, yang berpeluang dilakukan oleh pimpinan-pimpinan BUMN dan BUMD.
“Pada masalah proyek-proyek BUMN, ada itu surat-surat direksi yang menjadi patokan untuk pengadaan barang dan jasa. Namun, itu tetap tidak menyimpang dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010. Jadi soal teknis, bisa diatur oleh SK Direksi sebagai pedoman. Tapi, kompetisi tetap dilakukan untuk menghindari praktik-praktik persekongkolan. Tapi, kontraktor ini kan ahli. Yang bisa membuat itu semua terabaikan adalah pertemanan yang lama, transaksional, suap-menyuap,” terangnya.
Itu artinya, sambung Marasal, ada trik-trik yang dimainkan oleh para kontraktor untuk menerobos aturan yang ada. “Jelas itu penyebabnya UPT-UPT yang ada. Contohnya, ada pengadaan mesin ini dari Jerman, jadi jauh-jauh sebelumnya pihak rekanan yang mau dielus-elus sebagai pemenang itu sudah menghubungi pihak pabrikan. Di sana lah transaksi. Jadi nanti ketika tender itu, di Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) sudah dibuat spek-speknya. Jadi arahnya ke situ. Jadi sibuklah rekanan mencari pabrik-pabrik itu. Begitu ada ada perusahaan lain meminta itu ternyata sudah diclose (tutup, Red),” urainya.
“Di situlah sudah terjadi transaksi dan mark up itu. Sama saya sekian, sama dia sekian. Misalnya seperti itu. Kalau ada beberapa perusahaan yang masuk, itu lah yang diorder oleh calon pemenang. Itu lah permainannya itu,” sambungnya.
Bagaimana sinyalemen anggota dewan juga bermain dalam kasus tersebut? Mengenai hal itu, Marasal menyatakan, siapa pun yang bermain dalam hal itu harus diungkap, sepanjang melanggar aturan dan ketentuan yang ada. “Artinya, siapa pun dia dalam rangka mengangkangi aturan yang ada, tidak harus anggota dewan atau siapa pun. Pokoknya siapa pun dia harus sesuai dengan aturan yang ada,” tegasnya.
Dahlan Iskan memang sempat berujar berdasar kuesioner yang disebar kepada manajemen 14 BUMN karya (sektor konstruksi), mereka mengakui bahwa proses tender proyek belum bersih. “50 persen mengaku (tender) masih pakai cara diatur (kongkalikong, Red),” ujarnya.
Dahlan mengatakan, kenyataan belum bersihnya tender tersebut akan menjadi bahan penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh. “Kita kan tidak sekadar menegur. Sebab, kalau menegur saja tak cukup. Kita akan dicari jalan keluarnya. Misalnya, bagaimana menyusun dokumen tender, bagaimana menghitung rumusan di dalam tender. Pokoknya, kita bantu mereka untuk mencari solusinya,” paparnya. (ari)