MEDAN-Ratusan warga Jalan Jati, Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur berjaga-jaga di ruas jalan dengan melakukan pemblokiran jalan dengan menggunakan ban bekas, untuk menghalangi masuknya alat berat dan juru sita Pengadilan Medan (PN) Medan, Kamis (24/11) sekitar Pukul 08.00 WIB.
Saat melakukan pemblokiran setiap warga menggunakan pita warna hijau muda di tangan sebelah kanan sebagai simbol perlawanan. Mereka memriksa setiap warga luar yang tidak dikenal yang ingin masuk ke kawasan Jalan Jati. Aksi itu untuk melawan menghadang rencana esekusi yang dilakukan PN Medan terhadap lahan seluas 70.506,45 m2, Kamis (24/11).
Salah seorang pemilik tanah yang akan dieksekusi, Pendeta Bunsui Tigor STh kepada Sumut Pos mengatakan, aksi kali ini sebagai bentuk perlawanan dan mempertahankan hak-hak warga yang direbut oleh orang yang bukan pemilik tanah tersebut.
“Meski mereka (PN) tetap ngotot untuk melaksanakan eksekusi di tanah kami. Kami akan tetap pertahankan meskipun sampai titik darah kami yang terakhir, makanya kami melakukan pemblokiran,” kata Bunsui.
Menurutnya, sejak tahun 1989 tanah yang menjadi lahan yayasan itu sudah memiliki sertifikat hak guna bangunan dengan nomor 391dan tahun 1996. Tanah tersebut sudah berbentuk sertifikat hak milik nomor 407.
“Jadi jelas tanah yang akan dieksekusi seluas 70.506,45 m2 dalam perkara No 113/Pdt.G/2006/PN Medan, tanggal 1 Maret 2007 antara Abdul Kiram dkk, dengan Ruslim Lugianto adalah milik orang lain dan BPN Medan tidak pernah membantalkan sertifikat kami yakni 52 sertifikat hak milik.”ungkapnya.
Bunsui menjelaskan dari bedah kasus yang dilakukan, amar putusan perkara No 113/Pdt.G/2006/PN Medan, fakta yang terungkap penggugat atau pemohon eksekusi Abdul Kiram dkk, telah menjual tanah objek perkara hanya seluas 45.959,65 m2 kepada tergugat atau termohon eksekusi Ruslim Lugianto.
“Ini sudah jelas kalau mereka tetap melakukan eksekusi terhadap tanah kami sudah menyalahi aturan, karena luas tanah tidak sesuai dengan amar putusan perkara, maka kami siap untuk mempertahankannya hingga nafas kami yang terakhir,”tegas Pendeta Bunsui.
Bunsui mengatakan dalam kasus sengketa tanah melihat ada permainan mafia tanah dan mafia hukum. “Saya melihat ada permainan mafia tanah dan mafia hukum dalam kasus ini,” ungkapnya.
Massa Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Perlindungan Tanah Rakyat (Gempita) juga melakukan orasi di Jalan Jati sebagi bentuk dukungan dan perlawanan terhadap peradilan hukum, yang tidak berpihak kepada hak-hak masyarakat. Dalam aksinya Gempita menyebutkan, tindakan ini merupakan perbuatan para mafia tanah, sudah seharusnya penegak hukum dan pemerintah melindungi rakyat. (gus)