MEDAN- Keluarga Selly Satria Aprianto alias Kiki (26), satu dari dua tersangka yang tewas ditembak petugas Direktorat IV Bareskrim Mabes Polri di Medan, mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Kamis (25/4). Mereka menilai tindakan polisi yang menembak Kiki hingga tewas di tempat terlalu berlebihan.
Di LBH Medan, pihak keluarga pun membawa barang bukti berupa baju berwarna merah yang dipakai Kiki pada saat didor polisi. “Darahnya masih ada dan belum kami cuci. Di situ terlihat ada tujuh lobang peluru. Kenapa dia harus ditembak seperti itu,” ujar Sely Ledita Amelia (23), adik dari Kiki.
Menurutnya di tangan Kiki terdapat bekas borgol. “Mirip ayam potong abang saya itu ditembaki. Dari teman-temannya juga menyebutkan ada bekas borgolan di tangannya. Ketika dimandikan, mulut abang saya terus mengeluarkan darah. Kalau pun benar bersalah, kan biasanya kakinya ditembak. Kenapa harus sampai tujuh tembakan di bagian depan dan dua di bagian punggung belakang,” urainya.
Pengaduan keluarga Kiki diterima Irwandi Lubis, Kepala Divisi Advokasi, HAM dan Tipikor LBH Medan. “Kami hari ini menerima pengaduan dari korban penembakan yang diduga sebagai bandar narkoba. Keluarga sudah teken kuasa agar LBH mengawal kasus ini karena polisi dinilai telah melakukan judicial killing,” ucap Irwandi.
Dia memaparkan, pihak LBH Medan sudah melihat bukti-bukti yang dibawa keluarga Kiki. Bukti itu menguatkan tidak adanya perlawanan dalam penangkapan. Irwandi menyatakan, LBH Medan akan mengadu langsung kepada Kapolri dan mendesak pembentukan tim untuk menyelidiki kasus ini. Mereka juga akan membuat sejumlah langkah hukum.
“LBH Medan juga akan mengadukan kasus ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kami melihat ini kejahatan yang serius yang dilakukan aparat negara. Kita tidak boleh membiarkan kepolisian meletakkan hukum di bawah kakinya,” ucap Irwandi.
Disebutkannya tindakan kepolisian adalah kejahatan HAM serius. “Kalaupun polisi menuduh para pelaku satu diantara nama Kiki memang sebagai pengedar narkotika, tidak ada justifikasi yang membolehkan polisi bertindak membunuh karena ini kejahatan HAM dan serius oleh aparat negara. Kami melihat, tim dari Mabes Polri bertindak sesat dan diluar prososedur hukum dan untuk itu LBH Medan, meyakinkan diri dan menkonsistenkan diri untuk menuntaskan dan mengadvokasi kasus ini secara serius,” tegasnya.
Sebelumnya, dua orang tersangka pengedar narkoba tewas dalam operasi penangkapan di Medan, Selasa (23/4) petang. Ramadhan P Kesuma (26) tewas di Grand Aston City Hall Medan Hotel dan Selly Satria Aprianto alias Kiki (26) tewas di Perumahan Bukit Hijau Regency, Medan Selayang. Polisi menyatakan Ramadhan ditembak karena melakukan perlawanan, sedangkan Kiki ditembak karena mencoba melarikan diri.
Terkait penembakan di Grand Aston, Cindy Lailani selaku public relation officer mengatakan tidak mengalami kerugian secara signifikan. Dikatakannya kerugian materi tidak ada, sebab jumlah kunjungan tamu memang tidak mengalami penurunan. “Jadi paling kerugian kami secara moril itupun tidak terlalu signifikan sebab kami akan lebih intens melakukan pengawasan terhadap tamu,” ucapnya, kemarin.
Disebutkannya bahwa pihaknya memang tidak menginginkan hal ini terjadi lagi sebab kalau akan terjadi lagi juga pastilah akan merugikan pihak hotel.
“Kita tentu ingin kenyamanan di tamu hotel tetapi kita juga tidak bisa pantau semua aktivitas tamu kita. Sebenarnya kami juga tidak salahkan pihak kepolisian yang menjalankan tugasnya menggerebek tersangka kejahatan. Jadi kita harapkan ke depannya tidak ada kejadian seperti ini lagi,” tutupnya. (far/mag-9)