26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Terduga Teroris Ditangkap, 51 Mahasiswa Diamankan

DIAMANKAN Personel Kepolisian berpakaian preman mengamankan seorang mahasiswa saat demo menolak pengesahan RUU KUHP dan RUU KPK, di DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kerusuhan yang dilakukan mahasiswa dari berbagai universitas di Sumatera Utara, saat aksi demo menolak pengesahan RUU KUHP dan RUU KPK, di DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore, berbuntut penangkapan seorang terduga teroris. Si terduga teroris berinisial RSL tersebut diketahui menyusup di antara mahasiswa. Selain dia, polisi juga mengamankan puluhan mahasiswa yang melakukan aksi pelemparan batu. Status mereka menunggu hasil gelar perkara.

“HASIL penelusuran tim, kegiatan penyampaian pendapat yang dilakukan oleh mahasiswa ditunggangi oleh salah seorang DPO (daftar pencarian orang) kasus teror. Inisialnya RSL. Saat ini yang bersangkutan sudah ditangkap dan kemungkinan akan dikirim ke densus 88 Mabes Polri,” kata Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto, Selasa (24/9/2019) malam.

Keterangan Kapoldasu tersebut dibenarkan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja.

“Yang diamankan berjumlah 56 orang. Yakni 51 mahasiswa, 4 bukan mahasiswa (alumni, warga sipil), dan 1 terduga teroris berinisial RSL, anggota jaringan teroris JAD. Mereka yang diamankan (mahasiswa dan bukan mahasiswa) belum ada statusnya karena saat ini masih gelar perkara. Kita tunggu hasilnya,” ujar Tatan di Mapolda Sumut, Rabu (25/9) siang.

Disebutkan, mahasiswa yang berunjuk rasa tersebut berasal dari Universitas Panca Budi, STMIK Triguna Darma, USU, UINSU, UISU, UMA, Unimal (Lhokseumawe), Universitas Potensi Utama, Politeknik Negeri Medan, PTKI, Akademi Pariwisata dan Universitas Harapan.

“Apabila mereka yang 55 orang ini dinyatakan terbukti membuat kesalahan akan ditetapkan sebagai tersangka, dan dijerat pasal 170 KUHP karena melakukan pengerusakan. Sebab, ada mobil dinas yang dirusak massa saat melakukan aksi unjuk rasa,” sebutnya.

Tatan menuturkan, bentrokan yang terjadi mengakibatkan korban luka baik dari kelompok mahasiswa dan anggota polisi sendiri. Selain itu, kerusakan fasilitas. “Ada 3 anggota polisi yang terluka karena menjadi korban lemparan batu dan kena pukul, saat ini masuk rumah sakit. Kemudian, 7 mahasiswa dan semuanya juga sudah dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Sedangkan kerusakan fasilitas sebanyak 8 unit kendaraan dinas milik polisi rusak berat,” tuturnya.

Tentang terduga teroris yang ditangkap, Tatan menceritakan, tahun 2012, RSL dicekal oleh Imigrasi karena akan berangkat ke Suriah. Tahun 2014, dia dibaiat oleh pentolan teroris internasional, Abu Bakar Al Baghdadi.

Tahun 2017, yang bersangkutan berencana menyerang rumah ibadah di Sumut. Data dihimpun intelijen, RSL telah melakukan latihan dengan beberapa orang temannya, menggunakan berbagai macam peralatan seperti soft gun.

“Saat aksi kemarin, RSL terpantau berada di lokasi demo bergabung dengan mahasiswa. Saat itu, RSL berkomunikasi dengan mahasiswa. Begitu bentrok terjadi, dia kabur atau menjauh dari mahasiswa. Dia merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sumut,” tuturnya.

RSL kemudian diamankan polisi, dan dilakukan pendalaman. Selasa malam, polisi menggeledah dua lokasi di Sumut yang berkaitan dengan RSL. Dari kedua lokasi, ditemukan barang bukti panah, senjata api,, dan dua unit HP. “Panahnya terdiri dari satu pemegang dan dua belas busur,” katanya.

Terkait atau tidaknya peran RSL dalam aksi demo menolak RUU KUHP dan KPK ini, kepolisian masih melakukan pendalaman.”Jadi anggota sudah mengikuti RSL saat aksi. Rekan-rekan dari inteligen masih mengikuti perkembangan kasus tersebut,” jelas Tatan.

Sebelumnya, Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto menyampaikan, mahasiswa yang menyampaikan pendapatnya dijamin undang-undang. Tetapi diminta hati-hati karena selalu ada potensi ditunggangi pihak-pihak yang dengan kepentingan lain. “Hati-hati disusupi. Sampaikan pendapat dengan cara yang santun, mengirim perwakilan dan sebagainya,” kata dia.

Sekwan Masih Menghitung Kerugian

Terpisah, Sekretaris DPRD Sumatera Utara, Erwin Lubis, mengaku masih menghitung jumlah kerugian atas kerusakan gedung dewan yang terkena lemparan benda keras dalam aksi demo mahasiswa, Selasa (24/9) sore. Pihaknya akan berkonsultasi ke Pemprov Sumut atas kerusakan gedung, terutama persoalan biaya.

“Ada beberapa kaca yang pecah, tapi kita belum data semua. Mau kita hitung dululah berapa nilainya,” katanya menjawab wartawan di DPRD Sumut, Jl. Imam Bonjol Medan, Rabu (25/9).

Sejumlah kaca gedung yang pecah dalam aksi demo itu terutama di ruang persidangan, ruang Komisi A, dan Komisi D. “Penanganannya kita akan upayakan sesegera mungkin dengan pihak pemprov,” katanya.

Amatan Sumut Pos pada pukul 11.30 WIB kemarin, petugas kebersihan Sekretariat DPRD Sumut tampak membersihkan serpihan kaca gedung yang pecah di areal dalam gedung dewan. Selain kaca ruang komisi dan ruang persidangan, kaca dinding koridor I gedung dewan juga terlihat berpecahan. Mulai dari lantai dasar sampai lantai III gedung tersebut.

Di lantai III persisnya di ruang tunggu Fraksi PAN, dinding kaca banyak pecah. Bahkan serpihan kacanya tampak masih ada tertinggal di bagian luar dari gedung itu.

Sekitar pukul 13.30 WIB, petugas kepolisian tampak merapikan dan mengangkat kawat duri, yang sebelumnya dipasang sebagai benteng bagi pengunjukrasa di bagian luar gedung dewan. Dengan memakai mobil bak terbuka, aparat kepolisian mengangkut kawat-kawat duri tersebut dari lokasi.

Untuk sistem keamanan dan penjagaan, hingga menjelang siang hari aparat kepolisian masih berada di sekitar gedung DPRD Sumut. Begitu juga dengan petugas sekuriti gedung dewan, tampak bertugas seperti biasanya. Ada yang bertugas menjaga bagian pintu masuk, sampai di beberapa titik area dalam.

Namun untuk akses masuk dan keluar gedung tersebut, pihak keamanan tampak hanya membuka satu pintu pada gerbang utama saja. Sementara pada akses keluar yang biasanya dari pintu tiga dekat gedung Mandiri, dikunci memakai gembok besi.

Kerusakan di DPRD Medan di 26 Titik

Selain gedung DPRD Sumut, gedung DPRD Medan juga ikut dilempari massa mahasiswa dengan batu, saat aksi unjukrasa, Selasa (24/9) sore. Mengakibatkan rusaknya sebagian gedung.

Khusus di DPRD Medan, sejumlah kaca gedung wakil rakyat itu tampak retak. Beberapa fasilitas pun tampak rusak.

Kemarin, Sekretariat DPRD Medan mulai mengecek sejumlah titik yang rusak di gedung di DPRD Medan. Dari hasil pengamatan mereka, setidaknya ada 26 titik yang mengalami kerusakan parah akibat lemparan batu oleh mahasiswa.

“Total tadi kami hitung ada 26 titik yang rusak. Kebanyakan memang kaca pecah dan retak,” ucap Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekretariat DPRD Medan, Andi S Harahap saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (25/9).

Terkait total kerugian, Andi menyebutkan belum mengetahui pasti. “Total kerugian masih dihitung sama bagian rumah tangga dan perlengkapan. Kalau hitung-hitung kasarnya, mungkin di angka puluhan juta atau lebih,” tandasnya.

Sesalkan

Menyikapi aksi perusakan yang dilakukan oleh mahasiswa, Ketua Fraksi PDIP DPRD Medan, Robi Barus, mengaku sangat menyayangkan. Robi menyebutkan, sikap anarkis yang dilakukan oleh para mahasiswa merupakan tindakan kriminal.

“Demo itu bagian dari demokrasi. Bahkan itu dilindungi oleh undang-undang. Tapi demo yang seperti apa? Tentu yang sesuatu aturan. Kalau demo yang anarkis seperti ini, ini jelas melanggar undang-undang,” ucap Robi kepada Sumut Pos, Rabu (25/9).

Selain itu, kata Robi, seharusnya mahasiswa merupakan pihak yang paling depan dalam menjaga nilai-nilai demokrasi. Karena mahasiswa merupakan generasi terdidik, kritis, dan merupakan masa depan bangsa.

“Sekarang satpam perempuan yang tak bersalah justru jadi korban. Hidungnya patah dan sekarang masih di rawat di ruang ICU RS Puteri Hijau. Apakah ini demokrasi? Saya fikir kita semua sepakat bahwa ini bukan lah nilai-nilai demokrasi yang diwariskan oleh para pendiri bangsa ini. Ini memalukan,” cetusnya.

Untuk itu, Robi mengimbau, agar ke depannya mahasiswa bersikap wajar dan tetap patuh terhadap hukum di Indonesia. Bilapun harus melakukan unjukrasa, maka harus menyatakan aspirasinya tersebut dengan cara-cara yang sesuai prosedur.

“Kalau mau demo ya silahkan saja, tidak ada yang melarang itu, tapi harus dengan tertib, dengan santun, dengan damai dan ikuti aturan. Sampaikan dengan kata-kata yang pantas. Ingat, yang mereka rusak ini adalah rumah rakyat dan yang menjadi korban adalah rakyat itu sendiri,” tutupnya.

Aksi demonstrasi menolak RKUHP dan RUU KPK berlangsung di banyak daerah di Indonesia. Gelombang massa mahasiswa turun ke jalan dan mendatangi gedung-gedung DPR di tiap tingkatan.

Demonstrasi menyampaikan aspirasi hal yang lumrah dalam demokrasi. Ketika berujung anarki, tentu sangat disesali. Karena berakhir bentrokan, kerusakan, luka-luka bahkan bisa saja sampai ada yang mati.

Senada, Agus Sastrawan Harahap, eks Ketua BEM Unimed juga menyesalkan demonstrasi yang berujung anarki yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Agus yang mengaku tergabung dalam Eksponen Presidium Aliansi (Ekspresi) BEM Sumut menuturkan, tindakan anarkistis datang dari mahasiswa dan juga petugas kepolisian. Kedua belah pihak, menurut dia sama-sama tak mampu menahan diri. “Kita menolak anarki dalam bentuk apapun, baik yang dilakukan adek-adek mahasiswa maupun petugas kepolisian,” ujarnya.

Dosen Universitas Negeri Medan (Unimed) ini menyesalkan aksi demonstrasi berakhir antiklimaks. “Mahasiswa anarki dan memaksakan kehendak dan merusak fasilitas, sementara petugas kepolisian asik main gebuk. Saya melihat ini bentuk kemunduran demokrasi,” kata dia.

Harusnya, kata dia, jika berpikir maju dalam demokrasi, sampaikanlah aspirasi sesuai aturan. “Jangan merusak. Lantas petugas keamanan, amankanlah aksi itu dengan kesabaran. Jika ada provokator, ya ditangkap. Tapi apa ya betul harus disiksa seperti video-video yang beredar?” sambung Agus.

Azrul Hasibuan, eks Ketua BEM Universitas Alwasliyah (UNIVA) Medan menimpali, anarki yang terjadi dipicu tersumbatnya ruang-ruang dialogis antara mahasiswa dan legislatif. “Ruang dan momentum dialog harusnya lebih terbuka. DPR RI juga seharusnya bergerak cepat. Jika cepat direspon, anarkisme tentu bisa terhindarkan,” katanya.

Ia menegaskan, tekanan memang penting. Tapi jangan merusak fasilitas negara. “Kan menggantinya pakai uang rakyat juga. Ini coba dipertimbangkan,” katanya.

12 Polisi Diperiksa

Sementara itu, Polda Sumut sedang melakukan penyelidikan terkait video pemukulan pihak kepolisian kepada mahasiswa yang beredar di media sosial.

“Ada dua video yang sedang dalam penyelidikan kita. Satu video yang direkam dari atas gedung Bank Mandiri dan dari pintu samping gedung DPRD Sumut,” terang Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, Rabu (25/9).

Ia mengatakan, ada 12 anggota Polda Sumut yang diperiksa terkait video dari atas gedung Bank Mandiri. Tiga di antaranya dari Brimob Polda Sumut.”Dua personel berinisial MH dan FM yang melakukan pemukulan kepada mahasiswa dan itu dari Ditsamapta Polda Sumut,” ujarnya.

Mantan Wakapolrestabes Medan ini juga menyatakan kemungkinan masih ada anggota lain yang melakukan pemukulan dan masih dilakukan penyelidikan. “Untuk anggota yang memukul mahasiswa dari gedung samping DPRD Sumut pelakunya sama, yaitu Bripda MH. Jadi dia (MH) melintas di sana,” terangnya.

Mengenai aksi pemukulan terhadap salah seorang mahasiswa yang mengenakan almamater berwarna hijau, di mana videonya viral di media sosial, Tatan mengakui tak sesuai prosedur. “Itu tidak sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur). Jadi setiap melakukan pengamanan itu tentu ada arahan dan tidak boleh membawa senjata api atau senjata tajam serta tidak melakukan pemukulan di luar ketentuan undang-undang,” jabarnya.

Ia melanjutkan, terkait pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian apakah masuk kategori berat, sedang, ringan, semuanya ini masih proses. “Nanti dari Propam yang akan melakukan pemeriksaan dan akan disidangkan. Setelah itu, akan diberi sanksi sesuai peraturan Polri,” cetus Tatan.

Ia mengaku pihaknya mendapat informasi ada juga anggota yang melakukan penghinaan terhadap anggota dewan, yaitu Bripda FPS.”Ini masih kita lakukan penyelidikan,” katanya.

Ia menjelaskan, dari 12 anggota Polri yang dilakukan pemeriksaan, 5 di antaranya personel Polda Sumut.”Propam Polda Sumut akan memeriksa dan menghadirkan saksi yang berkaitan dengan kasus ini,” terangnya. (ris/prn/map/bbs)

DIAMANKAN Personel Kepolisian berpakaian preman mengamankan seorang mahasiswa saat demo menolak pengesahan RUU KUHP dan RUU KPK, di DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kerusuhan yang dilakukan mahasiswa dari berbagai universitas di Sumatera Utara, saat aksi demo menolak pengesahan RUU KUHP dan RUU KPK, di DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore, berbuntut penangkapan seorang terduga teroris. Si terduga teroris berinisial RSL tersebut diketahui menyusup di antara mahasiswa. Selain dia, polisi juga mengamankan puluhan mahasiswa yang melakukan aksi pelemparan batu. Status mereka menunggu hasil gelar perkara.

“HASIL penelusuran tim, kegiatan penyampaian pendapat yang dilakukan oleh mahasiswa ditunggangi oleh salah seorang DPO (daftar pencarian orang) kasus teror. Inisialnya RSL. Saat ini yang bersangkutan sudah ditangkap dan kemungkinan akan dikirim ke densus 88 Mabes Polri,” kata Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto, Selasa (24/9/2019) malam.

Keterangan Kapoldasu tersebut dibenarkan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja.

“Yang diamankan berjumlah 56 orang. Yakni 51 mahasiswa, 4 bukan mahasiswa (alumni, warga sipil), dan 1 terduga teroris berinisial RSL, anggota jaringan teroris JAD. Mereka yang diamankan (mahasiswa dan bukan mahasiswa) belum ada statusnya karena saat ini masih gelar perkara. Kita tunggu hasilnya,” ujar Tatan di Mapolda Sumut, Rabu (25/9) siang.

Disebutkan, mahasiswa yang berunjuk rasa tersebut berasal dari Universitas Panca Budi, STMIK Triguna Darma, USU, UINSU, UISU, UMA, Unimal (Lhokseumawe), Universitas Potensi Utama, Politeknik Negeri Medan, PTKI, Akademi Pariwisata dan Universitas Harapan.

“Apabila mereka yang 55 orang ini dinyatakan terbukti membuat kesalahan akan ditetapkan sebagai tersangka, dan dijerat pasal 170 KUHP karena melakukan pengerusakan. Sebab, ada mobil dinas yang dirusak massa saat melakukan aksi unjuk rasa,” sebutnya.

Tatan menuturkan, bentrokan yang terjadi mengakibatkan korban luka baik dari kelompok mahasiswa dan anggota polisi sendiri. Selain itu, kerusakan fasilitas. “Ada 3 anggota polisi yang terluka karena menjadi korban lemparan batu dan kena pukul, saat ini masuk rumah sakit. Kemudian, 7 mahasiswa dan semuanya juga sudah dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Sedangkan kerusakan fasilitas sebanyak 8 unit kendaraan dinas milik polisi rusak berat,” tuturnya.

Tentang terduga teroris yang ditangkap, Tatan menceritakan, tahun 2012, RSL dicekal oleh Imigrasi karena akan berangkat ke Suriah. Tahun 2014, dia dibaiat oleh pentolan teroris internasional, Abu Bakar Al Baghdadi.

Tahun 2017, yang bersangkutan berencana menyerang rumah ibadah di Sumut. Data dihimpun intelijen, RSL telah melakukan latihan dengan beberapa orang temannya, menggunakan berbagai macam peralatan seperti soft gun.

“Saat aksi kemarin, RSL terpantau berada di lokasi demo bergabung dengan mahasiswa. Saat itu, RSL berkomunikasi dengan mahasiswa. Begitu bentrok terjadi, dia kabur atau menjauh dari mahasiswa. Dia merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sumut,” tuturnya.

RSL kemudian diamankan polisi, dan dilakukan pendalaman. Selasa malam, polisi menggeledah dua lokasi di Sumut yang berkaitan dengan RSL. Dari kedua lokasi, ditemukan barang bukti panah, senjata api,, dan dua unit HP. “Panahnya terdiri dari satu pemegang dan dua belas busur,” katanya.

Terkait atau tidaknya peran RSL dalam aksi demo menolak RUU KUHP dan KPK ini, kepolisian masih melakukan pendalaman.”Jadi anggota sudah mengikuti RSL saat aksi. Rekan-rekan dari inteligen masih mengikuti perkembangan kasus tersebut,” jelas Tatan.

Sebelumnya, Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto menyampaikan, mahasiswa yang menyampaikan pendapatnya dijamin undang-undang. Tetapi diminta hati-hati karena selalu ada potensi ditunggangi pihak-pihak yang dengan kepentingan lain. “Hati-hati disusupi. Sampaikan pendapat dengan cara yang santun, mengirim perwakilan dan sebagainya,” kata dia.

Sekwan Masih Menghitung Kerugian

Terpisah, Sekretaris DPRD Sumatera Utara, Erwin Lubis, mengaku masih menghitung jumlah kerugian atas kerusakan gedung dewan yang terkena lemparan benda keras dalam aksi demo mahasiswa, Selasa (24/9) sore. Pihaknya akan berkonsultasi ke Pemprov Sumut atas kerusakan gedung, terutama persoalan biaya.

“Ada beberapa kaca yang pecah, tapi kita belum data semua. Mau kita hitung dululah berapa nilainya,” katanya menjawab wartawan di DPRD Sumut, Jl. Imam Bonjol Medan, Rabu (25/9).

Sejumlah kaca gedung yang pecah dalam aksi demo itu terutama di ruang persidangan, ruang Komisi A, dan Komisi D. “Penanganannya kita akan upayakan sesegera mungkin dengan pihak pemprov,” katanya.

Amatan Sumut Pos pada pukul 11.30 WIB kemarin, petugas kebersihan Sekretariat DPRD Sumut tampak membersihkan serpihan kaca gedung yang pecah di areal dalam gedung dewan. Selain kaca ruang komisi dan ruang persidangan, kaca dinding koridor I gedung dewan juga terlihat berpecahan. Mulai dari lantai dasar sampai lantai III gedung tersebut.

Di lantai III persisnya di ruang tunggu Fraksi PAN, dinding kaca banyak pecah. Bahkan serpihan kacanya tampak masih ada tertinggal di bagian luar dari gedung itu.

Sekitar pukul 13.30 WIB, petugas kepolisian tampak merapikan dan mengangkat kawat duri, yang sebelumnya dipasang sebagai benteng bagi pengunjukrasa di bagian luar gedung dewan. Dengan memakai mobil bak terbuka, aparat kepolisian mengangkut kawat-kawat duri tersebut dari lokasi.

Untuk sistem keamanan dan penjagaan, hingga menjelang siang hari aparat kepolisian masih berada di sekitar gedung DPRD Sumut. Begitu juga dengan petugas sekuriti gedung dewan, tampak bertugas seperti biasanya. Ada yang bertugas menjaga bagian pintu masuk, sampai di beberapa titik area dalam.

Namun untuk akses masuk dan keluar gedung tersebut, pihak keamanan tampak hanya membuka satu pintu pada gerbang utama saja. Sementara pada akses keluar yang biasanya dari pintu tiga dekat gedung Mandiri, dikunci memakai gembok besi.

Kerusakan di DPRD Medan di 26 Titik

Selain gedung DPRD Sumut, gedung DPRD Medan juga ikut dilempari massa mahasiswa dengan batu, saat aksi unjukrasa, Selasa (24/9) sore. Mengakibatkan rusaknya sebagian gedung.

Khusus di DPRD Medan, sejumlah kaca gedung wakil rakyat itu tampak retak. Beberapa fasilitas pun tampak rusak.

Kemarin, Sekretariat DPRD Medan mulai mengecek sejumlah titik yang rusak di gedung di DPRD Medan. Dari hasil pengamatan mereka, setidaknya ada 26 titik yang mengalami kerusakan parah akibat lemparan batu oleh mahasiswa.

“Total tadi kami hitung ada 26 titik yang rusak. Kebanyakan memang kaca pecah dan retak,” ucap Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekretariat DPRD Medan, Andi S Harahap saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (25/9).

Terkait total kerugian, Andi menyebutkan belum mengetahui pasti. “Total kerugian masih dihitung sama bagian rumah tangga dan perlengkapan. Kalau hitung-hitung kasarnya, mungkin di angka puluhan juta atau lebih,” tandasnya.

Sesalkan

Menyikapi aksi perusakan yang dilakukan oleh mahasiswa, Ketua Fraksi PDIP DPRD Medan, Robi Barus, mengaku sangat menyayangkan. Robi menyebutkan, sikap anarkis yang dilakukan oleh para mahasiswa merupakan tindakan kriminal.

“Demo itu bagian dari demokrasi. Bahkan itu dilindungi oleh undang-undang. Tapi demo yang seperti apa? Tentu yang sesuatu aturan. Kalau demo yang anarkis seperti ini, ini jelas melanggar undang-undang,” ucap Robi kepada Sumut Pos, Rabu (25/9).

Selain itu, kata Robi, seharusnya mahasiswa merupakan pihak yang paling depan dalam menjaga nilai-nilai demokrasi. Karena mahasiswa merupakan generasi terdidik, kritis, dan merupakan masa depan bangsa.

“Sekarang satpam perempuan yang tak bersalah justru jadi korban. Hidungnya patah dan sekarang masih di rawat di ruang ICU RS Puteri Hijau. Apakah ini demokrasi? Saya fikir kita semua sepakat bahwa ini bukan lah nilai-nilai demokrasi yang diwariskan oleh para pendiri bangsa ini. Ini memalukan,” cetusnya.

Untuk itu, Robi mengimbau, agar ke depannya mahasiswa bersikap wajar dan tetap patuh terhadap hukum di Indonesia. Bilapun harus melakukan unjukrasa, maka harus menyatakan aspirasinya tersebut dengan cara-cara yang sesuai prosedur.

“Kalau mau demo ya silahkan saja, tidak ada yang melarang itu, tapi harus dengan tertib, dengan santun, dengan damai dan ikuti aturan. Sampaikan dengan kata-kata yang pantas. Ingat, yang mereka rusak ini adalah rumah rakyat dan yang menjadi korban adalah rakyat itu sendiri,” tutupnya.

Aksi demonstrasi menolak RKUHP dan RUU KPK berlangsung di banyak daerah di Indonesia. Gelombang massa mahasiswa turun ke jalan dan mendatangi gedung-gedung DPR di tiap tingkatan.

Demonstrasi menyampaikan aspirasi hal yang lumrah dalam demokrasi. Ketika berujung anarki, tentu sangat disesali. Karena berakhir bentrokan, kerusakan, luka-luka bahkan bisa saja sampai ada yang mati.

Senada, Agus Sastrawan Harahap, eks Ketua BEM Unimed juga menyesalkan demonstrasi yang berujung anarki yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Agus yang mengaku tergabung dalam Eksponen Presidium Aliansi (Ekspresi) BEM Sumut menuturkan, tindakan anarkistis datang dari mahasiswa dan juga petugas kepolisian. Kedua belah pihak, menurut dia sama-sama tak mampu menahan diri. “Kita menolak anarki dalam bentuk apapun, baik yang dilakukan adek-adek mahasiswa maupun petugas kepolisian,” ujarnya.

Dosen Universitas Negeri Medan (Unimed) ini menyesalkan aksi demonstrasi berakhir antiklimaks. “Mahasiswa anarki dan memaksakan kehendak dan merusak fasilitas, sementara petugas kepolisian asik main gebuk. Saya melihat ini bentuk kemunduran demokrasi,” kata dia.

Harusnya, kata dia, jika berpikir maju dalam demokrasi, sampaikanlah aspirasi sesuai aturan. “Jangan merusak. Lantas petugas keamanan, amankanlah aksi itu dengan kesabaran. Jika ada provokator, ya ditangkap. Tapi apa ya betul harus disiksa seperti video-video yang beredar?” sambung Agus.

Azrul Hasibuan, eks Ketua BEM Universitas Alwasliyah (UNIVA) Medan menimpali, anarki yang terjadi dipicu tersumbatnya ruang-ruang dialogis antara mahasiswa dan legislatif. “Ruang dan momentum dialog harusnya lebih terbuka. DPR RI juga seharusnya bergerak cepat. Jika cepat direspon, anarkisme tentu bisa terhindarkan,” katanya.

Ia menegaskan, tekanan memang penting. Tapi jangan merusak fasilitas negara. “Kan menggantinya pakai uang rakyat juga. Ini coba dipertimbangkan,” katanya.

12 Polisi Diperiksa

Sementara itu, Polda Sumut sedang melakukan penyelidikan terkait video pemukulan pihak kepolisian kepada mahasiswa yang beredar di media sosial.

“Ada dua video yang sedang dalam penyelidikan kita. Satu video yang direkam dari atas gedung Bank Mandiri dan dari pintu samping gedung DPRD Sumut,” terang Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, Rabu (25/9).

Ia mengatakan, ada 12 anggota Polda Sumut yang diperiksa terkait video dari atas gedung Bank Mandiri. Tiga di antaranya dari Brimob Polda Sumut.”Dua personel berinisial MH dan FM yang melakukan pemukulan kepada mahasiswa dan itu dari Ditsamapta Polda Sumut,” ujarnya.

Mantan Wakapolrestabes Medan ini juga menyatakan kemungkinan masih ada anggota lain yang melakukan pemukulan dan masih dilakukan penyelidikan. “Untuk anggota yang memukul mahasiswa dari gedung samping DPRD Sumut pelakunya sama, yaitu Bripda MH. Jadi dia (MH) melintas di sana,” terangnya.

Mengenai aksi pemukulan terhadap salah seorang mahasiswa yang mengenakan almamater berwarna hijau, di mana videonya viral di media sosial, Tatan mengakui tak sesuai prosedur. “Itu tidak sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur). Jadi setiap melakukan pengamanan itu tentu ada arahan dan tidak boleh membawa senjata api atau senjata tajam serta tidak melakukan pemukulan di luar ketentuan undang-undang,” jabarnya.

Ia melanjutkan, terkait pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian apakah masuk kategori berat, sedang, ringan, semuanya ini masih proses. “Nanti dari Propam yang akan melakukan pemeriksaan dan akan disidangkan. Setelah itu, akan diberi sanksi sesuai peraturan Polri,” cetus Tatan.

Ia mengaku pihaknya mendapat informasi ada juga anggota yang melakukan penghinaan terhadap anggota dewan, yaitu Bripda FPS.”Ini masih kita lakukan penyelidikan,” katanya.

Ia menjelaskan, dari 12 anggota Polri yang dilakukan pemeriksaan, 5 di antaranya personel Polda Sumut.”Propam Polda Sumut akan memeriksa dan menghadirkan saksi yang berkaitan dengan kasus ini,” terangnya. (ris/prn/map/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/