MEDAN, SUMUTPOS.CO- Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Medan akhirnya bisa bernafas lega. Pasalnya, masa penahanan terhadap tersangka penganiayaan pembantu rumah tangga hingga menyebabkan kematian, Syamsul Rahman Anwar yang genap 120 hari tertanggal 27 Maret, batal bebas demi hukum. Sebab, setelah bolak-balik dipulangkan tim jaksa penuntut umum Pengadilan Negeri Medan lantaran perlu dilengkapi, berkas perkara Syamsul akhirnya disetujui.
Tim jaksa yang menangani kasus ini sepakat dengan persepsi pasal pembunuhan (KUHPidana) yang diterapkan penyidik polisi. Padahal, sebelumnya antara polisi dengan jaksa berbeda argumentasi hukum. Polisi menyatakan Syamsul secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan, sedangkan jaksa sebaliknya alias tidak.
“Sudah kita maksimalkan berkas perkara Syamsul. Sebelum kita kirim, kita koordinasi dulu dengan jaksa dan sudah disetujui. Intinya, berkas perkara Syamsul kita kirim lagi dan langsung dinyatakan P21 (lengkap). Jadi, kita ajukan ke kemarin (Rabu, Red) dan Jumat sudah masuk tahap 2, pelimpahan tersangka Syamsul,” kata Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram saat dikonfirmasi Sumut Pos, Kamis (26/3).
Ia menyebut Syamsul dijerat pasal berlapis, pembunuhan, penganiayaan, KDRT, tindak pidana perdagangan orang dan turut serta dalam membuang mayat. “Mengenai perbedaan persepsi pasal pembunuhan antara penyidik dengan jaksa, memang hal itu tidak bisa dipungkiri. Namun, sudah ada kesepakatan solusinya. Kita minta tolong kepada jaksa supaya hakim saja yang menilai, apakah Syamsul ini patut diprasangkakan pasal pembunuhan atau tidak,” ujar mantan penyidik KPK ini.
Sebelumnya Bram mengaku terdapat perbedaan persepsi antara pihaknya dengan jaksa yang menangani kasus ini.”Memang terjadi perbedaan pendapat atau argumentasi hukum antara penyidik dengan jaksa terkait penerapan pasal pembunuhan. Berdasarkan hasil penyidikan kita, Syamsul terlibat dalam pembunuhan terhadap pembantunya sementara jaksa tidak sependapat. Namun begitu, kita tetap berupaya meyakinkan jaksa bahwa Syamsul terlibat dalam pembunuhan,” jelasnya.
Dikatakan Bram, perbedaan pendapat tersebut terletak pada alat bukti yang menguatkan Syamsul melakukan pembunuhan.”Pihak jaksa tidak sependapat karena pada saat kejadian Syamsul tidak ada di lokasi menganiaya korban hingga tewas. Artinya, jaksa meminta bukti kuat bahwa Syamsul ada memerintahkan secara langsung kepada pekerja untuk menyiksa korban. Dengan kata lain, ada hubungan atau kontak langsung sedangkan kami tidak langsung,” bebernya.
Sementara itu, berkas perkara bersama tersangka (P-22) dilimpihakan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan, Kamis (26/3) sore sekitar pukul 16.30 WIB. Pria bertubuh besar tinggi itu, kembali menjalani pemeriksaan yang dilakukan langsung Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Setelah dilakukan pemeriksaan sekitar 90 menit. Aktor utama kasus penganiyaan dan pembunuhan dengan sadis itu, diboyong ke Rumah Tahanan (Rutan) Klas IA Tanjung Gusta Medan, dengan menggunakan mobil tahanan milik Kejari Medan. “Hari ini (kemarin,Red), kita terima pelimpahan tahap II yakni berkas dan tersangka serta barang bukti dari penyidik kepolisian,” kata JPU Maria Magdalena yang juga Kepala Seksi (Kasi) Datun Kejari Medan . (ris/ila)
kepada wartawan, kemarin. Dilanjutkan Bram, Syamsul menerapkan aturan kekerasan dalam mengelola rumah tangganya, sehingga untuk mengatur pembantunya dan segala macam menggunakan kekerasan. Sebab, akibat kekerasan dimaksud bisa berdampak cedera, cacat permanen hingga meninggal dunia.
“Jadi, dengan adanya aturan yang diterapkan Syamsul, maka otomatis para pekerja di rumahnya tidak sungkan menggunakan kekerasan. Untuk itu, Syamsul ini harus bertanggung jawab atas apa yang diterapkannya kepada para pekerjanya lantaran menerapkan aturan kekerasan tersebut. Artinya, akibat aturan kekerasan yang diterapkan Syamsul maka korban meninggal dunia. Itulah yang dimaksud secara tidak langsung terlibat pasal pembunuhan,” paparnya. (ris/ila)