26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Aneh, Mesin Laundry Belanda Tak Bisa Dipindah

Bagi yang terbiasa melewati Jalan Putri Hijau, Medan Barat, pasti merasakan hal yang berbeda setiap melewati jalan tersebut. Angkutan umum yang terkadang membuat jalanan macet, antrean mobil yang mau parkir dan kesibukan lainnya di sekitar Jalan Putri Hijau kini telah menjadi kenangan. Sejak Januari 2011, Rumah Sakit Tembakau Deli (RSTD) dinyatakan tutup.

TAK BEROPERASI: RsTD  Jalan Putri Hijau Medan, Selasa (21/5 lalu. RS  ini terlihat sepi setelah tidak beroperasi lagi.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
TAK BEROPERASI: RsTD di Jalan Putri Hijau Medan, Selasa (21/5 lalu. RS ini terlihat sepi setelah tidak beroperasi lagi.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Puput Julianti Damanik, Medan

Jika dilihat sekilas dari luar, tidak ada yang berubah dengan bangunan di RSTD.

Beberapa plang, seperti bertuliskan ‘Rumah Sakit Tembakau Deli, PTP Nusantara II (PERSERO), Melayani Pasien Umum dan Pasien Jamkesmas’  yang berdiri dekat gerbang masuk dan satu plang besar di sudut kanan depan bertuliskan ‘UGD, Poli Penyakit Dalam, Poli Bedah, Poli Kebidanan dan kandungan, Poli penyakit dan kesehatan anak, Poli Paru, Poli Jantung, Poli Mata, Poli THT, Poli Syaraf, Poli Kedokteran Jiwa, Poli Gigi dan Mulut, Poli Umum, Apotek, Laboratorium, Radiologi, Hemodialisa, Endoskopi dan fisioterafi’ masih kokoh berdiri . Ya, plang ini menjadi saksi bisu kalau RSTD adalah satu di antara puluhan RS di Medan yang cukup lengkap.

Penasaran, Sumut Pos pun memutuskan untuk masuk  ke RSTD tersebut, pohon yang cukup besar dan rindang menyambut kedatangan. Ruang rekam medik, UGD dan gudang apotek yang berada di depan juga tampak baik. Tidak ada kerusakan ataupun bangunan yang tidak layak, bagi yang melihatnya, seakan dapat menyimpulkan sendiri, kalau RSTD ditutup bukan karena bangunan ataupun layanan yang tidak baik. Hati semakin bertanya.
Langkah semakin kuat, tiba-tiba seorang satpam menyapa dan bertanya, “Siapa dan ada penting apa?”

Wajar bila satpam begitu ketat, apalagi baru-baru RSTD sering kedatangan tamu, warga asing yang datang melihat-lihat ke dalam tidak tahu bertujuan apa. Ketika dijelaskan, barulah satpam memberi izin. Sumut Pos pun berhasil berjumpa dengan beberapa pegawai RSTD yang masih tersisa dan kerja di Klinik Tembakau Deli. Akhirnya bersama Bendahara Serikat Pekerja RSTD, Achiro Johan dan mandor kebersihan RSTD Abdul Fathah (64), Sumut Pos mengelilingi RSTD.

Tidak terbayang, memasuki gerbang untuk masuk ke dalam RS, kita seperti terlempar di masa lampau. Batas timur RS adalah Sungai Deli, batas utaranya RS Kesdam I Bukit Barisan, batas barat adalah Jalan Putri Hijau dan batas selatan adalah perkotaan atau rumah penduduk. Tepat berada di Kelurahan Kesawan, Medan Barat dan RSTD begitu sentral dan terjangkau.

Langkah mulai lancar, mata mulai menjelajah, Sumut Pos mengelilingi RSTD yang cukup luas yakni 38.619 m2 atau sekitar 3,8 hektar. Terlihat ada 6 bangsal, setiap bangsalnya dihubungkan dengan koridor, tapi sayang koridor tersebut hanya tinggal bekas. Padahal bangunan bangsal masih benar-benar bangunan asli yang belum pernah direnovasi. Bila ada, hanya sekedar mengganti atapnya.

Memasuki bangsal pertama dari gerbang, terlihat setapak jalan yang memutar dari ujung bangsal menuju ruang ICU. Dahulunya, itu digunakan ambulans untuk membawa pasiennya ke ruang ICU. Sepanjang jalan menelusuri RSTD, terlihat lahan terbuka yang begitu besar dengan berbagai tanaman. Di antaranya pohon bunga tanjung, sesekali wangi bunganya menyengat hidung.

Di beberapa bangsal masih ada papan kecil berwarna hijau dengan font berwarna hitam bertuliskan Kakao A dan Kakao B dan di beberapa sisi masih banyak papan bertuliskan Unit Chemoterapy, Ruang PPDS, Poli Kardiologi, Musala, Stroke center, beberapa kamar bertuliskan Tembakau , nama dokter di depan ruangan dan beberapa masih banyak lainnya.

Bahkan RSTD memiliki instalasi pengolahan limbah cair dan padat medis yang lokasinya berdekatan dengan ruang gizi atau dapur dan ruang cuci dan gosok yang berada di ujung bangsal pertama saat memasuki RSTD. Bangunan bangsal-bangsal tersebut masih terlihat asli peninggalan Belanda, hanya saja atapnya telah berganti dengan atap seng dan beberapa yang masih ada, telah hilang. Sungguh malang nasib RSTD.

“Saya kerja di sini sejak 1988, awalnya saya hanya menjadi tukang bersih-bersih,  namun pada 1999 setelah kami melakukan unjuk rasa, beberapa karyawan diangkat menjadi pegawai tetap, saya menjadi mandor kebersihan dan naik menjadi PNS untuk golongan 1 C. RSTD ini sangat asri, saya yang menanam beberaa pohon bunga tanjung di sini. Apapun yang diperintahkan untuk renovasi taman kita lakukan, kita pakai tenaga karyawan sendiri, tidak dari luar. Intinya, RS ini sangat nyaman bagi para pasien dan keluarga pasien. Bahkan RS ini sempat mendapatkan Adipura atau sebagai RS yang terbersih,” ujar Abdul Fathah selaku mandor kebersihan RSTD.

Sebagai pekerja yang tugasnya memantau kebersihan di setiap ruangan, khususnya ruang inap, ia mengatakan ada beberapa ruang rawat inap di RSTD, beberapa ruang inap diberi nama tumbuhan. Di antaranya ruang Deli yang setara dengan suite room, ruang Sawit atau setara dengan super VIP, ruang Tebu yang setara dengan ruang VIP, ruang Tembakau setara dengan kelas I, ruang Karet setara dengan kelas II, ruang Kakao setara dengan kelas III yang tulisannya masih tersisa dan ada ruang ICU,perawatan stroke, ruang bayi, IGD dan unit medical check-up.

“Kalau di sini nama ruang pasiennya tumbuh-tumbuhan, unik ‘kan. Yang lebih unik di RSTD ini ada ruang bawah tanah yang  dahulunya menembus Istana Maimun dan kantor direksi,” katanya sembari menunjukkan pintu masuk ruang bawah tanah yang terdapat di halaman dekat ruang ICU yang sudah ditutup dan ditumbuhi oleh rumput.

Selain itu, Abdul Fathah yang dipindahtugaskan ke klinik Tembakau Deli, setelah penutupan RSTD ini mengaku bahwa setiap harinya ia ikut memantau RSTD. “Saya kebetulan dipindahtugaskan di klinik, bersampingan sama RSTD, jujur sekarang saya itu lebih banyak diamnya daripada kerja. Klinik tamannya kecil, jadi yah untuk menambah aktivitas, saya suka melihat-lihat RS ini, karena banyak alat-alat seperti seng dan peralatan kedokteran yang hilang dari sini. Kita berharap RS ini bisa aktif lagi, makanya jangan sampai ini hancur,” katanya.
Ditambahkannya, peralatan medis dan nonmedis yang masih dapat digunakan telah diangkut ke RS GL Tobing di Tanjungmorawa dan RS Bangkatan di Langkat. Namun, ada beberapa peralatan seperti mesin cuci dan strika atau laundry yang masih utuh. “Semua peralatan di sini sudah dipindahkan, tapi ada beberapa yang belum dipindahkan. Mari ikut saya,” katanya.

Sumut Pos pun berjalan menuju ruang laundry yang berdekatan dengan ruang Gizi.  Ruang Laundry cukup besar, ruang ini berada tepat disudut pagar pembatas dengan aliran Sungai Deli. Pintu memasuki ruang laundy tertutup dan paku dengan kayu yang menyilang. Namun untuk memastikan kondisi mesin-mesin yang berasal dari Belanda itu, Sumut Pos meminta izin untuk masuk dan akhirnya, sang mandor  kebersihan tersebutpun membantu membukakan pintu yang tertutup rapat tersebut. Ia pun sedikit menjelaskan.

“Ini mesin press untuk merendam kain. Kain-kain itu pertamanya difilter di ruang sebelah. Limbahnya dibuang dengan direbus dengan air panas. Setelah itu dimasukkan di mesin press ini, setelah itu dicuci di mesin laundry dan kemudian diperas dan dikeringkan di mesin pengering dan terakhir disetrika menggunakan mesin. Mesin penyetrikanya begitu besar, dapat menyetrika beberapa pakaian atau sprei sekaligus, jadi karyawannya hanya tinggal melipati di ujung sana. Mesin ini masih bisa dipakai sampai terakhir kali RS ini dinyatakan tutup. Ini tidak diangkat karena sangat berat dan tidak bisa dilepas. Baut-bautnya begitu kuat, lihatlah ini mana ada yang tahu buka ini,” ujarnya seraya takjub.

Lanjutnya, ada yang unik dengan mesin strika dan mesin laundry yang bertuliskan Mm Ganie, GMBH DUSELDOEF, HARTUNG KUHN. Tidak ada yang tahu apa makna tulisan itu, mungkin itu nama mereknya atau mesinnya yang memang ada sejak zaman Belanda. “Uniknya, pernah ini dicoba diangkat, mesinnya meletup-letup, seperti terbakar. Mungkin marah mesinnya,” ujarnya sambil bercanda.

Melihat ruang laundry dan tahapannya, tampak terlihat kalau dahulu sangat steril sekali. Di dekat ruang laundry terlihat beberapa pipa besar yang menyambung antara parit yang sengaja dibuat untuk menampung limbah. “Untuk instalasi pengolahan limbah cair dan padat medis, Rumah Sakit ini menjadi yang terbaik di Medan. Sayang tinggal kenangan,” katanya.

Setelah lama berjalan di RSTD, tampak 4 orang pria berpakaian rapi juga masuk dan melihat-lihat RSTD tersebut, saat dijumpai Sumut Pos, mereka tidak mengatakan dari mana, hanya saja, satu di antaranya membawa blog note bertuliskan Willmart.

Menanggapi hal ini, Abdul Fathah mengaku, ia memang sering melihat, orang asing melihat-lihat RSTD. “Barangkali pembelinya,” katanya. (bersambung)

Bagi yang terbiasa melewati Jalan Putri Hijau, Medan Barat, pasti merasakan hal yang berbeda setiap melewati jalan tersebut. Angkutan umum yang terkadang membuat jalanan macet, antrean mobil yang mau parkir dan kesibukan lainnya di sekitar Jalan Putri Hijau kini telah menjadi kenangan. Sejak Januari 2011, Rumah Sakit Tembakau Deli (RSTD) dinyatakan tutup.

TAK BEROPERASI: RsTD  Jalan Putri Hijau Medan, Selasa (21/5 lalu. RS  ini terlihat sepi setelah tidak beroperasi lagi.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
TAK BEROPERASI: RsTD di Jalan Putri Hijau Medan, Selasa (21/5 lalu. RS ini terlihat sepi setelah tidak beroperasi lagi.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Puput Julianti Damanik, Medan

Jika dilihat sekilas dari luar, tidak ada yang berubah dengan bangunan di RSTD.

Beberapa plang, seperti bertuliskan ‘Rumah Sakit Tembakau Deli, PTP Nusantara II (PERSERO), Melayani Pasien Umum dan Pasien Jamkesmas’  yang berdiri dekat gerbang masuk dan satu plang besar di sudut kanan depan bertuliskan ‘UGD, Poli Penyakit Dalam, Poli Bedah, Poli Kebidanan dan kandungan, Poli penyakit dan kesehatan anak, Poli Paru, Poli Jantung, Poli Mata, Poli THT, Poli Syaraf, Poli Kedokteran Jiwa, Poli Gigi dan Mulut, Poli Umum, Apotek, Laboratorium, Radiologi, Hemodialisa, Endoskopi dan fisioterafi’ masih kokoh berdiri . Ya, plang ini menjadi saksi bisu kalau RSTD adalah satu di antara puluhan RS di Medan yang cukup lengkap.

Penasaran, Sumut Pos pun memutuskan untuk masuk  ke RSTD tersebut, pohon yang cukup besar dan rindang menyambut kedatangan. Ruang rekam medik, UGD dan gudang apotek yang berada di depan juga tampak baik. Tidak ada kerusakan ataupun bangunan yang tidak layak, bagi yang melihatnya, seakan dapat menyimpulkan sendiri, kalau RSTD ditutup bukan karena bangunan ataupun layanan yang tidak baik. Hati semakin bertanya.
Langkah semakin kuat, tiba-tiba seorang satpam menyapa dan bertanya, “Siapa dan ada penting apa?”

Wajar bila satpam begitu ketat, apalagi baru-baru RSTD sering kedatangan tamu, warga asing yang datang melihat-lihat ke dalam tidak tahu bertujuan apa. Ketika dijelaskan, barulah satpam memberi izin. Sumut Pos pun berhasil berjumpa dengan beberapa pegawai RSTD yang masih tersisa dan kerja di Klinik Tembakau Deli. Akhirnya bersama Bendahara Serikat Pekerja RSTD, Achiro Johan dan mandor kebersihan RSTD Abdul Fathah (64), Sumut Pos mengelilingi RSTD.

Tidak terbayang, memasuki gerbang untuk masuk ke dalam RS, kita seperti terlempar di masa lampau. Batas timur RS adalah Sungai Deli, batas utaranya RS Kesdam I Bukit Barisan, batas barat adalah Jalan Putri Hijau dan batas selatan adalah perkotaan atau rumah penduduk. Tepat berada di Kelurahan Kesawan, Medan Barat dan RSTD begitu sentral dan terjangkau.

Langkah mulai lancar, mata mulai menjelajah, Sumut Pos mengelilingi RSTD yang cukup luas yakni 38.619 m2 atau sekitar 3,8 hektar. Terlihat ada 6 bangsal, setiap bangsalnya dihubungkan dengan koridor, tapi sayang koridor tersebut hanya tinggal bekas. Padahal bangunan bangsal masih benar-benar bangunan asli yang belum pernah direnovasi. Bila ada, hanya sekedar mengganti atapnya.

Memasuki bangsal pertama dari gerbang, terlihat setapak jalan yang memutar dari ujung bangsal menuju ruang ICU. Dahulunya, itu digunakan ambulans untuk membawa pasiennya ke ruang ICU. Sepanjang jalan menelusuri RSTD, terlihat lahan terbuka yang begitu besar dengan berbagai tanaman. Di antaranya pohon bunga tanjung, sesekali wangi bunganya menyengat hidung.

Di beberapa bangsal masih ada papan kecil berwarna hijau dengan font berwarna hitam bertuliskan Kakao A dan Kakao B dan di beberapa sisi masih banyak papan bertuliskan Unit Chemoterapy, Ruang PPDS, Poli Kardiologi, Musala, Stroke center, beberapa kamar bertuliskan Tembakau , nama dokter di depan ruangan dan beberapa masih banyak lainnya.

Bahkan RSTD memiliki instalasi pengolahan limbah cair dan padat medis yang lokasinya berdekatan dengan ruang gizi atau dapur dan ruang cuci dan gosok yang berada di ujung bangsal pertama saat memasuki RSTD. Bangunan bangsal-bangsal tersebut masih terlihat asli peninggalan Belanda, hanya saja atapnya telah berganti dengan atap seng dan beberapa yang masih ada, telah hilang. Sungguh malang nasib RSTD.

“Saya kerja di sini sejak 1988, awalnya saya hanya menjadi tukang bersih-bersih,  namun pada 1999 setelah kami melakukan unjuk rasa, beberapa karyawan diangkat menjadi pegawai tetap, saya menjadi mandor kebersihan dan naik menjadi PNS untuk golongan 1 C. RSTD ini sangat asri, saya yang menanam beberaa pohon bunga tanjung di sini. Apapun yang diperintahkan untuk renovasi taman kita lakukan, kita pakai tenaga karyawan sendiri, tidak dari luar. Intinya, RS ini sangat nyaman bagi para pasien dan keluarga pasien. Bahkan RS ini sempat mendapatkan Adipura atau sebagai RS yang terbersih,” ujar Abdul Fathah selaku mandor kebersihan RSTD.

Sebagai pekerja yang tugasnya memantau kebersihan di setiap ruangan, khususnya ruang inap, ia mengatakan ada beberapa ruang rawat inap di RSTD, beberapa ruang inap diberi nama tumbuhan. Di antaranya ruang Deli yang setara dengan suite room, ruang Sawit atau setara dengan super VIP, ruang Tebu yang setara dengan ruang VIP, ruang Tembakau setara dengan kelas I, ruang Karet setara dengan kelas II, ruang Kakao setara dengan kelas III yang tulisannya masih tersisa dan ada ruang ICU,perawatan stroke, ruang bayi, IGD dan unit medical check-up.

“Kalau di sini nama ruang pasiennya tumbuh-tumbuhan, unik ‘kan. Yang lebih unik di RSTD ini ada ruang bawah tanah yang  dahulunya menembus Istana Maimun dan kantor direksi,” katanya sembari menunjukkan pintu masuk ruang bawah tanah yang terdapat di halaman dekat ruang ICU yang sudah ditutup dan ditumbuhi oleh rumput.

Selain itu, Abdul Fathah yang dipindahtugaskan ke klinik Tembakau Deli, setelah penutupan RSTD ini mengaku bahwa setiap harinya ia ikut memantau RSTD. “Saya kebetulan dipindahtugaskan di klinik, bersampingan sama RSTD, jujur sekarang saya itu lebih banyak diamnya daripada kerja. Klinik tamannya kecil, jadi yah untuk menambah aktivitas, saya suka melihat-lihat RS ini, karena banyak alat-alat seperti seng dan peralatan kedokteran yang hilang dari sini. Kita berharap RS ini bisa aktif lagi, makanya jangan sampai ini hancur,” katanya.
Ditambahkannya, peralatan medis dan nonmedis yang masih dapat digunakan telah diangkut ke RS GL Tobing di Tanjungmorawa dan RS Bangkatan di Langkat. Namun, ada beberapa peralatan seperti mesin cuci dan strika atau laundry yang masih utuh. “Semua peralatan di sini sudah dipindahkan, tapi ada beberapa yang belum dipindahkan. Mari ikut saya,” katanya.

Sumut Pos pun berjalan menuju ruang laundry yang berdekatan dengan ruang Gizi.  Ruang Laundry cukup besar, ruang ini berada tepat disudut pagar pembatas dengan aliran Sungai Deli. Pintu memasuki ruang laundy tertutup dan paku dengan kayu yang menyilang. Namun untuk memastikan kondisi mesin-mesin yang berasal dari Belanda itu, Sumut Pos meminta izin untuk masuk dan akhirnya, sang mandor  kebersihan tersebutpun membantu membukakan pintu yang tertutup rapat tersebut. Ia pun sedikit menjelaskan.

“Ini mesin press untuk merendam kain. Kain-kain itu pertamanya difilter di ruang sebelah. Limbahnya dibuang dengan direbus dengan air panas. Setelah itu dimasukkan di mesin press ini, setelah itu dicuci di mesin laundry dan kemudian diperas dan dikeringkan di mesin pengering dan terakhir disetrika menggunakan mesin. Mesin penyetrikanya begitu besar, dapat menyetrika beberapa pakaian atau sprei sekaligus, jadi karyawannya hanya tinggal melipati di ujung sana. Mesin ini masih bisa dipakai sampai terakhir kali RS ini dinyatakan tutup. Ini tidak diangkat karena sangat berat dan tidak bisa dilepas. Baut-bautnya begitu kuat, lihatlah ini mana ada yang tahu buka ini,” ujarnya seraya takjub.

Lanjutnya, ada yang unik dengan mesin strika dan mesin laundry yang bertuliskan Mm Ganie, GMBH DUSELDOEF, HARTUNG KUHN. Tidak ada yang tahu apa makna tulisan itu, mungkin itu nama mereknya atau mesinnya yang memang ada sejak zaman Belanda. “Uniknya, pernah ini dicoba diangkat, mesinnya meletup-letup, seperti terbakar. Mungkin marah mesinnya,” ujarnya sambil bercanda.

Melihat ruang laundry dan tahapannya, tampak terlihat kalau dahulu sangat steril sekali. Di dekat ruang laundry terlihat beberapa pipa besar yang menyambung antara parit yang sengaja dibuat untuk menampung limbah. “Untuk instalasi pengolahan limbah cair dan padat medis, Rumah Sakit ini menjadi yang terbaik di Medan. Sayang tinggal kenangan,” katanya.

Setelah lama berjalan di RSTD, tampak 4 orang pria berpakaian rapi juga masuk dan melihat-lihat RSTD tersebut, saat dijumpai Sumut Pos, mereka tidak mengatakan dari mana, hanya saja, satu di antaranya membawa blog note bertuliskan Willmart.

Menanggapi hal ini, Abdul Fathah mengaku, ia memang sering melihat, orang asing melihat-lihat RSTD. “Barangkali pembelinya,” katanya. (bersambung)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/