25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Realita Kemiskinan Perdesaan di Tapanuli

Hari Ini, Film Anak Sasada Diluncurkan

Ibarat gelombang yang menggulung, antusias masyarakat Batak mewarnai peluncuran film ‘Anak Sasada’ produksi Constellazione (CZ) Entertainment, Senin (27/6) ini. Budaya yang kian memudar pun seolah menemukan jalan untuk kembali pulang.

Indra Juli, Medan

Seperti anak yang menemukan mainannya, seluruh kru film berlomba mendatangi kotak-kotak karton dimana keping VCD film ‘Anak Sasada’ tiba di Jalan Karya Wisata Ujung Gang GSJA No.17 Medan Johor, Jumat (25/6). Tanpa berlama-lama, satu per satu keping VCD tadi dimasukkan ke dalam cover yang sudah disiapkan untuk peluncuran nantinya. Di tengah pengapnya ruangan tanpa kenal lelah tangan-tangan itu pun bekerja memenuhi 50 ribu cover yang sudah disiapkan sebelumnya.

Seperti semangat yang diperlihatkan malam itu, peluncuran film berlatar budaya Batak Toba garapan Pontyanus Gea ini pun mendapat apresiasi dari masyarakat. Bahkan menurut Prof DR Robert Sibarani MS, film ‘Anak Sasada’ merupakan keberanian yang patut diberi apresiasi. “Dari sinopsis yang saya dapatkan, sesuai dengan undang-undang kebudayaan mengenai identitas daerah, film ini patut didukung. Selama ini kita kan terbiasa menasional meskipun kebudayaan nasional itu tidak jelas. Tapi, film ini memuat nilai-nilai budaya yang memang mengakar,” ucap Robert yang dihubungi, Minggu (26/6).Terlebih dengan bahasa yang digunakan lanjutnya, film ini dapat memperkenalkan apa itu Batak Toba kepada etnis lainnya. Sehingga pemahaman terhadap masyarakat Batak Toba terjadi dengan penuh. Terlebih dengan realita kehidupan masyarakat Batak Toba yang diangkat dalam film berdurasi 60 menit ini. Untuk itu perlu sosialisasi yang lebih sehingga keberadaan film ini mengerucut di antara masyarakat Batak Toba yang berkisar lima juta orang di seluruh dunia.

“Berkaca pada film Naga Bonar yang menggunakan bahasa Indonesia tapi menonjolkan logat Batak yang sukses di pasaran. Film ini pasti dan layak dimiliki. Tidak karena unsur bahasa juga nilai-nilai budaya yang sudah jarang ditemui di era modernisasi saat ini. Perlu usaha intensif,” tambahnya.

Manguji Nababan SS dari Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen Medan juga melihat keistimewaan lain yang membuat film Anak Sasada berbeda. Selain bahasa Batak Toba yang digunakan, film ini pun memiliki kata-kata bijak dan petuah sebagai filosofi yang pernah ada. “Seperti kata ‘tongging songon haraton tobu’ yang mengingatkan masyarakat akan proses kehidupan dimana semua diawali dari hal-hal yang tidak terlalu manis dahulu sebelum sampai ujung sebagai bagian dari buah tebu yang paling manis,” tuturnya.

Masih Manguji, begitu juga kata ‘iko pijakonmu do sian bonana’ atau peran Tulang yang diyakini pemberi berkat akan kehidupan yang baik di perantauan. Begitu juga filosofi merantau pada masyarakat Batak Toba untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Ada juga kesan homofon pada kata ‘bandit’ sebagai kata benda dan ‘baddit’ sebagai kata sifat. Keunikan-keunikan yang tidak lagi banyak diketahui oleh masyarakat Batak Toba itu sendiri. “Film ini akan menjadi anjang sana dengan kata-kata yang arkais dalam bahasa Batak Toba. Kearifan-kearifan local itu pun akan sangat mendukung komunitas Batak lebih berkembang,” tegas Manguji.

Seperti disampaikan Pimpinan Produksi ‘Anak Sasada’ Emilia Sarumaha, film hasil besutan sutradara Pontyanus Gea ini sementara masih diedarkan di 15 kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut) dan dua provinsi lain. Peredaran di daerah lain akan dilakukan dua minggu setelah peluncuran. “Anak Sasada diproduksi dalam bentuk VCD dan didistribusikan melalui distributor di tiap kabupaten/kota. Selain di Sumut, film ini juga diedarkan di Sumatera Barat, Riau, dan Jakarta. Pendistribusian dilakukan secara bertahap dan kami berharap menjangkau seluruh wilayah Indonesia,” jelas Emilia Sarumaha.

Masyarakat yang ingin mendapatkan film ini dapat menghubungi distributor di masing-masing daerah. Untuk Medan dan sekitarnya dapat menghubungi 082161058540. Wilayah Deliserdang dan Serdang Bedagai didapatkan melalui Agus Surbakti (082168744217) dan Sibolangit melalui Bisma (081375658001). Dairi dan Pakpak Bharat (Harianja, 082168920770), Humbang Hasundutan (Juandi Nababan, 081396480097), Karo (Jupiter Sinulingga, 081362149123), Labuhanbatu dan Rantau Prapat (M. Rangkuti, 081396789867), Simalungun (Rinto Situmeang, 085261190866).

Di Tapanuli Selatan masyarakat dapat menghubungi F. Daely (081370317522), Tapanuli Tengah dan Sibolga (Ama Nidar, 081274589031), Tapanuli Utara (D. Hutapea, 081361717704), Toba Samosir dan Tobasa (Harianja, 082168920770). Sementara itu di Sumatera Barat dan Riau, film Anak Sasada diperoleh melalui H. Hasan (081365585678).

Film Anak Sasada dalam dialog bahasa Batak Toba menggambarkan realitas kemiskinan perdesaan di Tapanuli melalui tokoh Sabungan. Ia meninggalkan kampung halaman untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ternyata tanah perantauan tak seperti dugaan. Sabungan terlibat masalah dengan kelompok bandit dan menjumpai nasib tragis. Pontyanus Gea cakap mengemas skenario yang ditulis budayawan Thompson HS. Meski ia sedikit kesulitan mengarahkan pemain karena tak semua pemain berdarah Batak Toba. Bahkan sebagian pemain berdarah Batak Toba pun terlihat kesulitan mengucapkan dialog. Kesulitan bahasa ini dipecahkan dengan menggandeng Batakolog, Manguji Nababan, sebagai penyelaras bahasa. (*)

Hari Ini, Film Anak Sasada Diluncurkan

Ibarat gelombang yang menggulung, antusias masyarakat Batak mewarnai peluncuran film ‘Anak Sasada’ produksi Constellazione (CZ) Entertainment, Senin (27/6) ini. Budaya yang kian memudar pun seolah menemukan jalan untuk kembali pulang.

Indra Juli, Medan

Seperti anak yang menemukan mainannya, seluruh kru film berlomba mendatangi kotak-kotak karton dimana keping VCD film ‘Anak Sasada’ tiba di Jalan Karya Wisata Ujung Gang GSJA No.17 Medan Johor, Jumat (25/6). Tanpa berlama-lama, satu per satu keping VCD tadi dimasukkan ke dalam cover yang sudah disiapkan untuk peluncuran nantinya. Di tengah pengapnya ruangan tanpa kenal lelah tangan-tangan itu pun bekerja memenuhi 50 ribu cover yang sudah disiapkan sebelumnya.

Seperti semangat yang diperlihatkan malam itu, peluncuran film berlatar budaya Batak Toba garapan Pontyanus Gea ini pun mendapat apresiasi dari masyarakat. Bahkan menurut Prof DR Robert Sibarani MS, film ‘Anak Sasada’ merupakan keberanian yang patut diberi apresiasi. “Dari sinopsis yang saya dapatkan, sesuai dengan undang-undang kebudayaan mengenai identitas daerah, film ini patut didukung. Selama ini kita kan terbiasa menasional meskipun kebudayaan nasional itu tidak jelas. Tapi, film ini memuat nilai-nilai budaya yang memang mengakar,” ucap Robert yang dihubungi, Minggu (26/6).Terlebih dengan bahasa yang digunakan lanjutnya, film ini dapat memperkenalkan apa itu Batak Toba kepada etnis lainnya. Sehingga pemahaman terhadap masyarakat Batak Toba terjadi dengan penuh. Terlebih dengan realita kehidupan masyarakat Batak Toba yang diangkat dalam film berdurasi 60 menit ini. Untuk itu perlu sosialisasi yang lebih sehingga keberadaan film ini mengerucut di antara masyarakat Batak Toba yang berkisar lima juta orang di seluruh dunia.

“Berkaca pada film Naga Bonar yang menggunakan bahasa Indonesia tapi menonjolkan logat Batak yang sukses di pasaran. Film ini pasti dan layak dimiliki. Tidak karena unsur bahasa juga nilai-nilai budaya yang sudah jarang ditemui di era modernisasi saat ini. Perlu usaha intensif,” tambahnya.

Manguji Nababan SS dari Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen Medan juga melihat keistimewaan lain yang membuat film Anak Sasada berbeda. Selain bahasa Batak Toba yang digunakan, film ini pun memiliki kata-kata bijak dan petuah sebagai filosofi yang pernah ada. “Seperti kata ‘tongging songon haraton tobu’ yang mengingatkan masyarakat akan proses kehidupan dimana semua diawali dari hal-hal yang tidak terlalu manis dahulu sebelum sampai ujung sebagai bagian dari buah tebu yang paling manis,” tuturnya.

Masih Manguji, begitu juga kata ‘iko pijakonmu do sian bonana’ atau peran Tulang yang diyakini pemberi berkat akan kehidupan yang baik di perantauan. Begitu juga filosofi merantau pada masyarakat Batak Toba untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Ada juga kesan homofon pada kata ‘bandit’ sebagai kata benda dan ‘baddit’ sebagai kata sifat. Keunikan-keunikan yang tidak lagi banyak diketahui oleh masyarakat Batak Toba itu sendiri. “Film ini akan menjadi anjang sana dengan kata-kata yang arkais dalam bahasa Batak Toba. Kearifan-kearifan local itu pun akan sangat mendukung komunitas Batak lebih berkembang,” tegas Manguji.

Seperti disampaikan Pimpinan Produksi ‘Anak Sasada’ Emilia Sarumaha, film hasil besutan sutradara Pontyanus Gea ini sementara masih diedarkan di 15 kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut) dan dua provinsi lain. Peredaran di daerah lain akan dilakukan dua minggu setelah peluncuran. “Anak Sasada diproduksi dalam bentuk VCD dan didistribusikan melalui distributor di tiap kabupaten/kota. Selain di Sumut, film ini juga diedarkan di Sumatera Barat, Riau, dan Jakarta. Pendistribusian dilakukan secara bertahap dan kami berharap menjangkau seluruh wilayah Indonesia,” jelas Emilia Sarumaha.

Masyarakat yang ingin mendapatkan film ini dapat menghubungi distributor di masing-masing daerah. Untuk Medan dan sekitarnya dapat menghubungi 082161058540. Wilayah Deliserdang dan Serdang Bedagai didapatkan melalui Agus Surbakti (082168744217) dan Sibolangit melalui Bisma (081375658001). Dairi dan Pakpak Bharat (Harianja, 082168920770), Humbang Hasundutan (Juandi Nababan, 081396480097), Karo (Jupiter Sinulingga, 081362149123), Labuhanbatu dan Rantau Prapat (M. Rangkuti, 081396789867), Simalungun (Rinto Situmeang, 085261190866).

Di Tapanuli Selatan masyarakat dapat menghubungi F. Daely (081370317522), Tapanuli Tengah dan Sibolga (Ama Nidar, 081274589031), Tapanuli Utara (D. Hutapea, 081361717704), Toba Samosir dan Tobasa (Harianja, 082168920770). Sementara itu di Sumatera Barat dan Riau, film Anak Sasada diperoleh melalui H. Hasan (081365585678).

Film Anak Sasada dalam dialog bahasa Batak Toba menggambarkan realitas kemiskinan perdesaan di Tapanuli melalui tokoh Sabungan. Ia meninggalkan kampung halaman untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ternyata tanah perantauan tak seperti dugaan. Sabungan terlibat masalah dengan kelompok bandit dan menjumpai nasib tragis. Pontyanus Gea cakap mengemas skenario yang ditulis budayawan Thompson HS. Meski ia sedikit kesulitan mengarahkan pemain karena tak semua pemain berdarah Batak Toba. Bahkan sebagian pemain berdarah Batak Toba pun terlihat kesulitan mengucapkan dialog. Kesulitan bahasa ini dipecahkan dengan menggandeng Batakolog, Manguji Nababan, sebagai penyelaras bahasa. (*)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/