30 C
Medan
Monday, September 23, 2024

Kasus Dugaan Kartel Harga Tiket, 7 Maskapai Bakal Disidang

TEMU PERS: Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih saat memberikan keterangan pers di Kantor Wilayah (Kanwil) I KPPU di Medan, Jumat (26/7).
bagus/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menyidangkan kasus dugaan kartel tiket pesawat domestik. Dalam kasus ini ada tujuh maskapai yang berstatus sebagai terlapor.

Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menyatakan, proses persidangan dilakukan setelah serangkaian tahapan di awal sudah selesai dilakukan. Baik penelitian, penyelidikan, hingga tahap pemberkasan.

“Sudah selesai di tahap pemberkasan artinya akan masuk ke persidangan. KPPU tinggal menentukan jadwal persidangan, biasanya dalam waktu dekat,” kata Guntur kepada wartawan di KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) I, Jalan Gatot Subroto, Medan, Sumatera Utara, Jumat (26/7).

Maskapai yang berstatus sebagai terlapor dalam kasus ini masing-masing, Garuda Indonesia dan Batik Air untuk kategori full service airline. Sedangkan kategori low cost carrier masing-masing Sriwijaya Air, Citilink, Wings Air, Nam Air, dan Lion Air.

Masalah tiket pesawat ini masuk ranah KPPU karena maskapai diduga melakukan kartel, secara bersama-sama menaikkan dan menurunkan tarif tiket dalam beberapa waktu dalam kurun 2018 hingga 2019. Hal ini melanggar Pasal 5 dan 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bila terbukti, maka masing-masing maskapai bisa dihukum denda hingga Rp 25 miliar.

Setelah pemberkasan masalah tiket selesai, seterusnya KPPU akan memproses masalah kenaikan tarif kargo pesawat. Saat ini, kata Guntur, pihaknya masih dalam tahap penyelidikan, untuk memastikan apakah ada pelanggaran dalam masalah itu. “Kalau (kargo) itu, belum,” tegas Guntur.

40 Pelaku Usaha di Sumut Tak Patuhi Sanksi

Terkait sanksi yang dijatuhkan KPPU kepada pelaku usaha, ternyata banyak yang tidak kooperatif melaksanakan sanksi tersebut. Bahkan di Sumatra Utara, ada 40 pelaku usaha yang tidak kooperatif dalam menjalankan sanksi dari KPPU. Padahal, sanksi tersebut bertujuan untuk memberikan rasa keadilan pada pelaku usaha yang menjalankan usaha yang sama dengan penerima sanksi.

Menurut Guntur, ada beberapa kategori pelaku usaha yang tidak menjalankan sanksi yakni berat, sedang dan menengah. “Kali ini kita anggap dalam kategori berat karena tidak ada niat untuk menjalankan putusan. Padahal kami masih memberikan ruang dengan memberikan cicilan terhadap denda,” katanya.

Guntur mengatakan, dalam tempo 30 hari KPPU akan menilai kembali, dari puluhan pelaku usaha yang tidak kooperatif itu. KPPU akan menindaklanjutinya kembali sesuai aturan perundang-undangan soal persaingan tidak sehat. “Kita bisa serahkan ini pada penyidik, atau akan kita eksekusi lewat pengadilan. Tapi kita berharap ada kooperatifnya pelaku-pelaku usaha ini,” katanya.

Kepala KPPU Kanwil I, Ramli Simanjuntak mengatakan, 40 pelaku usaha yang tidak kooperatif semuanya perusahaan jasa konstruksi. Putusannya dimulai dari tahun 2000 sampai 2019 dengan total 18 putusan. Dari 18 putusan tersebut, bisa saja ada 3 terlapor dan 3 yang didenda sehingga mencapai 40 perusahan. Total denda dari 18 putusan tersebut senilai Rp23,9 miliar.

“Sampai saat ini yang sudah dibayarkan adalah Rp4,16 miliar. Jadi yang belum dibayarkan Rp18,9 miliar. Nah, itu yang tidak kooperatif membayar dendanya. Saat ini KPPU Wilayah I terus memantau dan menyurati putusan yang sudah dilayangkan,” katanya.

Dia menambahkan, pelaku usaha memang belum ada niat baik melaksanakan putusan tersebut. Sehingga KPPU Wilayah I akan menunggu 30 hari ke depan apakah pelaku usaha ini akan kooperatif. Jika tidak, ada dua hal yanh bisa dilakukan dari undang-undang yakni bisa diserahkan ke penyidik menjadi bukti untuk dipidana dan kedua diminta ke pengadilan untuk dieksekusi.

Adapun beberapa perusahan yang tidak kooperatif ini yakni PT Auna Rahmat, PT Hari Maju, PT Karya Bukit Nusantara, PT Dipa Panalasa, CV Kartika Indah Jaya, CV Toruan Nciho Corporation, PT Care Indonusa, PT Taramulia Setia Pratama, PT Benua Samudera Logistik dan lainnya. (gus)

TEMU PERS: Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih saat memberikan keterangan pers di Kantor Wilayah (Kanwil) I KPPU di Medan, Jumat (26/7).
bagus/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menyidangkan kasus dugaan kartel tiket pesawat domestik. Dalam kasus ini ada tujuh maskapai yang berstatus sebagai terlapor.

Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menyatakan, proses persidangan dilakukan setelah serangkaian tahapan di awal sudah selesai dilakukan. Baik penelitian, penyelidikan, hingga tahap pemberkasan.

“Sudah selesai di tahap pemberkasan artinya akan masuk ke persidangan. KPPU tinggal menentukan jadwal persidangan, biasanya dalam waktu dekat,” kata Guntur kepada wartawan di KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) I, Jalan Gatot Subroto, Medan, Sumatera Utara, Jumat (26/7).

Maskapai yang berstatus sebagai terlapor dalam kasus ini masing-masing, Garuda Indonesia dan Batik Air untuk kategori full service airline. Sedangkan kategori low cost carrier masing-masing Sriwijaya Air, Citilink, Wings Air, Nam Air, dan Lion Air.

Masalah tiket pesawat ini masuk ranah KPPU karena maskapai diduga melakukan kartel, secara bersama-sama menaikkan dan menurunkan tarif tiket dalam beberapa waktu dalam kurun 2018 hingga 2019. Hal ini melanggar Pasal 5 dan 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bila terbukti, maka masing-masing maskapai bisa dihukum denda hingga Rp 25 miliar.

Setelah pemberkasan masalah tiket selesai, seterusnya KPPU akan memproses masalah kenaikan tarif kargo pesawat. Saat ini, kata Guntur, pihaknya masih dalam tahap penyelidikan, untuk memastikan apakah ada pelanggaran dalam masalah itu. “Kalau (kargo) itu, belum,” tegas Guntur.

40 Pelaku Usaha di Sumut Tak Patuhi Sanksi

Terkait sanksi yang dijatuhkan KPPU kepada pelaku usaha, ternyata banyak yang tidak kooperatif melaksanakan sanksi tersebut. Bahkan di Sumatra Utara, ada 40 pelaku usaha yang tidak kooperatif dalam menjalankan sanksi dari KPPU. Padahal, sanksi tersebut bertujuan untuk memberikan rasa keadilan pada pelaku usaha yang menjalankan usaha yang sama dengan penerima sanksi.

Menurut Guntur, ada beberapa kategori pelaku usaha yang tidak menjalankan sanksi yakni berat, sedang dan menengah. “Kali ini kita anggap dalam kategori berat karena tidak ada niat untuk menjalankan putusan. Padahal kami masih memberikan ruang dengan memberikan cicilan terhadap denda,” katanya.

Guntur mengatakan, dalam tempo 30 hari KPPU akan menilai kembali, dari puluhan pelaku usaha yang tidak kooperatif itu. KPPU akan menindaklanjutinya kembali sesuai aturan perundang-undangan soal persaingan tidak sehat. “Kita bisa serahkan ini pada penyidik, atau akan kita eksekusi lewat pengadilan. Tapi kita berharap ada kooperatifnya pelaku-pelaku usaha ini,” katanya.

Kepala KPPU Kanwil I, Ramli Simanjuntak mengatakan, 40 pelaku usaha yang tidak kooperatif semuanya perusahaan jasa konstruksi. Putusannya dimulai dari tahun 2000 sampai 2019 dengan total 18 putusan. Dari 18 putusan tersebut, bisa saja ada 3 terlapor dan 3 yang didenda sehingga mencapai 40 perusahan. Total denda dari 18 putusan tersebut senilai Rp23,9 miliar.

“Sampai saat ini yang sudah dibayarkan adalah Rp4,16 miliar. Jadi yang belum dibayarkan Rp18,9 miliar. Nah, itu yang tidak kooperatif membayar dendanya. Saat ini KPPU Wilayah I terus memantau dan menyurati putusan yang sudah dilayangkan,” katanya.

Dia menambahkan, pelaku usaha memang belum ada niat baik melaksanakan putusan tersebut. Sehingga KPPU Wilayah I akan menunggu 30 hari ke depan apakah pelaku usaha ini akan kooperatif. Jika tidak, ada dua hal yanh bisa dilakukan dari undang-undang yakni bisa diserahkan ke penyidik menjadi bukti untuk dipidana dan kedua diminta ke pengadilan untuk dieksekusi.

Adapun beberapa perusahan yang tidak kooperatif ini yakni PT Auna Rahmat, PT Hari Maju, PT Karya Bukit Nusantara, PT Dipa Panalasa, CV Kartika Indah Jaya, CV Toruan Nciho Corporation, PT Care Indonusa, PT Taramulia Setia Pratama, PT Benua Samudera Logistik dan lainnya. (gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/