Kasus Penipuan 515 Hektar Lahan Sawit di Madina
MEDAN- Kasus penipuan dan penggunaan surat palsu terkait perjanjian jual beli lahan sawit seluas 515 hektar di Desa Sikapas, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) milik Okto Berman Simanjuntak sudah memenuhi unsur pidana.
“Kasus itu sudah memenuhi unsur pidana, karena sudah memenuhi kelengkapan formil maupun materil, tetapi mengapa kejaksaaan belum juga mengeluarkan surat P-21,” kata Purba Siagian, SH, kuasa hukum Okto Berman Simanjutak kepada wartawan di Medan, Senin (27/2).
Dia mengatakan, atas laporan kliennya itu, penyidik Poldasu telah menetapkan Ignasius Sago sebagai tersangka dan melakukan penahanan, tetapi kemudian dialihkan menjadi status tahanan kota.
“Kasus ini sudah diteruskan penyidik Poldasu ke Kejatisu untuk diteruskan ke pengadilan, tetapi Kejatisu justru mengembalikannya ke Poldasu disertai alasan-alasan hukum versi kejaksaan,” kata dia.
Menurut Purba, perkara itu bisa P-21 (dinyatakan lengkap dan layak diajukan ke pengadilan), karena Ignasius Sago telah menggunakan sejumlah akta yang timbul dalam perjanjian kerjasama atas lahan 515 Ha untuk menguruskan izin lokasi dan perkebunan. Selain itu, Okto telah ditagih untuk membayar pajak penghasilan atas akte ganti rugi sebesar Rp31 miliar yang pembayarannya tidak pernah diterima Okto,” katanya.
Dia menjelaskan, peristiwa berawal 2008 ketika kliennya di datangi Evelin Sago untuk kerjasama pengelolaan lahan, karena masih ada yang belum dikelola (dari 515 Ha baru 150 Ha ditanami sawit). Ini disepakati dan dibuat perjanjian kerjasama 4 Maret 2008 atasnama suami Evelin, yaitu Benidiktus.
Dengan alasan memermudah pengurusan administrasi perijinan, Evelin meminta Okto menandatangani perjanjian jual beli, dan untuk itu surat-surat tanah diserahkan kepada Notaris Minin Rusli pada 13 Maret 2008.
Lalu dengan alasan agar biaya pengurusan surat ijin perkebunan lebih murah, Evelin dan ayahnya Igansius Sago menyuruh Okto menandatangani akta pelepasan hak dengan ganti rugi atas lahan perkebunan kepada 67 karyawannya di kantor Notaris Sondang Matiur Hutagalung, SH. Sementara apa yang dijanjikan terkait kerjasama tadi belum seluruhnya diberikan kepada Okto.
September 2010, Okto kembali diminta Evelin dan ayahnya menandatangani akta pelepasan hak dan ganti rugi kepada PT Tri Bahtera Srikandi di hadapan Notaris Soeparno, SH dengan alasan pengurusan perijinan mengatasnamakan karyawan, namun tidak bisa karena belum berbadan hukum. Karena apa yang dijanjikan belum seluruhnya dibayarkan ke Okto, sementara terkait perjanjian kerjasama itu banyak keganjilan, Okto akhirnya membatalkan perjanjian kerjasama.
Tetapi, 3 Desember 2010 Okto ditangkap Polres Madina dengan tuduhan melakukan budi daya tanaman perkebunan tanpa ijin usaha. Kasusnya diproses dan dia di hukum 1 bulan 18 hari. Terkait kasus lahan itu, karena banyak kejanggalan kerjasama pengelolaan lahan, Okto kemudian mengadukan Ignasius Sago ke Poldasu pada 8 April 2011.
Aspidum Kejatisu Warsa Susanta kepada Kapoldasu, Senin (27/2) menyebutkan bahwa pelimpahan berkas dari penyidik tentang pelanggaran tindak pidana pasal 266 ayat (1) KUHPidana sesuai laporan polisi No.Pol: LP/180/IV/2011/SPKT II, 8 April 2011 oleh Okto Simanjuntak dianggap tidak memenuhi persyaratan menjadikan Iganisus Sago sebagai tersangka.
Dalam surat No: B–210/ N.24/Epp.1/01/2012, Aspidum menjelaskan berkas perkara yang diajukan penyidik Polda tidak memenuhi persyaratan materil untuk menetapkan Sago sebagai tersangka. Soal 67 karyawan, bukan diserahkan Sago kepada Notaris Soeparno, tetapi diserahkan saksi Novelina Senja Sinaga sekretaris PT Sago Nauli kepada saksi Syafrida Yanti Nasution (pegawai Notaris Soeparno). “Dalam akte itu tertulis bahwa pelepasan hak atas tanah itu tidak menerangkan kondisi objek tanah,” kata Warsa menyebutkan lahan 515 hektar itu sebelumnya telah dijual Okto kepada Eveline Rp6 miliar. Kemudian dialihkan kepada karyawan PT Sago Nauli untuk pembukaan perkebunan plasma.
Ketika itu pimpinan dari perusahaan itu memberikan kepercayaan kepada Okto mengurus segala bentuk perijinan, namun lebih dari setahun ijin tidak keluar. Sehingga, katanya, unsur memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akte autentik mengenai sesuatu hal kebenarannya tidak dapat terpenuhi.(azw)