30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Dilarang Bangun Kuburan Megah

Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002 tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat di Kota Medan, ternyata menghapuskan tarif pembangunan bina makam dan tanda peringatan makam. Penghapusan ini bertujuan untuk menyeragamkan makam di Kota Medan.

MAKAM: Sejumlah warga membersihkan perkuburan warga Tionghoa  komplek pemakaman  Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang, Rabu (27/3).
MAKAM: Sejumlah warga membersihkan perkuburan warga Tionghoa di komplek pemakaman di Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang, Rabu (27/3).

“Ya, penghapusan tarif pembangunan bina makam dan tanda peringatan makan ini bertujuan untuk menyeragamkan seluruh makan di Kota Medan,” ujar Ketua Pansus Revisi Perda Nomor 32 Tahun 2002, Roma Simaremare kepada Sumut Pos, Rabu (27/3).

Menurutnya, selama ini, bentuk bangunan di Kota Medan memang bervariasi. Ada bangunan makam yang megah dan ada juga makam yang hanya tanpa bangunan. Hal inilah yang membuat Pansus mencoba menertibkannya melalui Perda ini. “Selama ini, bangunan makam di Medan tidak seragam, ada yang hanya tanah saja dan ada juga makam yang megah. Itulah yang ingin kita seragamkan,” jelasnya.

Bukankah dengan tidak adanya retribusi pembangunan makam, membuat warga akan ramai-ramai membangun makam megah? Roma menjawab tidak. Menurutnya, bentuk makam di Kota Medan ini akan diseragamkan dan diatur oleh Peraturan Wali Kota. “Perwal akan menetapkan bagaimana bentuk makan di Kota Medan ini. Artinya, Perwal itu akan melarang bangunan makam yang megah,” paparnya.

Bentuk makan di Kota Medan selama ini juga dikatakan sudah menunjukkan kesenjangan. Makam keluarga orang berada di bangun cukup besar, bahkan dengan anggaran puluhan juta rupiah. Sedangkan, ada makam yang hanya terbuat dari tanah. “Kesenjangan makam ini ingin kita hilangkan melalui Perda ini,” tegasnya.

Lalu, bagaimana dengan makam yang sudah terlanjur dibangun megah. Dia menjelaskan, bahwa hal itu akan diatur dalam Perwal yang akan segera dibuat. “Kita tunggu saja bagaimana pengaturannya di Perwal itu,” ucapnya.

Roma menambahkan, revisi Perda ini tidak memiliki tujuan lain, kecuali untuk menertibkan makam di Kota Medan. Pihaknya tidak sembarangan untuk merevisi Perda tersebut, tapi berdasarkan konsultasi dan rapat-rapat dengan instansi terkait. “Kita bukan asal buat Perda ini, tapi melalui pertimbangan yang banyak,” tegasnya.

Pihaknya berharap, revisi perda ini bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat maupun pemerintah. Disamping masyarakat yang tidak merasa terbebani, pemerintah bisa mendapat kontribusi melalui penarikan retribusi. “Tapi, kita menuntut agar Pemko Medan bisa memberikan pelayanan terbaik, sehingga masyarakat tidak merasa kecewa,” paparnya.

Bukankah, orang yang meninggal itu ada yang miskin tidak memiliki uang. Politisi dari PDI Perjuangan ini mengatakan, retribusi untuk orang miskin sudah diatur dalam revisi Perda ini dan ditegaskan kembali pada Perwal yang akan ditertibkan. “Untuk orang miskin, tidak akan dikenakan retribusi, dengan catatan harus ada keterangan dari pemerintah,” jelasnya.

Sedangkan soal pengabuan yang menimbulkan kontra dari Etnis Tionghoa, Roma mengatakan bahwa tarif pengabuan itu sudah layak. Sedangkan, soal krematorium yang belum dimiliki Pemko Medan, dia berharap agar segera dibangun. “Retribusi pengabuan berlaku bila Pemko Medan sudah memiliki krematorium milik sendiri, bukan swasta,” paparnya.

Dia menambahkan, retribusi pemakaman tidak bisa dipisahkan dari pengabuan mayat, karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah. Disebutkan, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat adalah termasuk salah satu jenis retribusi jasa umum. (mag-7)

Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002 tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat di Kota Medan, ternyata menghapuskan tarif pembangunan bina makam dan tanda peringatan makam. Penghapusan ini bertujuan untuk menyeragamkan makam di Kota Medan.

MAKAM: Sejumlah warga membersihkan perkuburan warga Tionghoa  komplek pemakaman  Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang, Rabu (27/3).
MAKAM: Sejumlah warga membersihkan perkuburan warga Tionghoa di komplek pemakaman di Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang, Rabu (27/3).

“Ya, penghapusan tarif pembangunan bina makam dan tanda peringatan makan ini bertujuan untuk menyeragamkan seluruh makan di Kota Medan,” ujar Ketua Pansus Revisi Perda Nomor 32 Tahun 2002, Roma Simaremare kepada Sumut Pos, Rabu (27/3).

Menurutnya, selama ini, bentuk bangunan di Kota Medan memang bervariasi. Ada bangunan makam yang megah dan ada juga makam yang hanya tanpa bangunan. Hal inilah yang membuat Pansus mencoba menertibkannya melalui Perda ini. “Selama ini, bangunan makam di Medan tidak seragam, ada yang hanya tanah saja dan ada juga makam yang megah. Itulah yang ingin kita seragamkan,” jelasnya.

Bukankah dengan tidak adanya retribusi pembangunan makam, membuat warga akan ramai-ramai membangun makam megah? Roma menjawab tidak. Menurutnya, bentuk makam di Kota Medan ini akan diseragamkan dan diatur oleh Peraturan Wali Kota. “Perwal akan menetapkan bagaimana bentuk makan di Kota Medan ini. Artinya, Perwal itu akan melarang bangunan makam yang megah,” paparnya.

Bentuk makan di Kota Medan selama ini juga dikatakan sudah menunjukkan kesenjangan. Makam keluarga orang berada di bangun cukup besar, bahkan dengan anggaran puluhan juta rupiah. Sedangkan, ada makam yang hanya terbuat dari tanah. “Kesenjangan makam ini ingin kita hilangkan melalui Perda ini,” tegasnya.

Lalu, bagaimana dengan makam yang sudah terlanjur dibangun megah. Dia menjelaskan, bahwa hal itu akan diatur dalam Perwal yang akan segera dibuat. “Kita tunggu saja bagaimana pengaturannya di Perwal itu,” ucapnya.

Roma menambahkan, revisi Perda ini tidak memiliki tujuan lain, kecuali untuk menertibkan makam di Kota Medan. Pihaknya tidak sembarangan untuk merevisi Perda tersebut, tapi berdasarkan konsultasi dan rapat-rapat dengan instansi terkait. “Kita bukan asal buat Perda ini, tapi melalui pertimbangan yang banyak,” tegasnya.

Pihaknya berharap, revisi perda ini bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat maupun pemerintah. Disamping masyarakat yang tidak merasa terbebani, pemerintah bisa mendapat kontribusi melalui penarikan retribusi. “Tapi, kita menuntut agar Pemko Medan bisa memberikan pelayanan terbaik, sehingga masyarakat tidak merasa kecewa,” paparnya.

Bukankah, orang yang meninggal itu ada yang miskin tidak memiliki uang. Politisi dari PDI Perjuangan ini mengatakan, retribusi untuk orang miskin sudah diatur dalam revisi Perda ini dan ditegaskan kembali pada Perwal yang akan ditertibkan. “Untuk orang miskin, tidak akan dikenakan retribusi, dengan catatan harus ada keterangan dari pemerintah,” jelasnya.

Sedangkan soal pengabuan yang menimbulkan kontra dari Etnis Tionghoa, Roma mengatakan bahwa tarif pengabuan itu sudah layak. Sedangkan, soal krematorium yang belum dimiliki Pemko Medan, dia berharap agar segera dibangun. “Retribusi pengabuan berlaku bila Pemko Medan sudah memiliki krematorium milik sendiri, bukan swasta,” paparnya.

Dia menambahkan, retribusi pemakaman tidak bisa dipisahkan dari pengabuan mayat, karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah. Disebutkan, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat adalah termasuk salah satu jenis retribusi jasa umum. (mag-7)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/