28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Fasilitas Publik Masih Terabaikan

Pada 1 Juli 2011 nanti, Kota Medan genap berusia 421 tahun. Namun, fasilitas publik yang ada di kota ini dinilai masih jauh dari harapan. Seperti apa penilaian Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Kosumen (LAPK) yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Farid Wajdi terhadap kondisi fasilitas publik yang tersedia di Kota Medan? Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos Ari Sisworo dengan Farid Wajdi, kemarin.

Seperti apa Anda menilai kondisi fasilitas publik di Medan saat ini?
Jelang hari jadi ke-421 Kota Medan, perlu kembali digugah kesadaran publik terkait perawatan fasilitas publik. Masalahnya, tingkat kesadaran warga kota untuk memelihara fasilitas umum masih sangat kurang. Atau memang, jangan-jangan kita telah begitu terbiasa hidup dalam kesemrawutan. Akhirnya tidak merasa bahwa ‘kecacatan’ kota bukan lagi menjadi bagian dari tanggung jawab kita sebagai warga. Sebagai warga umum, saat melihat jembatan penyeberangan, kita pasti prihatin melihat kondisinya yang sudah tidak terawat, kotor, rusak dan sebagainya. Sulit untuk memastikan apakah pemerintah tahu tentang hal ini, tapi yang lebih ingin diketahui.

Seberapa parahkah?
Sepertinya kita patut bertanya dulu. Apakah ada dana yang dianggarkan untuk biaya perawatan fasilitas publik? Bukan hanya biaya pembangunan yang seperti diketahui. Di sisi lain, miris juga melihat nasib telepon umum. Ini karena yang pakai sembarangan atau dari pihak penyedia yang malas merawatnya. Trotoar telah beralih fungsi sebagai tempat memasang tonggak iklan atau berjualan bagi pedagang kaki lima. Hak pejalan kaki makin terpinggirkan. Zaman sekarang itu sebagian manusia jadi serba cuek dengan keadaan sekitar. Adanya benda publik yang seharusnya dapat membantu malah tidak dirawat bahkan dirusak. Kota Medan seperti kehilangan denyut dan lesu kekurangan darah. Insfrastruktur dan pelayanan publik rusak parah. Infrastruktur buruk tidak cuma jalan, taman, drainase, sampah, sekolah dan pasar yang semrawut juga soal banjir. Pelayanan birokrasi publik juga rusak parah. KTP, Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran harusnya gratis, justru harus bayar untuk mendapatkannya. Maladministrasi birokrasi dan malapraktik pelayanan publik terjadi di mana-mana.

Semakin lama, hak publik makin terpingggirkan. Masyarakat sebagai konstituen bakal makin dieksploitasi. Hak-hak publik untuk dapat perlindungan pemerintah dan politisi makin sulit diakses. Semua kebijakan bakal lebih terasa nuansa balutan politisnya.

Upaya apa yang harus dilakukan?
Perlu ada upaya mengajak siapa saja untuk berpartisipasi membuat rasa malu melihat kerusakan yang sudah terjadi dilokasi sebagai reaksi atas buruknya kesadaran pemeliharaan fasilitas umum di Medan, serta membuat mata menjadi lebih jeli melihat detail Medan.

Apa harapan ke depan?
Mudah-mudahan pengelola fasilitas publik di Medan sadar bahwa aspek keamanan dan kenyamanan harus menjadi prioritas utama dalam menjalankan usaha. Perawatan dan pemeliharaan harus rutin dilakukan. Jika memang sudah aus dan saatnya diganti, ya harus diganti supaya tidak hasil pembangunan yang jatuh sia-sia lagi. Atas dasar itu, masyarakat harus jeli dan cerdas dalam melindungi diri sendiri. Masyarakat harus lebih sensitif dan selektif dalam menyikapi setiap perilaku birokrasi. Kolaborasi dan konspirasi penguasa dan penguasa bakal lebih banyak mengorbankan kepentingan warga. Warga tidak boleh terlena dan mulailah bertanya: betulkah para pemimpin melayani rakyat dan peduli? Untuk itu warga harus lebih kritislah.(*)

Pada 1 Juli 2011 nanti, Kota Medan genap berusia 421 tahun. Namun, fasilitas publik yang ada di kota ini dinilai masih jauh dari harapan. Seperti apa penilaian Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Kosumen (LAPK) yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Farid Wajdi terhadap kondisi fasilitas publik yang tersedia di Kota Medan? Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos Ari Sisworo dengan Farid Wajdi, kemarin.

Seperti apa Anda menilai kondisi fasilitas publik di Medan saat ini?
Jelang hari jadi ke-421 Kota Medan, perlu kembali digugah kesadaran publik terkait perawatan fasilitas publik. Masalahnya, tingkat kesadaran warga kota untuk memelihara fasilitas umum masih sangat kurang. Atau memang, jangan-jangan kita telah begitu terbiasa hidup dalam kesemrawutan. Akhirnya tidak merasa bahwa ‘kecacatan’ kota bukan lagi menjadi bagian dari tanggung jawab kita sebagai warga. Sebagai warga umum, saat melihat jembatan penyeberangan, kita pasti prihatin melihat kondisinya yang sudah tidak terawat, kotor, rusak dan sebagainya. Sulit untuk memastikan apakah pemerintah tahu tentang hal ini, tapi yang lebih ingin diketahui.

Seberapa parahkah?
Sepertinya kita patut bertanya dulu. Apakah ada dana yang dianggarkan untuk biaya perawatan fasilitas publik? Bukan hanya biaya pembangunan yang seperti diketahui. Di sisi lain, miris juga melihat nasib telepon umum. Ini karena yang pakai sembarangan atau dari pihak penyedia yang malas merawatnya. Trotoar telah beralih fungsi sebagai tempat memasang tonggak iklan atau berjualan bagi pedagang kaki lima. Hak pejalan kaki makin terpinggirkan. Zaman sekarang itu sebagian manusia jadi serba cuek dengan keadaan sekitar. Adanya benda publik yang seharusnya dapat membantu malah tidak dirawat bahkan dirusak. Kota Medan seperti kehilangan denyut dan lesu kekurangan darah. Insfrastruktur dan pelayanan publik rusak parah. Infrastruktur buruk tidak cuma jalan, taman, drainase, sampah, sekolah dan pasar yang semrawut juga soal banjir. Pelayanan birokrasi publik juga rusak parah. KTP, Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran harusnya gratis, justru harus bayar untuk mendapatkannya. Maladministrasi birokrasi dan malapraktik pelayanan publik terjadi di mana-mana.

Semakin lama, hak publik makin terpingggirkan. Masyarakat sebagai konstituen bakal makin dieksploitasi. Hak-hak publik untuk dapat perlindungan pemerintah dan politisi makin sulit diakses. Semua kebijakan bakal lebih terasa nuansa balutan politisnya.

Upaya apa yang harus dilakukan?
Perlu ada upaya mengajak siapa saja untuk berpartisipasi membuat rasa malu melihat kerusakan yang sudah terjadi dilokasi sebagai reaksi atas buruknya kesadaran pemeliharaan fasilitas umum di Medan, serta membuat mata menjadi lebih jeli melihat detail Medan.

Apa harapan ke depan?
Mudah-mudahan pengelola fasilitas publik di Medan sadar bahwa aspek keamanan dan kenyamanan harus menjadi prioritas utama dalam menjalankan usaha. Perawatan dan pemeliharaan harus rutin dilakukan. Jika memang sudah aus dan saatnya diganti, ya harus diganti supaya tidak hasil pembangunan yang jatuh sia-sia lagi. Atas dasar itu, masyarakat harus jeli dan cerdas dalam melindungi diri sendiri. Masyarakat harus lebih sensitif dan selektif dalam menyikapi setiap perilaku birokrasi. Kolaborasi dan konspirasi penguasa dan penguasa bakal lebih banyak mengorbankan kepentingan warga. Warga tidak boleh terlena dan mulailah bertanya: betulkah para pemimpin melayani rakyat dan peduli? Untuk itu warga harus lebih kritislah.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/