26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Ramadan Fair seperti Pasar Tradisional

MEDAN-Even Ramadan Fair terus mendapat sorotan. Kali ini datang dari Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PD Muhammadiyah Kota Medan, Drs Anwar Bakti.

Menurutnya, even Ramadan Fair  seperti pasar tradisional karena cara berdagang dan penyajiannya tak sesuai dengan syariat Islam.
“Ramadhan Fair jauh dari nuansa Islam di dalamnya, tak buang seperti pasar tradisional,” ungkapnya.

Menurutnya, yang membedakannya dengan pasar tradisional hanya hiasan ketupat, bedug, bintang dan gambar kakbah. Namun makanan dan minuman yang dijual tidak sesuai dengan harga di pasaran.

“Harga makan dan minuman mahal tidak diimbangi dengan kuantitas dan kualitas makan dan minuman yang dijual,” katanya.
Ditambahkannya, Ramadan Fair seharus menjadi icon perdagang Islami saat bulan Ramadan, sesuai dengan syariat Islam.

Anwar juga mengaku, Ramadan Fair merupakan bisnis kapitalis yang meraup keuntungan sesasat di bulan Suci Ramadan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Kemudian Ramadhan Fair tidak menghargai nilai-nilai agama seperti menjajakan makanan saat azan berkumbang dan dilanjut salat Isya dan terawih dan malah hanya rempat mengumpuli orang yang hiruk-pikuk tanpa jelas.

Anwar juga mengkritisi pramusaji di stan Ramadan Fair saat menawarkan makanan dan minuman kepada pengunjung dengan berpakai serba ketat yang bisa mengundang hawa nafsu. Hal ini sudah berulang kali terjadi setiap tahunnya, namun tidak ada perubahan malah terus digelar.

“Ini merupakan kegagalan Disbudpar Kota Medan untuk mengelola dan mengkordinir areal makan dan minuman untuk berbuka puasa,” katanya.
Ke depan, sambungnya, Wali Kota Medan harus melakukan evaluasi terhadap Kadisbudpar Kota Medan agar tidak terjadi lagi.

Pak Udin, seorang pedagang di Ramadan Fair mengaku, kecewa dengan sistem pengelolaan yang dilakukan oleh Disbudpar Kota.
“Bagaimanalah hanya EO yang mengelola bukan Disbudpar yang langsung mengelola,” ungkapnya.

Dirinya juga mengungkapkan bahwa Disbudpar Kota Medan tidak mampu mengkoordir pramusaji untuk berpakaian sopan.
“Seharusnya ada petugas yang mengawasi dan memberitahu kepada pramusaji tidak diperboleh mengenakan pakaian ketat,” ujarnya. (gus)

MEDAN-Even Ramadan Fair terus mendapat sorotan. Kali ini datang dari Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PD Muhammadiyah Kota Medan, Drs Anwar Bakti.

Menurutnya, even Ramadan Fair  seperti pasar tradisional karena cara berdagang dan penyajiannya tak sesuai dengan syariat Islam.
“Ramadhan Fair jauh dari nuansa Islam di dalamnya, tak buang seperti pasar tradisional,” ungkapnya.

Menurutnya, yang membedakannya dengan pasar tradisional hanya hiasan ketupat, bedug, bintang dan gambar kakbah. Namun makanan dan minuman yang dijual tidak sesuai dengan harga di pasaran.

“Harga makan dan minuman mahal tidak diimbangi dengan kuantitas dan kualitas makan dan minuman yang dijual,” katanya.
Ditambahkannya, Ramadan Fair seharus menjadi icon perdagang Islami saat bulan Ramadan, sesuai dengan syariat Islam.

Anwar juga mengaku, Ramadan Fair merupakan bisnis kapitalis yang meraup keuntungan sesasat di bulan Suci Ramadan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Kemudian Ramadhan Fair tidak menghargai nilai-nilai agama seperti menjajakan makanan saat azan berkumbang dan dilanjut salat Isya dan terawih dan malah hanya rempat mengumpuli orang yang hiruk-pikuk tanpa jelas.

Anwar juga mengkritisi pramusaji di stan Ramadan Fair saat menawarkan makanan dan minuman kepada pengunjung dengan berpakai serba ketat yang bisa mengundang hawa nafsu. Hal ini sudah berulang kali terjadi setiap tahunnya, namun tidak ada perubahan malah terus digelar.

“Ini merupakan kegagalan Disbudpar Kota Medan untuk mengelola dan mengkordinir areal makan dan minuman untuk berbuka puasa,” katanya.
Ke depan, sambungnya, Wali Kota Medan harus melakukan evaluasi terhadap Kadisbudpar Kota Medan agar tidak terjadi lagi.

Pak Udin, seorang pedagang di Ramadan Fair mengaku, kecewa dengan sistem pengelolaan yang dilakukan oleh Disbudpar Kota.
“Bagaimanalah hanya EO yang mengelola bukan Disbudpar yang langsung mengelola,” ungkapnya.

Dirinya juga mengungkapkan bahwa Disbudpar Kota Medan tidak mampu mengkoordir pramusaji untuk berpakaian sopan.
“Seharusnya ada petugas yang mengawasi dan memberitahu kepada pramusaji tidak diperboleh mengenakan pakaian ketat,” ujarnya. (gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/