32 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Aktivis ’98 Gagas Buku Sejarah Gerakan Pro-Demokrasi di Sumut

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Beberapa mantan aktivis Kota Medan berkumpul dan berdiskusi, saling berbagi pengalaman untuk mengingat kembali rentetan peristiwa chaos diakhir masa Orde Baru, dalam rangka Refleksi Peristiwa Sabtu Kelabu Kudatuli (Kudeta 27 Juli) di Bengawan Cofee, Jalan Darusalam Medan, Senin (27/7/2020).

Acara yang diinsiasi mantan aktivis ’98 yang kini menjadi Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDI Perjuangan Sumut, Dr Aswan Jaya ini juga dihadiri Wakil Ketua Bidang Buruh DPD PDI Perjuangan Sumut Sarma Hutajulu, Wakil Ketua Bidang Hukum Alamsyah Hamdani, Kepala BSPN Daerah Sumut Leonardo Marbun, Turunan Gulo, Agus Marwan, Wahyu, Harizal, Hasan, Khaidir, Barat dan beberapa aktivis Mahasiswa USU, UINSU dan UMSU.

Dalam keterangan persnya Aswan Jaya mengatakan, kegiatan ini untuk menapak tilas kembali gerakan pro-demokrasi yang ada di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan dengan segala dinamikanya, mengingat pada masa itu tekhnologi informasi belum secanggih saat ini maka banyak catatan sejarah yang hilang dan terputus. “Untuk itu kita kembali mengumpulkan para pelaku sejarahnya untuk mengumpulkan kembali puzle cerita yang banyak terputus terutama di periode 1996-1998” ujar Aswan Jaya.

Lebih lanjut, salah satu aktivis yang sempat menjadi salah satu komisioner KPUD Sumut Turunan Gulo menyatakan, sesungguhnya gerakan demokrasi di Sumut khususnya Kota Medan memiliki api gerakan yang cukup besar dan menentukan gerakan secara nasional “Ternyata api gerakan di Medan itu sangat besar dan mempengaruhi gerakan secara nasional, tapi karena catatan sejarah tidak terdokumentasi, maka api gerakan itu jadi terlihat kecil,” ungkap Gulo.

Dalam diskusi yang sangat santai tersebut, akhirnya tercetus keinginan untuk menulis buku sejarah gerakan di Kota Medan. Hal ini menurut Aswan Jaya, dimaksudkan untuk melengkapi literasi generasi aktivis masa kini terhadap catatan sejarah masa lalu agar tidak hilang dimakan zaman. Apalagi para pelaku sejarahnya itu sendiri semakin di makan usia bahkan beberapa di antaranya sudah terlebih dahulu meninggal dunia. “Intinya tadi muncul ide untuk menulis buku sejarah yang bersumber dari pelaku sejarah langsung dan beberapa catatan serta dokumentasi yang masih tertinggal,” ungkap Aswan.

Senada dengan itu mantan aktivis Perempuan Sarma Hutajulu mendukung niat baik penulisan buku tersebut. Menurutnya, dinamika gerakan Kota Medan memiliki kekhasan terutama di masa-masa sulit, dan Medan menjadi sebuah kota yang menjadi titik awal peristiwa Kudatuli, dimana KLB PDI yang melahirkan PDI Suryadi dilaksanakan di Medan dan masa itu adalah masa mencekam dan masa paling sulit bagi Kader PDI Pro Mega.

“Sangat sedikit catatan maupun dokumentasi yang menceritakan heroisme gerakan di Medan. Maka saya sangat mendukung jika ada insiatif menulis buku tersebut,” tandas Sarma. (adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Beberapa mantan aktivis Kota Medan berkumpul dan berdiskusi, saling berbagi pengalaman untuk mengingat kembali rentetan peristiwa chaos diakhir masa Orde Baru, dalam rangka Refleksi Peristiwa Sabtu Kelabu Kudatuli (Kudeta 27 Juli) di Bengawan Cofee, Jalan Darusalam Medan, Senin (27/7/2020).

Acara yang diinsiasi mantan aktivis ’98 yang kini menjadi Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDI Perjuangan Sumut, Dr Aswan Jaya ini juga dihadiri Wakil Ketua Bidang Buruh DPD PDI Perjuangan Sumut Sarma Hutajulu, Wakil Ketua Bidang Hukum Alamsyah Hamdani, Kepala BSPN Daerah Sumut Leonardo Marbun, Turunan Gulo, Agus Marwan, Wahyu, Harizal, Hasan, Khaidir, Barat dan beberapa aktivis Mahasiswa USU, UINSU dan UMSU.

Dalam keterangan persnya Aswan Jaya mengatakan, kegiatan ini untuk menapak tilas kembali gerakan pro-demokrasi yang ada di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan dengan segala dinamikanya, mengingat pada masa itu tekhnologi informasi belum secanggih saat ini maka banyak catatan sejarah yang hilang dan terputus. “Untuk itu kita kembali mengumpulkan para pelaku sejarahnya untuk mengumpulkan kembali puzle cerita yang banyak terputus terutama di periode 1996-1998” ujar Aswan Jaya.

Lebih lanjut, salah satu aktivis yang sempat menjadi salah satu komisioner KPUD Sumut Turunan Gulo menyatakan, sesungguhnya gerakan demokrasi di Sumut khususnya Kota Medan memiliki api gerakan yang cukup besar dan menentukan gerakan secara nasional “Ternyata api gerakan di Medan itu sangat besar dan mempengaruhi gerakan secara nasional, tapi karena catatan sejarah tidak terdokumentasi, maka api gerakan itu jadi terlihat kecil,” ungkap Gulo.

Dalam diskusi yang sangat santai tersebut, akhirnya tercetus keinginan untuk menulis buku sejarah gerakan di Kota Medan. Hal ini menurut Aswan Jaya, dimaksudkan untuk melengkapi literasi generasi aktivis masa kini terhadap catatan sejarah masa lalu agar tidak hilang dimakan zaman. Apalagi para pelaku sejarahnya itu sendiri semakin di makan usia bahkan beberapa di antaranya sudah terlebih dahulu meninggal dunia. “Intinya tadi muncul ide untuk menulis buku sejarah yang bersumber dari pelaku sejarah langsung dan beberapa catatan serta dokumentasi yang masih tertinggal,” ungkap Aswan.

Senada dengan itu mantan aktivis Perempuan Sarma Hutajulu mendukung niat baik penulisan buku tersebut. Menurutnya, dinamika gerakan Kota Medan memiliki kekhasan terutama di masa-masa sulit, dan Medan menjadi sebuah kota yang menjadi titik awal peristiwa Kudatuli, dimana KLB PDI yang melahirkan PDI Suryadi dilaksanakan di Medan dan masa itu adalah masa mencekam dan masa paling sulit bagi Kader PDI Pro Mega.

“Sangat sedikit catatan maupun dokumentasi yang menceritakan heroisme gerakan di Medan. Maka saya sangat mendukung jika ada insiatif menulis buku tersebut,” tandas Sarma. (adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/