30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Media Siber Menjamur, Wartawan Diminta Jangan Cuma Copas

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di saat ini, keberadaan pers, terutama media Siber ibarat jamur yang tumbuh di musim hujan. Meski begitu, jangan hanya bermodalkan copy-paste berita, sudah mengaku dirinya wartawan.

Hal itu dikatakan Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumut, M Syahrir, dalam acara Ujian Calon Anggota Muda dan Kenaikan Tingkat Anggota Biasa PWI Sumut yang digelar Serikat Perusahaan Pers (SPS) Sumatera Utara (Sumut) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut di Hotel Polonia Medan, Kamis (28/7/2022).

“Inilah minusnya, dengan kecanggihan teknologi menciptakan wartawan menjadi pemalas,” ujar Syahrir.

Dikatakannya, pada Zaman Kemerdekaan Indonesia, pers itu keberadaannya dinamakan Pers Perjuangan. Sementara pada Zaman Orde Baru namanya Pers Pembangunan dan di Zaman Reformasi, Pers Keseimbangan. Karena itu, Syahrir mengajak wartawan di Sumut, agar bergabung menjadi anggota PWI.

“Jika wartawan ingin bergabung ke organisasi PWI, maka syarat mutlaknya sudah mengikuti UKW, karena ada alat ukur yang jelas, yakni harus mampu menulis dan menjalankan tugas-tugas reporting investigasi,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris SPS Sumut, Rianto Agly menambahkan, di era digital saat ini berbagai media bermunculan yang sangat luar biasa, terutama media sosial (Medsos). Bahkan, sambungnya, Medsos sangat rentan dengan berita hoaks, celakanya, banyak yang tidak mengakomodirnya, kawan-kawan wartawan di lapangan langsung menayangkan tanpa konfirmasi.

“Ini terjadi, salah satu di antaranya karena banyak grup di Medsos, sehingga mengambil berita dengan cara Copas. Dikhawatirkan jika yang diberitakan tidak senang, ini bisa berbahaya, apalagi saat ini yang diberitakan bisa langsung melaporkannya ke pihak berwajib,” tegasnya.

Menurutnya, eksistensi UU ITE harus diwaspadai oleh semua wartawan, sebab UU ini akan bisa tajam mengenai wartawan dalam jenjang manapun, jika tidak mampu bersikap berhati-hati dari berita-berita yang diproduksi terutama yang menyinggung dengan ranah di luar jurnalistik seperti Medsos.

“Inilah yang berbahaya saat ini, dengan begitu banyaknya media siber yang betul-betul bagus. Apalagi membuatnya juga sangat mudah, hanya modal Rp15 juta sudah mampu memiliki media siber. Namun, jika hanya Copas-copas buat apa. Memiliki media siber juga harus memiliki jaringan yang luas,” ungkapnya.

Dijelaskannya, organisasi pers yang bisa melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) hanya ada empat di Indonesia, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI). Di luar itu, jika ada organisasi yang melakukan UKW maka masih diragukan. “Di PWI ini dapat memberikan advokasi bagi kawan-kawan yang terjerat hukum,” sebutnya.

Kemudian, terangnya, dalam Peraturan Dewan Pers, bagi peserta, ujian wartawan dibagi menjadi tiga, yakni Wartawan muda (Reporter), Wartawan Madya (Redaktur) dan Wartawan Utama (Pimred). “Untuk menjadi Wartawan Utama perjalanannya sangat panjang, untuk peningkatan dari Madya ke Wartawan Utama jenjangnya selama 3 tahun dan persyaratannya harus memiliki kartu UKW utama. Tanpa itu tidak akan bisa mempunyai media siber. Saat ini media siber mencapai seribuan, namun yang terdaftar di Dewan Pers hanya seratusan saja,” pungkasnya.

Ketua SPS Sumut sekaligus Ketua PWI Sumut, H Farianda Putra Sinik mengungkapkan, dampak dengan keberadaan online terhadap media cetak saat ini terjadi persaingan besar, banyak media cetak yang sudah tutup. Sedangkan, untuk iklan saja sudah dikuasai oleh media online sebanyak 77 persen, sisanya media cetak, media TV dan media radio. “Dulu cetak kan statis, kemudian terjadi perubahan, sudah banyak yang beralih ke online. Salah satu yang terkena dampak penuruban drastis adalah media cetak, terutama saat terjadi Covid-19,” ujarnya. (dwi/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di saat ini, keberadaan pers, terutama media Siber ibarat jamur yang tumbuh di musim hujan. Meski begitu, jangan hanya bermodalkan copy-paste berita, sudah mengaku dirinya wartawan.

Hal itu dikatakan Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumut, M Syahrir, dalam acara Ujian Calon Anggota Muda dan Kenaikan Tingkat Anggota Biasa PWI Sumut yang digelar Serikat Perusahaan Pers (SPS) Sumatera Utara (Sumut) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut di Hotel Polonia Medan, Kamis (28/7/2022).

“Inilah minusnya, dengan kecanggihan teknologi menciptakan wartawan menjadi pemalas,” ujar Syahrir.

Dikatakannya, pada Zaman Kemerdekaan Indonesia, pers itu keberadaannya dinamakan Pers Perjuangan. Sementara pada Zaman Orde Baru namanya Pers Pembangunan dan di Zaman Reformasi, Pers Keseimbangan. Karena itu, Syahrir mengajak wartawan di Sumut, agar bergabung menjadi anggota PWI.

“Jika wartawan ingin bergabung ke organisasi PWI, maka syarat mutlaknya sudah mengikuti UKW, karena ada alat ukur yang jelas, yakni harus mampu menulis dan menjalankan tugas-tugas reporting investigasi,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris SPS Sumut, Rianto Agly menambahkan, di era digital saat ini berbagai media bermunculan yang sangat luar biasa, terutama media sosial (Medsos). Bahkan, sambungnya, Medsos sangat rentan dengan berita hoaks, celakanya, banyak yang tidak mengakomodirnya, kawan-kawan wartawan di lapangan langsung menayangkan tanpa konfirmasi.

“Ini terjadi, salah satu di antaranya karena banyak grup di Medsos, sehingga mengambil berita dengan cara Copas. Dikhawatirkan jika yang diberitakan tidak senang, ini bisa berbahaya, apalagi saat ini yang diberitakan bisa langsung melaporkannya ke pihak berwajib,” tegasnya.

Menurutnya, eksistensi UU ITE harus diwaspadai oleh semua wartawan, sebab UU ini akan bisa tajam mengenai wartawan dalam jenjang manapun, jika tidak mampu bersikap berhati-hati dari berita-berita yang diproduksi terutama yang menyinggung dengan ranah di luar jurnalistik seperti Medsos.

“Inilah yang berbahaya saat ini, dengan begitu banyaknya media siber yang betul-betul bagus. Apalagi membuatnya juga sangat mudah, hanya modal Rp15 juta sudah mampu memiliki media siber. Namun, jika hanya Copas-copas buat apa. Memiliki media siber juga harus memiliki jaringan yang luas,” ungkapnya.

Dijelaskannya, organisasi pers yang bisa melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) hanya ada empat di Indonesia, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI). Di luar itu, jika ada organisasi yang melakukan UKW maka masih diragukan. “Di PWI ini dapat memberikan advokasi bagi kawan-kawan yang terjerat hukum,” sebutnya.

Kemudian, terangnya, dalam Peraturan Dewan Pers, bagi peserta, ujian wartawan dibagi menjadi tiga, yakni Wartawan muda (Reporter), Wartawan Madya (Redaktur) dan Wartawan Utama (Pimred). “Untuk menjadi Wartawan Utama perjalanannya sangat panjang, untuk peningkatan dari Madya ke Wartawan Utama jenjangnya selama 3 tahun dan persyaratannya harus memiliki kartu UKW utama. Tanpa itu tidak akan bisa mempunyai media siber. Saat ini media siber mencapai seribuan, namun yang terdaftar di Dewan Pers hanya seratusan saja,” pungkasnya.

Ketua SPS Sumut sekaligus Ketua PWI Sumut, H Farianda Putra Sinik mengungkapkan, dampak dengan keberadaan online terhadap media cetak saat ini terjadi persaingan besar, banyak media cetak yang sudah tutup. Sedangkan, untuk iklan saja sudah dikuasai oleh media online sebanyak 77 persen, sisanya media cetak, media TV dan media radio. “Dulu cetak kan statis, kemudian terjadi perubahan, sudah banyak yang beralih ke online. Salah satu yang terkena dampak penuruban drastis adalah media cetak, terutama saat terjadi Covid-19,” ujarnya. (dwi/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/