Dari Kunjungan BP Migas ke Sumut Pos
MEDAN-Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pertambangan, Kehutanan, Pengeboran, dan lainnya telah diatur dalam Undang-undang. Namun, pemerintah daerah tampaknya tidak menyambut hal itu hingga belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur hal tersebut. Sumatera Utara adalah salah satu daerah di Indonesia yang belum memiliki Perda tersebut.
Hal ini terungkap saat perwakilan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) mengunjungi kantor Sumut Pos, Senin (27/8). Dari pertemuan itu, BP Migas menyatakan sangat mengharapkan peran pemerintah daerah dan daerah terkait dengan DBH. Mengingat saat ini sudah banyak kegiatan pengeboran dan pertambangan yang ada di Indonesia.
Dalam UU no 33 tahun 2004, Pemerintah daerah akan mendapatkan DBH. Tetapi kenyataanya hingga saat ini, tidak semua daerah yang memiliki Perda (peraturan daerah) terkait dengan DBH tersebut. “Pada saat ini, ada sekitar 306 Kontraktor kontrak kerja sama dalam bidang migas di Indonesia, dan tidak semua daerah yang memiliki perda tersebut” ujar Penasihat Ahli Kepala BP Migas Bidang Komunikasi, Putut Prabantoro, di Graha Pena, kantor Sumut Pos, di Jalan Sisingamangaraja Medan, kemarin.
Dijelaskannya, Perda tersebut sangat penting, agar nantinya dana tersebut dapat mengucur ke kas daerah dan dapat digunakan untuk pembangunan wilayah. “Ada kejadian, di mana suatu daerah tidak mendapat DBH tersebut, malah yang dapat daerah di sebelahnya. Karena itu, dengan tersedianya Perda ini akan menegaskan posisi daerah,” lanjutnya.
Untuk saat ini, kabupaten yang telah memiliki Perda DBH tersebut hanyalah Bojonegoro, padahal UU yang mengatur tentang DBH tersebut telah tertuang dalam UU Otonomi Daerah tahun 2004. Dalam UU tersebut menyatakan pemerintah daerah akan mendapatkan 15 persen dari hasil migas di wilayahnya. Dari bagian 15 persen tersebut, masih dibagi lagi untuk pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten daerah penghasil, serta pemerintah kota/kabupaten tetangga daerah penghasil.
Terlepas dari itu, ditambahkan Putut, selama ini banyak masyarakat yang salah paham dengan kinerja BP Migas yang dianggap tidak memberikan penghasilan kepada daerah. Padahal tugas dari BP Migas ini adalah mencari dan menjual migas. “Sedangkan untuk membagi hasilnya adalah menteri keuangan. Karena itu, kita imbau, agar pemerintah daerah segera menerbitkan Perda terkait hal tersebut,” ujar Kepala Divisi Pertimbangan Hukum BP Migas, Sampe L Purba yang juga hadir dalam kunjungannya ke Sumut Pos.
Sejak dibentuk 10 tahun lalu, BP Migas telah menyumbang sekitar 30 persen dari APBN dengan melibatkan 306 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S). “Bukan hanya itu, industri migas ini mengurangi angka pengangguran dan sekaligus mengeksploitasinya demi kesejahteraan rakyat yang tidak pernah dicapai dalam dua orde sebelumnya. Bahkan industri migas ini juga menyokong pertumbuhan ekonomi karena setiap kontraktor akan membutuhkan dana yang besar, dan dana tersebut diperoleh melalui bank nasional,” lanjutnya.
Dan, menjadi tugas BP Migas juga untuk memenuhi kebutuhan gas dan minyak di dalam negeri. Padahal, sumur migas di Indonesia sudah tua. “Bukan hal yang mudah bagi kita untuk mendapatkan persedian migas. Bahkan gelar kita sudah berubah, dari negara pengimpor migas menjadi negara pengekspor migas,” tegas Sampe.
Sementara itu, Kepala BP Migas Perwakilan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Muhammad Nurhuda, menyatakan untuk Sumbangut yang meliputi, Aceh, Sumut, Sumbar, Kepri, dan Riau ada 57 wilayah kerja eksploitasi minyak dan gas. Dan, 25 di antaranya yang masih produksi. “Dan terbesar adalah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang beroperasi di Riau dan melakukan pengeboran di Dumai, Duri, dan Rumbai,” ujarnya.
Untuk Sumatera Utara, saat ini yang sedang dan akan melakukan eksploitasi adalah Petronas yang berada di kawasan Deliserdang. Selain itu, Pertamina EP serta Pasific Gas dan Oil akan melakukan pengeboran pada September mendatang di Labuhanbatu. “Kalau untuk Sumut mayoritas ditangani oleh pertamina untuk pengeboran,” ujarnya. (ram)