Site icon SumutPos

Syamsul & Istri Diboyong ke Kantor Polisi

Foto: Indra/PM Syamsul dan istri saat hendak menuju mobil Honda Jazz miliknya, hendak ke kantor polisi. Pasangan ini  dituding melakukan penganiayaan terhadap pekerjanya, Kamis (27/11/2014).
Foto: Indra/PM
Syamsul dan istri saat hendak menuju mobil Honda Jazz miliknya, hendak ke kantor polisi. Pasangan ini dituding melakukan penganiayaan terhadap pekerjanya, Kamis (27/11/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dilaporkan kerap menyiksa sejumlah pembantu yang tinggal di rumahnya, H Syamsul Anwar dan istrinya Bu Andika, diboyong ke kantor polisi. Keduanya diboyong dari rumahnya di Jalan Beo/Jalan Angsa, Kel. Sidodadi, Kec. Medan Timur, mendadak Kamis (27/11) siang.

Saat itu, petugas Satuan Reskrim Polresta Medan Unit VC masuk ke rumah No 17 tersebut. Tak berapa lama, terjadi keributan karena pemilik rumah, H Syamsul Anwar, melarang polisi masuk. “Keluar kalian dari rumah saya. Siapa yang mengizinkan kalian masuk? Wartawan keluar… siapa suruh kalian masuk?” teriak Syamsul.

Menjawab ayah 4 anak itu, petugas menyebutkan kalau kehadiran mereka untuk memastikan laporan masyarakat, kalau di rumahnya terdapat Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang mendapat penganiayaan.

Seketika itu juga Syamsul membela diri. Dia menyangkal telah melakukan penganiayaan. “Tidak ada saya aniaya, silakan tanya, ada tidak, kepada mereka (korban),” tantangnya.

Namun sial bagi Syamsul. Ketiga TKW yang belakangan diketahui bernama Endang (55) asal Madura, Anis (25) asal Malang, dan Rupmiani (42) asal Demak, mengungkapkan hal sebaliknya. Mereka mengaku dianiaya bahkan menjurus ke arah penyiksaan oleh majikan mereka beserta anak buahnya.

Mendengar pengakuan tersebut, petugas langsung mengamankan dua anak buah Syamsul untuk dimintai keterangan. Lagi-lagi pemilik rumah berusaha menghalangi. Tapi kali ini Polisi bertindak tegas.

“Di kantor aja kalau ada yang mau disampaikan. Kami bekerja berdasarkan Undang-undang,” ujar petugas sembari bergegas memboyong kedua anak buah Syamsul serta ketiga TKW.

Bersamaan dengan itu, Syamsul menghubungi seseorang lalu meminta petugas bicara dengan orang yang dihubunginya. “Sudah di kantor saja. Saya bukan Kanit, saya Panit,” ungkap Panit Unit Judisila Polresta Medan, sembari memerintahkan Syamsul dan istrinya turut ke Mapolres.

Atas perintah tersebut, Syamsul dan istrinya bergegas ke mobil Honda Jazz warna Hitam BK 168 HI milik mereka yang terparkir di depan rumah, lalu berangkat dengan pengawalan seorang petugas (turut di dalam mobil). “Jangan ambil gambar saya,” ucapnya saat menuju mobil.

Petugas yang melakukan penggerebekan, turut memboyong anak pertama Syamsul dan sepupunya yang belum diketahui identitasnya. Sementara barang bukti berupa peralatan rekaman CCTV ikut dibawa dari rumah Syamsul.

Kasat Reskrim Polresta Medan Kompol Wahyu Bram yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih mendalami dugaan kasus penganiayaan ini. Bram juga mengaku, pihaknya belum bisa memastikan soal perdagangan manusia dan lainnya.

“Mengenai dugaan-dugaan yang ada belum bisa dipastikan, karena kita sedang mendalami kasusnya. Saat ini yang diduga pelaku sedang kita periksa dan juga korban,” ungkapnya.

Wahyu menyebutkan telah mengamankan 9 orang, termasuk ketiga PRT yang diduga korban penyiksaan. “Kita belum bisa simpulkan sebelum duduk perkaranya jelas,” pungkasnya.

Foto: Indra/PM
PRT yang bekerja di rumah Syamsul, lebam disiksa sang majikan.

Sementara itu saat masih berada di rumah Syamsul, seorang TKW bernama Anis memberikan keterangan mengejutkan. Dimana, menurut wanita asal Malang ini, seorang rekannya bernama Cici asal Bekasi meninggal dunia pada bulan Agustus 2014 lalu.

Masih keterangan Anis, Cici tewas setelah disiksa oleh Syamsul dan istrinya, Bu Andika. “Kepala Cici dipukul pakai centong dan benda tumpul. Setelah disiksa, Cici dibawa ke kamar mandi dan kepalanya direndam ke dalam bak,” beber Anis.

“Dia (Cici) disiksa sampai meninggal karena menurut Bu Andika, kerjanya (Cici) nggak becus. Istri H Syamsul orangnya sadis, nggak ada rasa kasihan,” cetus Anis.

Menurutnya, dia dan Endah serta Rukmiani juga tidak luput dari penganiayaan serupa. “Kami juga disiksanya dan alasannya karena kerja enggak becus. Kami juga tidak dikasih keluar rumah dan tidak diperkenankan memegang handphone,” sebut perempuan berkerudung putih ini.

Ditanya soal bagaimana dirinya bisa sampai di Medan, Anis mengisahkan, awalnya dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) melalui sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja di Jakarta (lupa nama perusahaannya).

“Saya hanya tahu perusahaan Pak H Syamsul bernama PT Maju Jaya. Perusahaan ini menyalurkan tenaga kerja. Tapi sudah 2 tahun bekerja di sini, sepeser pun gaji saya belum diberikan. Sesuai kontrak, saya mendapat gaji Rp14 juta,” tukasnya.

Nasib serupa dialami Endah yang 4 tahun lebih lama bekerja di rumah Syamsul. Dikatakan perempuan asal Madura ini, selama 6 tahun bekerja dengan keluarga Syamsul, dirinya sama sekali belum pernah menerima gaji.

Walau tidak pernah digaji, sang majikan bahkan pernah memaksanya tidur di bawah tangga rumah bersama kucing. “Kejam dek istri Pak Syamsul. Saya tidur sama kucing. Orangnya galak dek, enggak boleh dilihatnya kami diam,” kesah Endah.

“Seperak pun saya belum terima gaji dek. Sedihlah merantau di negeri orang. Padahal, saya menggantungkan nasib saya di tempat ini,” ungkapnya sembari menangis.

Perlakuan tak manusiawi juga dialami Rukmiani (42). Perempuan asal Demak yang baru 1,5 bulan berada di rumah tersebut, juga mengaku tak luput dari penganiayaan sang majikan. “Pokoknya sedihlah nasib kami,” ucapnya.

Keterangan ketiganya dikuatkan warga bernama Mina dan Asen. Menurut keduanya, mereka pernah melihat penyiksaan yang dialami para PRT tersebut.

“Kami pernah melihat pembantunya dipukuli pakai sapu di lantai 2 sama istrinya yang kejam itu. Kami lihatnya pas pagi dan sore hari, tapi kami lupa kapan waktu pastinya,” ungkap Mina dan Asen.

Dikatakan, Syamsul dan istrinya sudah 7 tahunan tinggal di sana. Sebelumnya, rumah berpagar orange itu milik seorang bernama Isnan. “Kami juga pernah lihat ada polisi datang ke rumah ini, kalau tak salah namanya R, anggota Polsekta Medan Timur,” ungkap seorang warga lain yang tak ingin namanya dikorankan.

Satu hal yang membuatnya heran, si oknum belakangan rutin berkunjung ke rumah Syamsul. “Polisi itu biasanya datang seminggu sekali. Kami enggak tahu tujuan polisi itu datang ke rumah itu,” bebernya, sembari menyebutkan kalau warga sekitar tidak ada yang cocok sama keluarga Syamsul.

Terpisah, ketika dikonfirmasi seputar keberadaan Syamsul, Kepling XI Kel. Sidodadi, Kec. Medan Timur, Jamil menyebutkan kalau Syamsul memang sudah sekitar 7 tahun tinggal di rumah tersebut.

Syamsul dan istrinya memiliki 4 anak, dua putra dan dua putri. Hanya saja, dirinya tidak tahu seputar usaha Syamsul di rumah itu karena tak pernah melaporkan kepadanya. “Kami enggak pernah mendata kalau ada orang yang baru masuk ke rumah H Syamsul, karena dia pun enggak pernah melapor,” kata Jamil.

Ditanya perihal kematian Cici, Jamil dan istrinya mengaku mengetahuinya. Hanya saja, mereka tak tahu tahu pasti lokasi pemakamannya. “Gak tahu pasti dimana tepatnya. Tapi yang kami ketahui hanya di Delitua aja,” ujarnya saat ditanya lokasi pemakaman Cici. Ditambahkan, sekitar 2 tahun lalu, seorang PRT juga diketahui warga meninggal di rumah tersebut.

Sementara itu, Syamsul dan istrinya yang dipanggil Bu Andika menolak memberi jawaban saat diwawancarai. Pria berkulit gelap keturunan Pakistan ini langsung pergi buru-buru menuju mobil Honda Jazz hitam BK 168 HI bersama seorang petugas polisi. (ind/ras)

Exit mobile version