25.1 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

3 Kali Mangkir Sidang Mediasi Soal Lapangan Merdeka, Pemko Medan Dinilai Tak Pro Situs Sejarah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sudah tiga kali Pemerintah Kota Medan mangkir dalam sidang mediasi soal Lapangan Merdeka. Selain dapat memperpanjang kasus ini, Pemko Medan dinilai tak berpihak pada situs sejarah yang ada di ibukota Provinsi Sumatera Utara.

PERBAIKI: Pekerja sedang memperbaiki atap Pendopo Lapangan Merdeka Medan, beberapa waktu lalu.
PERBAIKI: Pekerja sedang memperbaiki atap Pendopo Lapangan Merdeka Medan, beberapa waktu lalu.

“Apa yang terjadi dalam proses gugatan hukum di mana wali Kota Medan tidak hadir sebenarnya menunjukkan bahwa Pemko Medan belum berpihak pada upaya membebaskan Lapangan Merdeka sebagai sebagai tempat sejarah,” kata pengamat kebijakan publik, Elfenda Ananda menjawab Sumut Pos, Minggu (27/12).

Menurutnya, Pemko Medan atau wali kota bisa saja mempercepat kepastian hukum atas kejelasan status Lapangan Merdeka Medan. Dengan ketidakhadiran pihak Pemko Medan dalam persidangan ataupun perwakilan tapi tidak punya manfaat, tentunya bisa memperlama atau memperpanjang kasus ini selesai.

“Rakyat Kota Medan justru bertanya, masih begitu kuatkah pihak-pihak yang tetap menginginkan Lapangan Merdeka seperti ini melakukan tekanan terhadap Pemko Medan hingga kasus ini mau dilama-lamakan. Apakah ada sesuatu yang diperoleh pemko atau elit dengan melindungi posisi Lapangan Merdeka seperti ini,” katanya.

Menurut pria yang karib disapa El, pandangan negatif tersebut liar dan menambah citra buruk Medan sebagai kota yang tidak terurus. Terlebih sebenarnya, hemat dia, tidaklah sulit bagi Pemko Medan kalau memang mau melepas persoalan ikatan kontrak dengan pihak ketiga.

“Bukankah wali kota sekarang ini justru bebannya ringan? Tidak ada sesuatu yang bisa mendikte wali kota kalau ternyata dalam sidang gugatan kalah. Berarti proses izin terdahulu itu bisa salah. Dia juga bisa terlepas dari aspek hukum pidana karena tidak terlibat dalam pemberian izin,” terang mantan sekretaris eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut tersebut. ‘Sebaiknya Pemko Medan segera saja mengikuti proses hukum secara benar dan akui bahwa ada permasalahan dalam kesepakatan kontrak karena mengabaikan Lapangan Merdeka sebagai fungi tempat sejarah,” pungkas El.

Sebelumnya Pemko Medan ataupun perwakilannya, kembali tidak mau hadir dalam sidang mediasi atas gugatan warga negara soal Lapangan Merdeka. Agenda mediasi pertama dilaksanakan pada 2 Desember 2020.

Dalam hal ini, Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan mengirimkan kuasa hukumnya, namun tanpa surat kuasa khusus untuk mediasi sehingga hakim mediasi Denny Lumbang Tobing, SH MH, menunda sidang mediasi sampai dengan 16 Desember 2020. Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan maupun kuasa hukumnya juga tidak menghadiri sidang mediasi yang diadakan 16 Desember lalu.

“Sidang mediasi dilanjutkan pada Rabu, 23 Desember 2020 namun Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan ataupun kuasa hukumnya kembali tidak menghadiri sidang mediasi sehingga hakim Mediasi Denny Lumbang Tobing, SH MH menunda sidang mediasi sampai dengan tanggal 6 Januari 2021,” kata Redyanto Sidi selaku kuasa hukum KMS M-SU, melalui siaran pers tertulis kepada Sumut Pos, Kamis (24/12).

Menurut pihaknya, wali Kota Medan sebagai pemimpin di Kota Medan seharusnya menunjukkan sikap yang baik untuk warganya.

“Namun, tindakan Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan yang tidak menghadiri sidang mediasi tersebut diduga semakin tidak menunjukkan sikap ketidakpedulian terhadap warganya sehingga hal ini patut dianggap sebagai itikad tidak baik,” ujar direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Humaniora itu.

Seperti diketahui, langkah Prof Usman Pelly dkk dari Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumatera Utara (KMS M-SU)

Peduli Lapangan Merdeka Medan untuk memerdekakan Lapangan Merdeka Medan melalui gugatan warga negara (Citizen Lawsuit) yang terdaftar dalam register perkara Nomor: 756/Pdt.G/2020/PN MDN, di Pengadilan Negeri Medan masih terus berjalan.

Adapun tuntutan dalam gugatan yang diajukan KMS M-SU yakni; menuntut Pemko Medan dalam hal ini wali Kota Medan agar melakukan revisi/Peninjauan Kembali terhadap Peraturan Daerah Nomor 13/2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 dan memasukkan Tanah Lapang Merdeka Medan seluas +4,88

Ha ke daftar Cagar Budaya;dan/atau; Menerbitkan Keputusan Wali Kota Medan untuk menetapkan Tanah Lapang Merdeka Medan seluas +4,88 Ha sebagai Cagar Budaya. (prn/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sudah tiga kali Pemerintah Kota Medan mangkir dalam sidang mediasi soal Lapangan Merdeka. Selain dapat memperpanjang kasus ini, Pemko Medan dinilai tak berpihak pada situs sejarah yang ada di ibukota Provinsi Sumatera Utara.

PERBAIKI: Pekerja sedang memperbaiki atap Pendopo Lapangan Merdeka Medan, beberapa waktu lalu.
PERBAIKI: Pekerja sedang memperbaiki atap Pendopo Lapangan Merdeka Medan, beberapa waktu lalu.

“Apa yang terjadi dalam proses gugatan hukum di mana wali Kota Medan tidak hadir sebenarnya menunjukkan bahwa Pemko Medan belum berpihak pada upaya membebaskan Lapangan Merdeka sebagai sebagai tempat sejarah,” kata pengamat kebijakan publik, Elfenda Ananda menjawab Sumut Pos, Minggu (27/12).

Menurutnya, Pemko Medan atau wali kota bisa saja mempercepat kepastian hukum atas kejelasan status Lapangan Merdeka Medan. Dengan ketidakhadiran pihak Pemko Medan dalam persidangan ataupun perwakilan tapi tidak punya manfaat, tentunya bisa memperlama atau memperpanjang kasus ini selesai.

“Rakyat Kota Medan justru bertanya, masih begitu kuatkah pihak-pihak yang tetap menginginkan Lapangan Merdeka seperti ini melakukan tekanan terhadap Pemko Medan hingga kasus ini mau dilama-lamakan. Apakah ada sesuatu yang diperoleh pemko atau elit dengan melindungi posisi Lapangan Merdeka seperti ini,” katanya.

Menurut pria yang karib disapa El, pandangan negatif tersebut liar dan menambah citra buruk Medan sebagai kota yang tidak terurus. Terlebih sebenarnya, hemat dia, tidaklah sulit bagi Pemko Medan kalau memang mau melepas persoalan ikatan kontrak dengan pihak ketiga.

“Bukankah wali kota sekarang ini justru bebannya ringan? Tidak ada sesuatu yang bisa mendikte wali kota kalau ternyata dalam sidang gugatan kalah. Berarti proses izin terdahulu itu bisa salah. Dia juga bisa terlepas dari aspek hukum pidana karena tidak terlibat dalam pemberian izin,” terang mantan sekretaris eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut tersebut. ‘Sebaiknya Pemko Medan segera saja mengikuti proses hukum secara benar dan akui bahwa ada permasalahan dalam kesepakatan kontrak karena mengabaikan Lapangan Merdeka sebagai fungi tempat sejarah,” pungkas El.

Sebelumnya Pemko Medan ataupun perwakilannya, kembali tidak mau hadir dalam sidang mediasi atas gugatan warga negara soal Lapangan Merdeka. Agenda mediasi pertama dilaksanakan pada 2 Desember 2020.

Dalam hal ini, Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan mengirimkan kuasa hukumnya, namun tanpa surat kuasa khusus untuk mediasi sehingga hakim mediasi Denny Lumbang Tobing, SH MH, menunda sidang mediasi sampai dengan 16 Desember 2020. Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan maupun kuasa hukumnya juga tidak menghadiri sidang mediasi yang diadakan 16 Desember lalu.

“Sidang mediasi dilanjutkan pada Rabu, 23 Desember 2020 namun Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan ataupun kuasa hukumnya kembali tidak menghadiri sidang mediasi sehingga hakim Mediasi Denny Lumbang Tobing, SH MH menunda sidang mediasi sampai dengan tanggal 6 Januari 2021,” kata Redyanto Sidi selaku kuasa hukum KMS M-SU, melalui siaran pers tertulis kepada Sumut Pos, Kamis (24/12).

Menurut pihaknya, wali Kota Medan sebagai pemimpin di Kota Medan seharusnya menunjukkan sikap yang baik untuk warganya.

“Namun, tindakan Pihak Tergugat yakni Wali Kota Medan yang tidak menghadiri sidang mediasi tersebut diduga semakin tidak menunjukkan sikap ketidakpedulian terhadap warganya sehingga hal ini patut dianggap sebagai itikad tidak baik,” ujar direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Humaniora itu.

Seperti diketahui, langkah Prof Usman Pelly dkk dari Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumatera Utara (KMS M-SU)

Peduli Lapangan Merdeka Medan untuk memerdekakan Lapangan Merdeka Medan melalui gugatan warga negara (Citizen Lawsuit) yang terdaftar dalam register perkara Nomor: 756/Pdt.G/2020/PN MDN, di Pengadilan Negeri Medan masih terus berjalan.

Adapun tuntutan dalam gugatan yang diajukan KMS M-SU yakni; menuntut Pemko Medan dalam hal ini wali Kota Medan agar melakukan revisi/Peninjauan Kembali terhadap Peraturan Daerah Nomor 13/2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 dan memasukkan Tanah Lapang Merdeka Medan seluas +4,88

Ha ke daftar Cagar Budaya;dan/atau; Menerbitkan Keputusan Wali Kota Medan untuk menetapkan Tanah Lapang Merdeka Medan seluas +4,88 Ha sebagai Cagar Budaya. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/