25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Guru SD ‘Beli’ SK Mundur Rp75 Juta

Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS) benar-benar sakti. Selain menunjukkan status, SK juga bisa dijadikan modal. Itulah sebab istilah SK mundur pun tercipta. Seperti seorang guru honorer yang membayar agar masa tugasnya mundur setahun untuk bisa diangkat sebagai guru PNSn
Bahkan ada yang berani membayar Rp75 juta untuk SK mundur itu.

Fenomena seperti ini diduga terjadi di SD Negeri 067247 Jalan Bunga Malem VII Simalingkar, Kecamantan Medan Tuntungan. Adalah Lamsihar D Purba guru yang diduga membeli SK mundur tersebut. Sesuai Peraturan Pemeritah (PP) No. 56/2012, tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS harus diangkat oleh pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa kerja paling sedikit satu tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus. Berusia paling rendah 19 tahun dan tidak boleh berusia di atas 46 tahun pada 31 Desember 2005, yang membedakan tenaga honorer yakni sistem penggajian. Kategori K1 dibiayai oleh APBN atau APBD sedangkan kategori K2 dibiayai oleh non APBD.

Dan Lamsihar D Purba belum memenuhi syarat untuk menjadi PNS. Berdasarkan data yang diterima, Lamsihar D Purba tercatat sebagai guru Kelas III SDN 067247 pada tahun ajaran 2007. Diketahui dia mulai mengajar pada 17 Juli 2006 dengan status honorer.
Anehnya, di laporan bulanan guru tahun ajaran 2005 terjadi perubahan. Lamsihar D Purba malah tercatat sudah mulai mengajar untuk kelas II mulai 18 Juli 2005 juga dengan status honorer. Padahal di salah satu rapor siswa kelas II tahun ajaran 2005/2006 yang menjadi guru kelas yakni Sumiati, seluruh laporan tersebut ditandatangani oleh Riama Sihotang SPd selaku kepala sekolah.

Selain bukti itu, Lamsihar D Purba juga diketahui memiliki beberapa kwitansi pembayaran honor mulai Januari 2005, dan seluruh kwitansi ditandatangani oleh Komite Sekolah, Kepala Sekolah, serta dirinya sendiri sebagai penerima honor. “Padahal, komite sekolah saja baru terbentuk pada 2007,” sumber.
Syarat yang dimiliki Lamsihar D Purba hanya tercatat sebagai guru pada Juli 2006. Sedangkan pada PP No. 56/2012 diamanatkan, tenaga honorer diangkat menjadi CPNS bila diketahui sudah menjadi tenaga honorer satu tahu pada 31 Desember 2005.
“Ini tidak adil, kebenaran harus diungkapkan, menurut isu yang beredar di sekolah Lamsihar D Purba telah menghabiskan dana sekitar Rp60-75 juta untuk membuat SK mundur,” ujar sumber yang namanya enggan dipublikasikan.
Lebih lanjut, sumber itu membeberkan pada Oktober 2010 terjadi pergantian Kepala Sekolah di SDN 067247, Riama Sihotang pindah ke SDN 068008 di Jalan Damar Perumnas Simalingkar, sebagai penggantinya Masitah. Saat itu, Lamsihar D Purba sudah tercatat sebagai satu PNS yang baru diangkat dari tenaga honorer kategori K1, dan disebutkan data tersebut valid.
Setelah melihat hasil pengumuman itu, sumber juga sudah membuat 3 rangkap surat pernyataan di atas materai 6 ribu untuk diserahkan kepada Dinas Pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), serta Inspektorat Pemerintah Kota (Pemko) Medan. Tapi, surat tersebut tidak digubris sama sekali.
Kabar ini langsung dibantah Lamsihar D Purba. Menurutnya, dia sudah mulai bekerja terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2005. “Mungkin keterangan di papan tulis itu ada kesalahan ketika penulisan,” katanya kepada Sumut Pos, Senin (28/5).
Menariknya di papan informasi di dalam ruangan kepala sekolah, Lamsihar D Purba bertugas mulai tugas pada 17 Juli 2004. “Itu mungkin tanggal saya bekerja di SDN 15 Kenangan Tani,” kilahnya.
Saat disinggung mengenai perbedaan yang terdapat di laporan bulanan bulan Juli 2005 dan Februari 2007 serta papan informasi di ruang kepala sekolah, dirinya terdiam sejenak. “Tanya saja langsung kepada kepala sekolah yang bersangkutan, pasti dia (Riama Sihotang) lebih mengerti. Saya hanya memberikan berkas sesuai permintaan dari kepala sekolah,” ucapnya.
Saat Sumut Pos mendatangi Sekolah SD068008 tempat Riama Sihotang bekerja, tidak ada ditemui. Riama disebut sedang mengikuti Diklat di Brastagi. “Seluruh kepala sekolah SD Negeri di Ka.UPT Medan Tuntungan sedang berada di Brastagi untuk mengikuti Diklat selama dua hari,” ujar seorang guru, Delima Dalimunthe.
Sumut Pos terus berburu informasi ke Kantor Unit Pelaksana Tugas Kecamatan Medan Tuntungan, dan di tempat itu berjumpa dengan Waliraja Ritonga selaku Kasubbag Tata Usaha Ka UPT.
Saat ditanyai mengenai terdapat banyak perbedaan pada laporan guru pada tahun 2005 dan 2007, dirinya mengatakan tidak tahu sama sekali untuk persoalan itu. “Saya tidak tahu bagaimana prosesnya karena masih baru, saya disini mulai 25 Juli 2012, “ ucapnya.Lebih lanjut dirinya menjelaskan, proses pemberkasan sudah mulai dilakukan sejak tahun 2005 dimana dirinya belum bertugas di tempat itu. “Pemberkasannya tidak melalui Ka UPT, saya tidak tahu berkas itu dibawa ke mana oleh Kepala Sekolah,” bebernya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, Parluhutan Hasibuan menjelaskan, Dinas Pendidikan menerima data dari kepala sekolah tanpa ada melakukan pengecekan kembali ke sekolah yang bersangkutan. “Data yang diterima dari Kepala Sekolah langsung dikirimkan ke Badan Kepegawaian Daearah (BKD),” kata mantan Kepala BKD Medan tahun 2010 hingga 2012.
Menurutnya, apabila benar terbukti kepala sekolah melakukan kesalahan data maka akan dapat dikenakan hukuman pidana dengan pasal memanipulasi data. “Kalau memang data itu salah silahkan lapor ke polisi biar diusut secara tuntas. Untuk informasi lebih lanjut silahkan konfirmasi langsung ke BKD,” pungkasnya. (mag-8)

Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS) benar-benar sakti. Selain menunjukkan status, SK juga bisa dijadikan modal. Itulah sebab istilah SK mundur pun tercipta. Seperti seorang guru honorer yang membayar agar masa tugasnya mundur setahun untuk bisa diangkat sebagai guru PNSn
Bahkan ada yang berani membayar Rp75 juta untuk SK mundur itu.

Fenomena seperti ini diduga terjadi di SD Negeri 067247 Jalan Bunga Malem VII Simalingkar, Kecamantan Medan Tuntungan. Adalah Lamsihar D Purba guru yang diduga membeli SK mundur tersebut. Sesuai Peraturan Pemeritah (PP) No. 56/2012, tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS harus diangkat oleh pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa kerja paling sedikit satu tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus. Berusia paling rendah 19 tahun dan tidak boleh berusia di atas 46 tahun pada 31 Desember 2005, yang membedakan tenaga honorer yakni sistem penggajian. Kategori K1 dibiayai oleh APBN atau APBD sedangkan kategori K2 dibiayai oleh non APBD.

Dan Lamsihar D Purba belum memenuhi syarat untuk menjadi PNS. Berdasarkan data yang diterima, Lamsihar D Purba tercatat sebagai guru Kelas III SDN 067247 pada tahun ajaran 2007. Diketahui dia mulai mengajar pada 17 Juli 2006 dengan status honorer.
Anehnya, di laporan bulanan guru tahun ajaran 2005 terjadi perubahan. Lamsihar D Purba malah tercatat sudah mulai mengajar untuk kelas II mulai 18 Juli 2005 juga dengan status honorer. Padahal di salah satu rapor siswa kelas II tahun ajaran 2005/2006 yang menjadi guru kelas yakni Sumiati, seluruh laporan tersebut ditandatangani oleh Riama Sihotang SPd selaku kepala sekolah.

Selain bukti itu, Lamsihar D Purba juga diketahui memiliki beberapa kwitansi pembayaran honor mulai Januari 2005, dan seluruh kwitansi ditandatangani oleh Komite Sekolah, Kepala Sekolah, serta dirinya sendiri sebagai penerima honor. “Padahal, komite sekolah saja baru terbentuk pada 2007,” sumber.
Syarat yang dimiliki Lamsihar D Purba hanya tercatat sebagai guru pada Juli 2006. Sedangkan pada PP No. 56/2012 diamanatkan, tenaga honorer diangkat menjadi CPNS bila diketahui sudah menjadi tenaga honorer satu tahu pada 31 Desember 2005.
“Ini tidak adil, kebenaran harus diungkapkan, menurut isu yang beredar di sekolah Lamsihar D Purba telah menghabiskan dana sekitar Rp60-75 juta untuk membuat SK mundur,” ujar sumber yang namanya enggan dipublikasikan.
Lebih lanjut, sumber itu membeberkan pada Oktober 2010 terjadi pergantian Kepala Sekolah di SDN 067247, Riama Sihotang pindah ke SDN 068008 di Jalan Damar Perumnas Simalingkar, sebagai penggantinya Masitah. Saat itu, Lamsihar D Purba sudah tercatat sebagai satu PNS yang baru diangkat dari tenaga honorer kategori K1, dan disebutkan data tersebut valid.
Setelah melihat hasil pengumuman itu, sumber juga sudah membuat 3 rangkap surat pernyataan di atas materai 6 ribu untuk diserahkan kepada Dinas Pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), serta Inspektorat Pemerintah Kota (Pemko) Medan. Tapi, surat tersebut tidak digubris sama sekali.
Kabar ini langsung dibantah Lamsihar D Purba. Menurutnya, dia sudah mulai bekerja terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2005. “Mungkin keterangan di papan tulis itu ada kesalahan ketika penulisan,” katanya kepada Sumut Pos, Senin (28/5).
Menariknya di papan informasi di dalam ruangan kepala sekolah, Lamsihar D Purba bertugas mulai tugas pada 17 Juli 2004. “Itu mungkin tanggal saya bekerja di SDN 15 Kenangan Tani,” kilahnya.
Saat disinggung mengenai perbedaan yang terdapat di laporan bulanan bulan Juli 2005 dan Februari 2007 serta papan informasi di ruang kepala sekolah, dirinya terdiam sejenak. “Tanya saja langsung kepada kepala sekolah yang bersangkutan, pasti dia (Riama Sihotang) lebih mengerti. Saya hanya memberikan berkas sesuai permintaan dari kepala sekolah,” ucapnya.
Saat Sumut Pos mendatangi Sekolah SD068008 tempat Riama Sihotang bekerja, tidak ada ditemui. Riama disebut sedang mengikuti Diklat di Brastagi. “Seluruh kepala sekolah SD Negeri di Ka.UPT Medan Tuntungan sedang berada di Brastagi untuk mengikuti Diklat selama dua hari,” ujar seorang guru, Delima Dalimunthe.
Sumut Pos terus berburu informasi ke Kantor Unit Pelaksana Tugas Kecamatan Medan Tuntungan, dan di tempat itu berjumpa dengan Waliraja Ritonga selaku Kasubbag Tata Usaha Ka UPT.
Saat ditanyai mengenai terdapat banyak perbedaan pada laporan guru pada tahun 2005 dan 2007, dirinya mengatakan tidak tahu sama sekali untuk persoalan itu. “Saya tidak tahu bagaimana prosesnya karena masih baru, saya disini mulai 25 Juli 2012, “ ucapnya.Lebih lanjut dirinya menjelaskan, proses pemberkasan sudah mulai dilakukan sejak tahun 2005 dimana dirinya belum bertugas di tempat itu. “Pemberkasannya tidak melalui Ka UPT, saya tidak tahu berkas itu dibawa ke mana oleh Kepala Sekolah,” bebernya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, Parluhutan Hasibuan menjelaskan, Dinas Pendidikan menerima data dari kepala sekolah tanpa ada melakukan pengecekan kembali ke sekolah yang bersangkutan. “Data yang diterima dari Kepala Sekolah langsung dikirimkan ke Badan Kepegawaian Daearah (BKD),” kata mantan Kepala BKD Medan tahun 2010 hingga 2012.
Menurutnya, apabila benar terbukti kepala sekolah melakukan kesalahan data maka akan dapat dikenakan hukuman pidana dengan pasal memanipulasi data. “Kalau memang data itu salah silahkan lapor ke polisi biar diusut secara tuntas. Untuk informasi lebih lanjut silahkan konfirmasi langsung ke BKD,” pungkasnya. (mag-8)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/