MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan diminta untuk menganggarkan dana bantuan biaya hidup anak terlantar yang berada di seluruh Panti Asuhan yang ada di Kota Medan. Sebab selama ini Pemko Medan hanya memberikan dukungan dalam jumlah yang sangat kecil, jumlah yang sama sekali tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup anak-anak terlantar di sejumlah panti asuhan di Kota Medan.
Akibatnya, hampir seluruh panti asuhan yang berada di Kota Medan beroperasi hanya dengan mengharapkan bantuan atau donasi dari para dermawan yang masih memiliki rasa empati dan kemanusiaan. Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dengan Dinas Sosial Kota Medan dan Forum Wilayah Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak-Panti Sosial Asuhan Anak (FW LKSA–PSAA), Senin (28/6).
RDP itu dipimpin langsung Ketua Komisi II Surianto (Butong), Wakil Ketua Sudari, dan para anggota seperti Afif Abdillah, Aris Kelangan Damanik, Janses Simbolon, dan sejumlah anggota lainnya. Sedangkan dari Dinas Sosial, langsung dihadiri Kepala Dinas Endar Sutan Lubis.
“Berpuluh-puluh tahun kami tak dapat dukungan dari pemerintah kota, hanya dari bantuan perorangan. Tidak pernah ada anggaran khusus untuk Panti Asuhan. Kalaupun ada bantuan, itu hanya bantuan insidental seperti menjelang hari-hari besar seperti sembako dan lain-lain. Kalau biaya hidup, kita murni mengharapkan donasi masyarakat,” ucap Ketua FW LKSA-PSAA Sumut, Rafdinal saat RDP.
Padahal, kata Rafdinal, menurut Permensos, setiap panti asuhan harus di Akreditasi, hal ini tentu harus di dukung pemerintah. Namun sayangnya, pemerintah tak mendukung hal itu dengan menyiapkan anggaran yang sesuai.
“Sedangkan di Dinsos, itu anggarannya sangat kecil, jadi jelas tidak bisa dipakai untuk panti asuhan,” ujarnya.
Rafdinal juga mengatakan, panti asuhan bukan hanya bertanggungjawab dalam memberikan makan para penghuni panti, akan tapi juga memenuhi kebutuhan hidupnya yang lain, mulai dari pendidikan hingga kesehatannya. “Kami berharap ada dukungan dari DPRD. Tolong bantu anggarkan biaya hidup anak-anak panti itu. Mereka bukan lagi miskin, tapi terlantar. Mereka seharusnya dapat yang namanya KIS (Kartu Indonesia Sehat) gratis dan KIP (Kartu Indonesia Pintar). Tapi faktanya, anak-anak panti ita ini gak punya (jaminan) itu,” katanya.
Senada dengan Rafdinal, Ketua FW LKSA-PSAA Medan Zulkfli Siregar, mengatakan sudah bertahun-tahun pihakya tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Padahal dalam memenuhi kebutuhan hidup seorang anak di panti asuhan, setiap panti membutuhkan biaya minimal Rp25ribu per hari. Biaya itu sudah termasuk biaya makan, pendidikan dan pakaian yang layak.
“Minimal kami keluarkan Rp25ribu per orang setiap harinya. Kalau lah tidak ada masyarakat yang peduli, kemana kami cari makan?” tutur Zulkifli.
Zulkifli pun meminta agar Pemko Medan dapat menganggarkan biay hidup setiap anak minimal Rp10 ribu per hari. Untuk sisanya sebesar Rp15 ribu, panti akan berusaha untuk mendapatkannya dari para donatur. “Kami minta, tolong kasih anggaran per hari sebesar Rp10ribu/per anak, biarlah nanti yg Rp15ribu nya dari masyarakat. Yang paling sedih kami, masa pandemi ini, tidak ada kepedulian kepada kami, yang ada cuma dari masyarakat. Mohon bantuan agar dianggarkan,” ungkapnya.
Menjawab hal itu, Kepala Dinas Sosial Endar Sutan Lubis, mengatakan anggaran untuk seluruh panti yang ada di Kota Medan pada OPD yang dipimpinnya hanya sebedar Rp200 juta per tahun. “Dengan keterbatasan anggaran kami, gak bisa kami membantu,” jawabnya.
Terkait Jaminan Kesehatan, Endar mengaku tidak dapat mengintervensi BPJS Kesehatan agar mengcover seluruh anak di panti asuhan untuk bisa mendapatkan jaminan kesehatan tersebut. Pasalnya setiap orang yang tercover BPJS harus memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan terdapat sebagai warga Kota Medan.
“Tapi persoalannya, namanya anak terlantar manalah ada NIK nya, asal-usulnya saja banyak yang gak jelas. Kita mau membantu mereka supaya punya BPJS gratis, tapi itu sudah jadi aturan baku dari BPJS, bahwa setiap orang wajib punya NIK, dan itu wajib berdomisili di Medan agar daptat dianggarkan dari APBD Kota Medan,” jelasnya.
Pun begitu, Endar mengaku telah berkomunikasi dengan pihak BPJS Kesehatan. Pihaknya pun mengaku telah mendapatkan salah satu solusi, yakni membuatkan Kartu Keluarga (KK) bagi setiap anak dalam panti asuhan agar memiliki NIK.
“Nanti teknisnya, apakah kepala panti yang jadi kepala keluarga atau bagaimana lah itu teknisnya, itu Disdukcapil lah yang lebih paham. Makanya kami akan berkoordinasi dengan Disdukcapil dalam hal ini,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, di dalam RDP, Ketua Komisi II, Butong mengatakan, pihaknya akan berupaya menganggarkan bantuan terhadap biaya hidup anak terlantar yang ada pada seluruh Panti Asuhan di Kota Medan di P-APBD 2021. Nantinya seluruh panti asuhan diminta untuk menyiapkan data akurat tentang seluruh anak asuh yang ada di panti tersebut.”Kita akan coba bantu menganggarkannya, paling tidak Rp10 ribu per anak dalam sehari lah, supaya bisa terbantu,” kata Butong.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II sekaligus Ketua Fraksi PAN, Sudari berinisiasi untuk membentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang pemeliharaan masyarakat miskin dan anak terlantar. Pasalnya, negara memang berkewajiban melihat warga miskin dan anak terlantar, hal itu diamanatkan dalam UUD 1945.
“Kami dari Fraksi PAN, siap menginisiasi Perda tentang masyarakat miskin dan Amanak Terlantar. Kami sarankan, lembaga ini juga boleh menyampaikan secara langsung keluhannya kepada Wali Kota Medan,” pungkasnya. (map/ila)