25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Kasus Tuberkulosis, Berdampak dari Masalah Sosial Ekonomi Pasien

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Selain persoalan kesehatan, kasus tuberkulosis (TB), khususnya di Kota Medan, juga berdampak pada masalah sosial ekonomi. Berdasarkan data kasus TB di Kota Medan pada 2020, dilaporkan mencapai 5.220 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 86 kasus di antaranya terkonfirmasi sebagai TB Resistan Obat (TB-RO).

BANTUAN: Pasien pengidap tuberkulosis saat menerima bantuan dari masyarakat.

Menurut Ketua Pejuang Sehat Bermanfaat (Pesat) Sumut, Listiani Ketaren, dari data pendampingan pasien TB-RO yang dilakukan pihaknya, tercatat 36 pasien dari total 86 pasien TB-RO, memiliki penghasilan di bawah UMK Medan yang berdampak pada kemampuan dalam memenuhi asupan gizi.

“Persoalan TB tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan, namun juga sosial ekonomi. Keterbatasan finansial menjadi satu permasalahan yang dihadapi, sehingga turut berdampak dalam memperburuk kondisi gizi pasien,” ungkap Listiani, Selasa (28/9).

Melihat kondisi tersebut, Listiani mengaku, pihaknya sebagai organisasi pendamping pasien TB di Kota Medan, bekerja sama dengan Aksata Pangan, untuk mendukung pemenuhan kebutuhan gizi pasien tersebut, melalui distribusi makanan bergizi. Berdasarkan juknis penatalaksanaan TB-RO di Indonesia 2020, diketahui, satu indikator keberhasilan pengobatan adalah pemenuhan kebutuhan gizi.

Dia menyebutkan, selama pandemi Covid-19, tidak sedikit pasien dampingan yang harus kehilangan pekerjaan, sehingga kebutuhan asupan gizi seimbang bukan menjadi prioritas utama bagi mereka.

“Melalui kegiatan distribusi makanan bergizi ini, sebanyak 15 pasien TB-RO telah terbantu dalam kurun waktu satu hingga 2 bulan terakhir,” beber Listiani.

Listiani menuturkan, kegiatan pendampingan dan juga distribusi makanan bergizi kepada pasien TB-RO yang dilakukan, dimaksudkan untuk mendukung keberhasilan pengobatan mereka, serta demi mendukung tercapainya eliminasi TB pada 2030.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat membuat pasien semakin patuh dalam pengobatan dan bahkan bisa sembuh,” tegasnya.

Sementara itu, IS (61), seorang pasien TB-RO dampingan yang sedang menjalani pengobatan, mengaku berpenghasilan minim dari pekerjaannya menarik becak. Sebelum pandemi Covid-19, penghasilannya per hari Rp120 ribu, namun kini terus berkurang. Dari penghasilan hariannya tersebut, dia juga harus memenuhi kebutuhan bagi 5 anggota keluarganya. Karena itu, terkadang asupan gizi yang seharusnya menjadi hal penting dalam proses pengobatan menjadi terabaikan.

“Dengan adanya dukungan ini, saya merasa sangat terbantu, terlebih dalam memenuhi kebutuhan pangan harian. Ini menjadi penyemangat juga bagi saya, masih ada pihak-pihak yang peduli,” katanya. (ris/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Selain persoalan kesehatan, kasus tuberkulosis (TB), khususnya di Kota Medan, juga berdampak pada masalah sosial ekonomi. Berdasarkan data kasus TB di Kota Medan pada 2020, dilaporkan mencapai 5.220 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 86 kasus di antaranya terkonfirmasi sebagai TB Resistan Obat (TB-RO).

BANTUAN: Pasien pengidap tuberkulosis saat menerima bantuan dari masyarakat.

Menurut Ketua Pejuang Sehat Bermanfaat (Pesat) Sumut, Listiani Ketaren, dari data pendampingan pasien TB-RO yang dilakukan pihaknya, tercatat 36 pasien dari total 86 pasien TB-RO, memiliki penghasilan di bawah UMK Medan yang berdampak pada kemampuan dalam memenuhi asupan gizi.

“Persoalan TB tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan, namun juga sosial ekonomi. Keterbatasan finansial menjadi satu permasalahan yang dihadapi, sehingga turut berdampak dalam memperburuk kondisi gizi pasien,” ungkap Listiani, Selasa (28/9).

Melihat kondisi tersebut, Listiani mengaku, pihaknya sebagai organisasi pendamping pasien TB di Kota Medan, bekerja sama dengan Aksata Pangan, untuk mendukung pemenuhan kebutuhan gizi pasien tersebut, melalui distribusi makanan bergizi. Berdasarkan juknis penatalaksanaan TB-RO di Indonesia 2020, diketahui, satu indikator keberhasilan pengobatan adalah pemenuhan kebutuhan gizi.

Dia menyebutkan, selama pandemi Covid-19, tidak sedikit pasien dampingan yang harus kehilangan pekerjaan, sehingga kebutuhan asupan gizi seimbang bukan menjadi prioritas utama bagi mereka.

“Melalui kegiatan distribusi makanan bergizi ini, sebanyak 15 pasien TB-RO telah terbantu dalam kurun waktu satu hingga 2 bulan terakhir,” beber Listiani.

Listiani menuturkan, kegiatan pendampingan dan juga distribusi makanan bergizi kepada pasien TB-RO yang dilakukan, dimaksudkan untuk mendukung keberhasilan pengobatan mereka, serta demi mendukung tercapainya eliminasi TB pada 2030.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap dapat membuat pasien semakin patuh dalam pengobatan dan bahkan bisa sembuh,” tegasnya.

Sementara itu, IS (61), seorang pasien TB-RO dampingan yang sedang menjalani pengobatan, mengaku berpenghasilan minim dari pekerjaannya menarik becak. Sebelum pandemi Covid-19, penghasilannya per hari Rp120 ribu, namun kini terus berkurang. Dari penghasilan hariannya tersebut, dia juga harus memenuhi kebutuhan bagi 5 anggota keluarganya. Karena itu, terkadang asupan gizi yang seharusnya menjadi hal penting dalam proses pengobatan menjadi terabaikan.

“Dengan adanya dukungan ini, saya merasa sangat terbantu, terlebih dalam memenuhi kebutuhan pangan harian. Ini menjadi penyemangat juga bagi saya, masih ada pihak-pihak yang peduli,” katanya. (ris/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/