24.6 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Tarif Pajak Hiburan Bakal Diturunkan

MEDAN-Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Medan berencana menurunkan tarif pajak hiburan yang saat ini jumlahnya dianggap memberati para pengusaha. Seperti diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2011, pasal 5 menyebutkan besaran pajak untuk tempat hiburan seperti diskotik, klub malam, boling dan golf yakni 35 persen.

“Tahun ini kita ajukan kepada DPRD Medan untuk membahas revisi Perda No 7 Tahun 2011 mengenai tarif pajak hiburan yang berjumlah 35 persen untuk diturunkan menjadi 20 persen,” ujar Kadispenda Kota Medan, M. Husni kepada wartawan usai peluncuran Tax Magazine, kemarin (29/1).

Pemerintah, kata Husni, juga perlu menghidupkan dunia usaha dengan menjaga agar mereka tetap berinvestasi di Kota Medan. Lebih lanjut Husni menilai bahwa besaran pajak  hiburan di Kota Medan  tidak sebanding dengan kota lain seperti Surabaya 20 persen, Bandung 15 persen, Jakarta 20 persen, Batam 15 persen.

“Kota Medan yang paling besar jumlah pajak hiburannya di Indonesia. Dengan kata lain, jika ada pengusaha yang mencabut investasinya dari Kota Medan, maka ini menjadi tanggung jawab Pemko Medan, sebab tarif pajak hiburan di Kota Medan merupakan yang terbesar di Indonesia,” jelas Husni.

Lebih jauh dia mengatakan, revisi Perda No 7 Tahun 2011 juga sudah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2014. Karenanya dia  berharap agar revisi Perda ini menjadi prioritas para anggota
legislatif.

Ditanya kemungkinan keengganan anggota DPRD Medan untuk membahas revisi Perda tersebut, Husni mengatakan akan terus berupaya dengan memberi penjelasan mengenai dampak yang akan ditimbulkan bila pajak hiburan di Kota Medan tidak direvisi.

Mantan Kabag Umum Pemko Medan ini menuturkan, besarnya jumlah pajak hiburan sering membuat para pelaku usaha untuk melakukan kecurangan dengan memalsukan data bahkan jenis usaha yang dilakoni. Selain itu Husni mengungkapkan bahwa tujuan revisi Perda ini adalah untuk meningkatkan kesadaran para pelaku usaha agar jujur dalam  menyampaikan laporan pajak yang sesungguhnya. “Saya tidak menyangkal ada pengusaha yang nakal. Jadi dengan revisi Perda ini diharapkan seluruh pengusaha melaporkan pajak yang sebenarnya,” harapnya.

Disinggung mengenai kemungkinan akan turunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan dari pajak  hiburan apabila Perda tersebut
benar-benar jadi direvisi. Husni mengaku target PAD dari pajak hiburan tidak akan mengalami perubahan sama sekali. “Tahun 2013 dan 2014 ini target PAD dari pajak hiburan tetap Rp35 Miliar,” ucapnya mengakhiri.

Menanggapi itu, Wakil Ketua DPRD Medan, Ikrimah Hamidy mengaku tidak terlalu mempermasalahkan rencana Dispenda Kota Medan untuk menurunkan tarif pajak hiburan yang selama ini memberatkan pengusaha.

Melalui revisi Perda ini, ujarnya, Pemko Medan pasti berharap para pengunjung tempat hiburan akan meningkat, sehingga secara otomatis berdampak pada peningkatan PAD. “Kalau pajaknya murah, pasti pengunjung tempat hiburan akan melonjak secara drastis,” ujarnya kepada Sumut Pos, Rabu (29/1).

Politisi PKS ini mengaku melalui fraksinya akan mengusulkan untuk dimasukkan satu pasal tambahan didalam revisi Perda nantinya. “Saya akan usulkan agar usia para pengunjung tempat hiburan minimal 18 tahun ke atas,” katanya.

Dinas Pariwisata, kata dia, selama ini selalu mengeluhkan payung hukum tentang pengawasan tempat hiburan malam. Dengan adanya pasal tersebut dalam revisi Perda itu, diharapkan pengawasan akan lebih maksimal. (dik)

Perda Kota Medan No. 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan

PASAL 2
1. Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran dikenakan pajak dengan nama Pajak Hiburan.

2. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.

3. Termasuk objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, bowling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. pertandingan olah raga.

PASAL 5   

Tarif Pajak Hiburan sebagai berikut :

a. tontonan film dikenakan pajak 10 % (sepuluh persen)
b. pagelaran kesenian, musik/tari dan/atau busana dikenakan pajak 10% (sepuluh persen) dan pagelaran kesenian yang bersifat tradisional yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai tradisi yang luhur dikenakan pajak 5% (lima persen);
c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya dikenakan 30% (tiga puluh persen);
d. pameran dikenakan 10% (sepuluh persen);
e. diskotik, klab malam, golf dan bowling dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen);
f. karaoke dikenakan pajak 30% (tiga puluh persen);
g. sirkus, akrobat, sulap dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
h. permainan bilyard yang menggunakan AC (air conditioner) dikenakan pajak 20% (dua puluh persen), dan permainan bilyard yang tidak menggunakan AC dikenakan pajak 15% (lima belas persen),
i. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan dikenakan pajak 20% (dua puluh persen);
j. panti pijat, refleksi, mandi uap, sauna/SPA dan pusat kebugaran/fitness dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen);
k. pertandingan olah raga, dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);

BAB XIV

Ketentuan Pidana

PASAL 33     

  1. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau dengan tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
  2. Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau dengan tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga     merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

PASAL 34     

Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

PASAL 35

  1. Pejabat atau tenaga ahli yang dihunjuk oleh Kepala Daerah yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda     paling banyak Rp 4.000.000 (empat juta rupiah).
  2. Pejabat atau tenaga ahli yang dihunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

MEDAN-Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Medan berencana menurunkan tarif pajak hiburan yang saat ini jumlahnya dianggap memberati para pengusaha. Seperti diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2011, pasal 5 menyebutkan besaran pajak untuk tempat hiburan seperti diskotik, klub malam, boling dan golf yakni 35 persen.

“Tahun ini kita ajukan kepada DPRD Medan untuk membahas revisi Perda No 7 Tahun 2011 mengenai tarif pajak hiburan yang berjumlah 35 persen untuk diturunkan menjadi 20 persen,” ujar Kadispenda Kota Medan, M. Husni kepada wartawan usai peluncuran Tax Magazine, kemarin (29/1).

Pemerintah, kata Husni, juga perlu menghidupkan dunia usaha dengan menjaga agar mereka tetap berinvestasi di Kota Medan. Lebih lanjut Husni menilai bahwa besaran pajak  hiburan di Kota Medan  tidak sebanding dengan kota lain seperti Surabaya 20 persen, Bandung 15 persen, Jakarta 20 persen, Batam 15 persen.

“Kota Medan yang paling besar jumlah pajak hiburannya di Indonesia. Dengan kata lain, jika ada pengusaha yang mencabut investasinya dari Kota Medan, maka ini menjadi tanggung jawab Pemko Medan, sebab tarif pajak hiburan di Kota Medan merupakan yang terbesar di Indonesia,” jelas Husni.

Lebih jauh dia mengatakan, revisi Perda No 7 Tahun 2011 juga sudah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2014. Karenanya dia  berharap agar revisi Perda ini menjadi prioritas para anggota
legislatif.

Ditanya kemungkinan keengganan anggota DPRD Medan untuk membahas revisi Perda tersebut, Husni mengatakan akan terus berupaya dengan memberi penjelasan mengenai dampak yang akan ditimbulkan bila pajak hiburan di Kota Medan tidak direvisi.

Mantan Kabag Umum Pemko Medan ini menuturkan, besarnya jumlah pajak hiburan sering membuat para pelaku usaha untuk melakukan kecurangan dengan memalsukan data bahkan jenis usaha yang dilakoni. Selain itu Husni mengungkapkan bahwa tujuan revisi Perda ini adalah untuk meningkatkan kesadaran para pelaku usaha agar jujur dalam  menyampaikan laporan pajak yang sesungguhnya. “Saya tidak menyangkal ada pengusaha yang nakal. Jadi dengan revisi Perda ini diharapkan seluruh pengusaha melaporkan pajak yang sebenarnya,” harapnya.

Disinggung mengenai kemungkinan akan turunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan dari pajak  hiburan apabila Perda tersebut
benar-benar jadi direvisi. Husni mengaku target PAD dari pajak hiburan tidak akan mengalami perubahan sama sekali. “Tahun 2013 dan 2014 ini target PAD dari pajak hiburan tetap Rp35 Miliar,” ucapnya mengakhiri.

Menanggapi itu, Wakil Ketua DPRD Medan, Ikrimah Hamidy mengaku tidak terlalu mempermasalahkan rencana Dispenda Kota Medan untuk menurunkan tarif pajak hiburan yang selama ini memberatkan pengusaha.

Melalui revisi Perda ini, ujarnya, Pemko Medan pasti berharap para pengunjung tempat hiburan akan meningkat, sehingga secara otomatis berdampak pada peningkatan PAD. “Kalau pajaknya murah, pasti pengunjung tempat hiburan akan melonjak secara drastis,” ujarnya kepada Sumut Pos, Rabu (29/1).

Politisi PKS ini mengaku melalui fraksinya akan mengusulkan untuk dimasukkan satu pasal tambahan didalam revisi Perda nantinya. “Saya akan usulkan agar usia para pengunjung tempat hiburan minimal 18 tahun ke atas,” katanya.

Dinas Pariwisata, kata dia, selama ini selalu mengeluhkan payung hukum tentang pengawasan tempat hiburan malam. Dengan adanya pasal tersebut dalam revisi Perda itu, diharapkan pengawasan akan lebih maksimal. (dik)

Perda Kota Medan No. 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan

PASAL 2
1. Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran dikenakan pajak dengan nama Pajak Hiburan.

2. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.

3. Termasuk objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, bowling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. pertandingan olah raga.

PASAL 5   

Tarif Pajak Hiburan sebagai berikut :

a. tontonan film dikenakan pajak 10 % (sepuluh persen)
b. pagelaran kesenian, musik/tari dan/atau busana dikenakan pajak 10% (sepuluh persen) dan pagelaran kesenian yang bersifat tradisional yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai tradisi yang luhur dikenakan pajak 5% (lima persen);
c. kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya dikenakan 30% (tiga puluh persen);
d. pameran dikenakan 10% (sepuluh persen);
e. diskotik, klab malam, golf dan bowling dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen);
f. karaoke dikenakan pajak 30% (tiga puluh persen);
g. sirkus, akrobat, sulap dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);
h. permainan bilyard yang menggunakan AC (air conditioner) dikenakan pajak 20% (dua puluh persen), dan permainan bilyard yang tidak menggunakan AC dikenakan pajak 15% (lima belas persen),
i. pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan dikenakan pajak 20% (dua puluh persen);
j. panti pijat, refleksi, mandi uap, sauna/SPA dan pusat kebugaran/fitness dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen);
k. pertandingan olah raga, dikenakan pajak 10% (sepuluh persen);

BAB XIV

Ketentuan Pidana

PASAL 33     

  1. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau dengan tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
  2. Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau dengan tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga     merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

PASAL 34     

Tindak pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

PASAL 35

  1. Pejabat atau tenaga ahli yang dihunjuk oleh Kepala Daerah yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda     paling banyak Rp 4.000.000 (empat juta rupiah).
  2. Pejabat atau tenaga ahli yang dihunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/