MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keluarga almarhum Fathir Arif Siahaan, bocah berusia 2,7 tahun yang meninggal dunia diduga akibat korban malapraktik oknum dokter Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum (RSU) Muhammadiyah merasa tak terima.
Mereka menuntut keadilan dengan mendatangi rumah sakit yang berada di Jalan Mandala By Pass untuk meminta pertanggungjawaban, Senin (29/7).
Paman korban, Jamil Zeb Tumori menyatakan sangat kecewa terhadap pelayanan UGD RSU Muhammadiyah. Sebab, diduga kuat akibat tak dilayani dengan maksimal sehingga keponakannya, Fathir meninggal dunia lantaran dehidrasi atau kekurangan cairan. “Kecewa berat sudah pasti, dan kami menuntut keadilan kepada pihak rumah sakit untuk bertanggungjawab,” ujar Jamil didampingi orangtua dan keluarga korban lainnya saat mendatangi rumah sakit tersebut.
Jamil juga menyatakan dia bersama keluarganya akan meminta keadilan. “Kita sudah bertemu dengan pihak manajemen rumah sakit, tapi mereka belum bisa memberi kepastian dengan alasan baru tahu. Oleh karena itu, mereka meminta waktu untuk melakukan kroscek terhadap oknum dokter yang bersangkutan. Kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Tujuannya, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” tegasnya.
Diutarakan Jamil yang merupakan Wakil Ketua DPRD Kota Sibolga, dia bersama keluarga sudah sepakat memberi waktu kepastian kepada RSU Muhammadiyah selama satu hari. Jika besok (hari ini, Red) tidak ada kepastian, maka diambil langkah hukum.
“Keluarga sudah siap untuk dilakukan otopsi jika memang diperlukan. Sebab, yang terpenting adalah keadilan. Makanya, kita pasti ambil jalur hukum karena keluarga kami (Fathir) mendapat perlakuan yang tidak adil hingga menyebabkan meninggal dunia. Padahal, kita sudah meminta dan mendesak kepada dokter yang bertugas saat itu untuk diinfus atau diopname. Tapi, tetap juga tidak melakukannya,” ungkap dia.
Parahnya lagi, sambung Jamil, dalam bukti pembayaran yang memuat rincian biaya rawat jalan, ternyata Fathir didiagnosa mengalami luka bakar ringan. Sementara, kondisi secara fisik luka bakarnya cukup parah mulai dari leher, lengan, dada dan paha kanan.
“Sangat janggal diagnosa dokter yang menangani Fathir ketika itu yang ditulis dalam bukti pembayaran. Padahal, sudah didiagnosa mengalami luka bakar 48 persen tetapi disebutkan luka bakar ringan. Sedangkan ketika diperiksa di RSU Haji Medan ternyata mengalami luka bakar 60 persen, dan dokter di RSU Haji Medan mempertanyakan kenapa tidak dirawat inap penanganan medis yang diberikan,” bebernya.
Ia menambahkan, dari hasil pertemuan dengan pihak rumah sakit, ada dua dokter yang menangani Fathir. Pertama, Dokter Fitriyani dan kedua, Dokter Hendra. “Dokter yang menangani Fathir bilang tidak ada apa-apa, dan bahkan sempat bilang juga bahwa dia yang lebih mengetahui karena merasa dirinya dokter. Kalau seperti itu dia bilang, berarti sudah melebihi Tuhan saja,” cetusnya.
Terpisah, Humas RSU Muhammadiyah, Ibrahim Nainggolan belum bisa memberikan jawaban yang pasti saat dikonfirmasi terkait kasus dugaan malpraktik ini. Ibrahim mengaku masih menunggu keputusan manajemen dengan alasan baru mendapat informasi adanya kasus tersebut. “Kita baru tahu adanya kasus dugaan malapraktik ini dari keluarga pasien. Untuk itu, kami melakukan kroscek terlebih dahulu kepada dokter yang bersangkutan guna meminta keterangannya terhadap apa sebenarnya yang sudah dilakukan,” akunya saat ditemui di rumah sakit.
Disinggung apapun hasilnya apakah ada itikad baik pihak rumah sakit terhadap keluarga pasien, Ibrahim mengatakan hal yang sama. “Karena belum diperiksa dokter yang bersangkutan, maka kami belum berani menyampaikan keputusan apapun. Jika nanti hasil pemeriksaan terhadap dokter sudah selesai, maka akan disampaikan,” pungkasnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Medan, Rajuddin Sagala menilai, bahwa hal itu layak untuk diusut.”Orangtuanya bisa segera melaporkan hal ini kepada kami, nantinya laporan itu kan bisa kita tindaklanjuti. Tapi laporannya harus dilengkapi dengan bukti termasuk kalau sang anak memang tidak mengidap penyakit kronis sebelum peristiwa ini,” ucap Rajuddin kepada Sumut Pos, Senin (29/7).
Bila laporan berikut bukti telah diberikan pada pihaknya dan benar bahwa pihak dokter memang menolak pasien untuk di opname, sedangkan orangtua korban telah meminta untuk di opname dan hal itu berdampak sebagai kelalaian pihak RS dan dokter, maka Rajuddin menyebutkan bahwa pihaknya akan segera memanggil pihak RS Muhammadiyah untuk memberikan klarifikasinya kepada pihak komisi II.
Dilanjutkan Rajuddin, bila nanti kasusnya sudah diusut dan terbukti ada perbuatan malapraktik di dalamnya, kata Rajuddin, maka sudah selayaknya dokter yang bersangkutan untuk ditindak tegas.
Untuk itu, kata Rajuddin, pihaknya siap menerima laporan dari orangtua korban apabila ingin mengadukan hal ini kepada pihaknya di komisi II. “Sekali lagi silahkan laporkan pada kami, tentu kami siap menerima laporan itu. Nantinya kami akan bantu untuk menindaklanjuti dugaan malpraktik ini,” terangnya.
Seperti diketahui, bocah yang bernama Fathir Arif Siahaan ini mengalami luka bakar sekitar 60 persen di tubuhnya, tetapi hanya diberi resep obat oleh oknum dokter rumah sakit Muhammadiyah yang berada di Jalan Mandala By Pass.
Arifin Siahaan (36), orang tua korban menceritakan, awalnya ia mendapat kabar bahwa Fathir mengalami luka bakar di bagian leher, dada, perut, punggung, tangan dan paha kanan pada Kamis (25/7) siang sekitar pukul 11.00 WIB. Luka bakar itu akibat terkena kuah panas gulai sayur daun ubi dan labu sewaktu bermain di rumah neneknya, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Kemudian, anaknya dibawa ke RSU Muhammadiyah karena paling dekat. Lantas, dibawa lah Fathir ke rumah sakit tersebut dengan status pasien umum. Setibanya di RSU Muhammadiyah, anaknya langsung dibawa ke salah satu ruangan UGD dan diberikan pertolongan oleh dokter yang menanganinya yaitu dokter perempuan berinisial F dan satu lagi dokter laki-laki. Selanjutnya, dia meminta kepada dokter tersebut agar diopname karena melihat kondisi luka bakarnya lumayan parah. Akan tetapi, dokter malah menyarankan untuk pulang atau dirawat di rumah.
Karena merasa yakin dengan perkataan dokter, dia kemudian membawa anaknya pulang ke rumah. Namun demikian, tetap resah dan khawatir karena anaknya terus-terusan menangis sembari teriak merintih kesakitan. “Saya dan istri begadang semalaman suntuk, karena anak saya nangis terus dan teriak kepanasan. Padahal, sudah dikasih obat dan salep dari resep dokter tersebut. Itulah, menjelang pagi (Jumat, 26/7) kondisi si Fathir memburuk,” terang Arifin.(ris/map/ila)