MEDAN, SUMUTPOS.CO- Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diterapkan di rumah sakit, khususnya dalam hal peyananan, masih banyak dikeluhkan pasien. Salah satunya, mengenai standar kelas yang diinginkan di rumah sakit provider Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Seperti dialami Safii (36), warga Medan Denai. Pria yang akrab disapa Fii ini mengatakan, sejak empat hari lalu, orangtuanya dirawat di Rumah Sakit (RS) Imelda Pekerja Indonesia Medan lantaran penyakit bronchitis. “Ibu aku dirujuk ke rumah sakit Imelda dari Kisaran. Saat sampai dirumah sakit, petugas mengatakan kamar Kelas I penuh. Jika mau dirawat ke Kelas VIP, dengan tambahan biaya layanan 20 persen. Karena kondisi ibu sudah sangat lemah, kami setujui saja perjanjian itu,” kata Fii pada wartawan Selasa (28/10).
Namun, lanjutnya, setiap hari ditanya ke petugas, kamar Kelas I selalu saja penuh, sehingga biaya perawatan yang dibayarkan menjadi semakin besar. Menurut Fii, meski ada pasien Kelas I yang sebelumnya sudah pulang, tapi kamar Kelas I diberikan kepada pasien lainnya, sehingga mereka harus bertahan di kamar VIP dengan membayar tambahan biaya 20 persen. “Ini kan mananya pembohongan pada kami, supaya membayar di luar premi. Sekarang saja biaya tambahan yang harus dibayar sudah mencapai Rp650 ribu. Pembohongan ini,” katanya dia.
Direktur RS Imelda Pekerja Indonesia, dr Imelda saat dikonfirmasi mengatakan, lantaran sebelumnya pasien sudah menandatangani perjanjian, maka biaya tersebut harus dibayarkan.
Tak jauh beda, hal ini juga dialami IBL (35) warga Medan Amplas yang mengaku membawa putrinya berusia 2,5 tahun yang mengalami demam tinggi untuk berobat ke RS Estomihi Jalan Sisingamangaraja Medan, Minggu (26/10) pagi. Putrinya pun harus menjalani rawat inap. Namun, peserta BPJS Kesehatan Kelas II ini tidak mendapat ruangan sesuai dengan kelasnya. Anaknya terpaksa tidur di Ruang Ribka, kelas III yang terdapat 5 tempat tidur di dalamnya.”Alasan manajemen ruang Kelas II penuh, tapi setelah saya keliling rumah sakit, ternyata ada ruang Kelas II yang kosong. Setelah berdebat dengan perawat, baru anak saya dipindah. Berarti manajemen rumah sakit membohogi kami,” keluhnya.
Tak hanya IBL, seorang pasien lainnya, Linda, juga mengatakan pelayanan di RS Estomihi sangat tak baik. Ia juga mendapatkan perlakuan yang sama.
Saat dikonfirmasi, Petugas BPJS Centre RS Estomihi, Irna Puteri Elfira menuturkan seminggu terakhir kamar di RS Estomihi sedang penuh. Biasanya bila di kamar kelas II penuh maka pasien akan dinaikkan ke kelas I. Karenanya, untuk menindaklanjuti permasalahan ini, peserta harus melayangkan surat komplain yang di tujukan di BPJS Centre. “Memang benar ada pasien yang komplain saya juga sudah sampaikan ke perawat apakah benar keluhan pasien memang ada melihat ruangan kosong di lantai III apakah benar. Namun, untuk menindaklanjuti peserta harus melayangkan surat komplain yang di tujukan di BPJS Centre,” ujarnya. (nit/ila)