Site icon SumutPos

Tuntut Dirut PD Pasar Dicopot

Pedagang Pasar Tradisional Mengamuk

MEDAN-Ratusan massa yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Pasar Tradisional Sumut (P3TSU) Komunitas Aksi Mahasiswa Pemuda Anti Korupsi LSM (KAMPAK) Merah Putih Medan dan Persatuan Pedagang Pasar Tradisional Sumut (P3TSU) melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Pemko Medan, Selasa (30/5) siang.

Massa yang datang secara bergiliran menuntut agar Wali Kota Medan, Rahudman Harahap mencopot Dirut PD Pasar Medan, Beny Sihotang Pasalnya, sejak dirinya dilantik memimpin 52 pasar tradisional di Medan, kondisi pasar di Medan semakin buruk dan tidak nyaman bagi pengunjung dan pedagang.

Pembina LSM Kampak, Ferry Sinaga mengatakan, dari hasil investigasidi lapangan, di Pusat Pasar Medan telah berdiri bangunan lima kios yang awalnya diperuntukkan untuk kios basah tapi telah diubah menjadi kios kering yang diduga bakal digunakan untuk kios berjualan baju. Bahkan dalam pembangunannya sama sekali tidak ada plang dari perusahaan yang memenangkan tender proyek tersebut.

“Kami menduga tidak ada IMB-nya, karena pembangunannya tidak jelas, plang pengerjaannya pun tidak ada. Kalau mau dibangun kios kering harusnya ada perubahan peruntukan lebih dulu. Akibat pembangunan ini, jalan dan parkir di pusat pasar menjadi sempit, makanya kami minta Pemko Medan harus menindak tegas, kalau bisa hari ini 9kemarin) juga kita ingin bangunan itu dihentikan dahulu,” kata Ferry.
Koordinator Aksi LSM Kampak Merah Putih, Sukri Sitorus mengaku, saat ini telah terjadi intimidasi dari petugas jaga malam kepada pedagang.

“Dulu uang jaga malam itu hanya Rp1.000 per hari sekarang menjadi Rp2.000, kalau ada kios yang tidak mau bayar langsung besoknya kiosnya dilem supaya tidak bisa berdagang lagi. Kami juga menduga adanya pemalsuan dukungan terhadap koordinator jaga malam saat proses pemilihannya, untuk itulah kami minta agar Pemko Medan dapat mengusutnya,” tegas Sukri.

Asisten Administrasi Umum Kota Medan, Cheko Wakhda Ritonga mengatakan dari tiga poin aspirasi yang disampaikan tersebut jelas untuk menindaknya memutuhkan proses.
“Aspirasi ini akan kami tampung dan tindak lanjuti kepada pejabat yang berwenang,” ucap Cheko didampingi Direksi Umum dan Keuangan PD Pasar Medan, Lely Amri Siregar.

Ditambahkan Lely, sepengetahuannya pembangunan lima kios itu sebenarnya bukanlah perubahan peruntukan. “Itu awalnya dulu bukan kios basah, melainkan bekas lokasi tempat menyimpan genset. Namun, karena tidak pernah digunakan, makanya dibangun kios agar bisa dimanfaatkan. Tapi saya tidak tahu perusahaan mana yang mengerjakannya,” jelas Lely.

Mendengar pernyataan tersebut, massa merasa tidak puas, dan menurut Ferry, pihaknya berjanji akan kembali melakukan aksi pada Jumat (1/6) mendatang. Sementara itu, aksi massa Persatuan Pedagang Pasar Tradisional Sumut (P3TSU), juga menuntut agar Wali Kota Medan segera mencopot Dirut PD Pasar, Beny Sihotang.

“Beny Sihotang sudah menaikkan biaya kontribusi untuk jaga malam, kamar mandi dari 300 hingga 400 persen. Hal ini jelas telah menimbulkan keresahan bagi pedagang formal yang berjualan di pasar juga bagi pengunjung,” kata Ketua P3TSU Sumut, Harmon Habib.

Dijelaskan Harmon, berbagai keresahan terjadi akibat ketidakpatuhan Beny Sihotang terhadap aturan resmi yakni Perda Nomor 31 tahun 1994 pasal 3 ayat 7 juga rekomendasi dari Rapat Dengar Pendapat (RDP), antara DPRD Medan dengan badan Pengawas dan Dirut PD Pasar dan pedagang pada tanggal  8-9 Mei 2012 yang menyatakan bahwa tarif kontribusi sebesar 50 persen tanpa ada bahasa pengecualian.

Oleh karena itulah, lanjut Harmon, pihaknya meminta agar Wali Kota Medan segera memecat Beny dari Dirut PD Pasar Medan. “Kami juga meminta agar intimidasi terhadap pedagang supaya dihentikan,” cetus Harmon.

Gabungan pedagang dari Pasar Petisah, Pusat Pasar, Pasar Sukaramai, Pasar Brayan, Pasar Simpang Limun, Pasar Kwala Bekala dan lainnya ini terlihat membakar ban dan menggelar teatrikal, menggambarkan penyiksaan yang dilakukan Perusahaan Daerah (PD) Pasar tepat di depan pintu gerbang Kantor Pemko Medan.

“Kami minta tindak Direktur Utama (Dirut) PD Pasar dicopot, karena sudah menyusahkan pedagang dengan menaikkan tarif kamar mandi, jaga malam dan lainnya,” kata salah seorang pedagang Pasar Petisah, Mia.
Mia sangat mengharapkan Pemko mendengar keluhan pedagang karena mereka tidak berjualan seharian ini. “Dalam sehari bisa dapat Rp1 juta tapi karena tidak berjualan, kami jadi rugi. Kami minta Pemko dengar keluhan pedagang,” ujarnya.

Begitu juga dengan Yunus, Pedagang Pasar Kwala Bekala mengaku dirinya sudah berjualan sebelas tahun tapi selalu merasa nyaman. Namun, setelah Dirut PD Pasar dipegang oleh Beny Sihotang kondisi pasar jadi tak karuan.

Mardi Chan pedagang dari pasar Sukaramai mengatakan, saat ini oknum di PD Pasar senantiasa mengutip setoran tanpa adanya bukti. “Ini jelas sudah pungli, makanya kami minta Beny dicopot. Seharusnya pedagang yang bisa bertambah, akibatnya pedagang sudah menurun begitu juga dengan pengunjung,” jelasnya.

Pengamat Pasar Tradisional, Rinaldi Siregar mengatakan, suatu kebijakan yang dilakukan satu institusi tentu memiliki reaksi, ada sifatnya dingin, memanas dan ada pula yang sifatnya stabil. Tapi, dengan munculnya pedagang mendatangi kantor Wali  Kota Medan, maka masuk dalam kategori panas.

Melihat tuntutan pedagang, sebenarnya sifatnya tidak begitu panas jika tidak ada pihak yang memanaskannya. Bisa dilihat dari tuntutannya, awalnya kenaikan retribusi 100 persen. Bisa dibayangkan, retribusi yang ada selama ini jumlahnya hanya dikisaran Rp300 hingga Rp1.500. Jika nilai retribusi itu disesuaikan dengan nilai tukar rupiah saat ini, maka angkanya tidak memiliki kesesuaian dibandingkan biaya pengeluaran PD Pasar.

“Hal inilah yang mestinya diperhatikan secara objektif oleh para pedagang. Karena dari retribusi inilah fasilitas terbaik bisa diberikan ke pedagang,” sebutnya.

Tak hanya itu, dia juga menyarankan kepada Pemko Medan, PD Pasar, DPRD Medan dan organisasi pedagang untuk sama-sama melakukan rapat bersama membahas kenaikan retribusi. Kemudian, membuat komitmen bersama. “Jadi tak mesti turun ke jalan yang bisa merugikan pedagang sendiri karena tak berjualan. Ada baiknya, pedagang menyuarakannya lewat organisasi tanpa harus turun ke jalan,” ingatkannya. (adl/mag-12/ril)

Exit mobile version