soal Rp50 Juta Kas Biro Umun Danai Pisah Sambut Kapoldasu
MEDAN- Mantan Kapoldasu Komjen Pol Oegroseno angkat suara terkait kas Biro Umum yang mendanai acara pisah sambutnya dengan Irjen Wisjnu Amat Sastro. Sosok yang kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) mengaku tidak tahu menahu soal itu karena serah terima jabatan adalah urusan Gubenur Sumatera Utara (Gubsu).
“Kita tidak pernah minta anggaran. Jadi untuk semua kegiatan Muspida itu, seperti serah terima jabatan Kapolda atau sertijab Kajatisu sepenuhnya yang melaksanakannya Gubernur Sumatera Utara,” ujar Oegroseno, kemarin melalui telepon seluler.
Jenderal Bintang tiga itu mengatakan, tidak ada dana-dana khusus yang diarahkan. “Jadi saya tidak tahu menahu. Setahu saya setiap serah terima Kapolda itu dibiayai oleh Pemda, kita ‘gak mengada-ada. Kita tidak pernah minta anggaran dalam acara sertijab itu. Gitu loh,” sebutnya.
Dikatakan Oegroseno, sepenuhnya itu pertanggungjawaban Pemda sendiri. “Saya, mantan Kapoldasu ‘gak pernah tahu biaya pisah sambut itu dari mana. Jadi kalau ditanya sama saya, saya juga gak tahu,” ungkapnya.
Oegroseno mengatakan dalam acara pisah sambut yang dilakukan di Hotel Tiara tersebut acara yang dilakukan hanya makan-makan biasa dan hiburan. “Jadi jangan salah tulis ya. Nanti kamu bilang pula saya ada nikmati uang Rp50 juta itu,” tegas Oegroseno.
Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, dari hasil pemeriksaan dokumen penerimaan panjar dan konfirmasi dengan penerima panjar, ternyata salah satu yang dibiayai dari kuitansi panjar sebesar Rp50.000.000 oleh Neman Sitepu adalah untuk pembayaran kegiatan acara pisah sambut Kapoldasu pada tanggal 23 Maret 2011, di Tiara Convention Hall, Medan.
Untuk dapat membiayai kegiatan tersebut, maka pinjaman dana dari Bendahara Pengeluaran Pembantu Khusus SB dan akan dipertanggungjawabkan setelah usai acara. Namun sampai saat pemeriksaan berakhir 16 Mei 2011, penerimaan panjar tidak pernah dipertanggungjawabkan oleh Neman Sitepu.
Sebelumnya, konfirmasi tentang kuitansi tersebut telah dilakukan Sumut Pos pada Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Krimsus) Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu), Kombes Pol Sadono Budi Nugroho melalui telepon seluler karena yang bersangkutan mengaku sedang berada di Jakarta. Kombes Sadono mengatakan, substansi penyidikan kasus korupsi biro umum pemprovsu yang dilakukan oleh anggotanya tidak ada mengarah ke dana yang dipakai untuk pisah sambut Oegroseno dan Wisjnu. “Materi dan substansi penyidikan yang dilakukan ‘gak ada mengarah ke sana,” ujarnya, Minggu malam (29/7).
Saat ditanya apakah selanjutnya penyidikan akan dilakukan ke arah sana mengingat dana tersebut termasuk dana yang tidak ada pertanggungjawabannya, Sadono tidak bisa memastikannya. “Sejauh ini hal tersebut tidak masuk dalam materi. Saya tidak tahu menahu soal itu,” sebutnya.
Kembali ditegaskan perwira berpangkat melati tiga itu. “Saya tidak tahu. Saya bukan pemeriksanya,” tegasnya sembari menutup telepon.
Kombes Sadono yang kembali dikonfirmasi pada Senin (30/7) siang, tak berhasil dihubungi. Panggilan tersebut masuk, namun Kombes Sadono yang sedang berada di Jakarta enggan mengangkat teleponnya. Sampai Senin (30/7) petang, ponsel Kombes Sadono juga tak kunjung aktif.
Sumut Pos juga gagal mengkonfirmasi hal tersebut kepada Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro. “Bapak lagi di Jakarta. Sekarang ini lagi boarding pass. Hari ini beliau berangkatnya,” ujar AKBP Fauzi, koordinator staf pribadi pimpinan Kapoldasu, kemarin siang.
Korupsi Berjamaah
Sementara itu, Dodi Arifin, kuasa hukum Aminuddin, tersangka kasus Korupsi Biro Umum Pemprov Sumut meminta Poldasu agar tidak tebang pilih dalam mememanggil, memeriksa dan menahan para tersangka dalam kasus korupsi biro umum Pemprovsu yang merugikan negara hingga Rp13 Miliar tersebut. “Kasus ini Jangan sampai berhenti di Aminuddin dan Neman Sitepu saja,” ujar Dodi, kemarin.
Dikatakan Dodi, karena dalam penanganan kasus ini, Poldasu sudah menetapkan beberapa nama sebagai tersangka, namun tak kunjung dipanggil sampai hari ini. “Sebut saja Rajali SSos (mantan Kepala Biro Umum), Ridwan Panjaitan (Asisten Pribadi Plt Gubernur Sumut), Asrin Naim (mantan Asisten IV Pemprov Sumut) dan Harianto Butar-Butar. Mereka ini statusnya sudah tersangka. Tapi kenapa sampai sekarang belum dipanggil juga,” sebut Dodi.
Dodi memahami penyidik bekerja tahap demi tahap untuk membunyikan bukti-bukti berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang ada. Namun, jangan terlalu lama menangani kasus tersebut. “Klien saya tetap komit akan ‘membunyikan’ semua nama-nama yang turut terlibat dalam kasus tersebut,” tegas Dodi.
Sebenarnya Dodi juga masih bingung mengapa kliennya ditahan. “Berapa dana yang ‘disilumankan’ klien saya? Sepengetahuan saya, dia (Aminuddin) tidak ada memakai dana. Tetapi karena dia sebagai bendahara, maka pertanggungjawabannya yang diminta. Tapi yang memakai bukan dia,” kata Dodi.
Lagian, kata Dodi, kliennya sudah memiliki kalkulasi uang pengeluaran tersebut ke mana saja. “Sudah disampaikan kepada penyidik. Misalnya, uangnya ke Ridwan Panjaitan dan Rajali SSos,” sebutnya.
Dengan tegas Dodi menyebut korupsi Biro Umum tersebut, jelas dan nyata dilakukan secara berjamaah. “Perintah pengeluaran uang itu sesuai aturan harus diteken Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dalam kasus ini KPAnya adalah Kepala Biro Umumnya,” pungkas Dodi. (mag-12)